Aspettare - 6

5.5K 413 11
                                    

Setelah maghrib, aku mendengar seseorang mengetuk pintu rumah. Aku yang saat itu baru saja menyalakan musik segera mematikannya dan bergegas menuju ruang tamu. Begitu kubuka, kulihat Alison dengan mengenakan kaus dan celana hitam selutut berdiri di depan pintu dengan wajah sombong.

"Permisi, selamat malam," ucapnya dengan sengaja.

Aku yang kaget dengan kedatangan Alison mengerutkan kening, bingung. "Lo mau ngapain sih ke sini?"

Alison malah terdiam.

"Al, lo mau ngapain ke sini?"

"Gue baru tahu kalau ada tamu yang masuk bukannya di suruh masuk malah diributkan dengan pertanyaan enggak penting," sindirnya sembari memutar bola mata, sepertinya ia kesal.

"Silahkan masuk Tuan Muda Alison. Mohon untuk tidak meminta minuman apapun. Di rumah ini tidak menyediakan minuman gratis selain air putih."

Alison terkekeh. "Kerja bagus, Dayang Kenari," ucapnya sembari duduk di atas kursi ruang tamu dengan santainya.

"Tuan Muda sudah duduk, sekarang giliran saya bertanya," ucapku sok sopan.

"Lama-lama gue geli dengernya," ucap Alison sembari menatapku sinis.

Aku balik menatapnya dengan mata terbelalak, bukannya takut, Alison malah tertawa seolah menganggapku sebagai hiburan.

"Lo mau ngapain ke sini?" tanyaku lagi.

"Lo udah lupa sama tawaran gue?"

Aku mengerutkan kening sembari berpikir. "Em... soal apa?"

"Selain aneh dan ceroboh, ternyata lo pelupa juga ya," sindir Alison. "Beberapa hari yang lalu gue bilang kalau mau nemenin lo nikmatin senja kan."

"Jadi maksud lo, tujuan lo ke sini cuma buat nemenin gue?" Aku mencoba memastikan jawaban yang menurutku tidak masuk akal.

Alison mengendikkan bahu.

Aku geleng-geleng kepala. "Lagian, Al, senja hari ini juga enggak ada karena mendung. Waktunya juga udah lewat dari tadi," ucapku dengan sedikit kesal.

"Daripada banyak tanya, bukannya lebih baik kalau lo menyambut gue dengan gembira?"

"Hah?" bibirku terbuka begitu mendengar jawaban Alison. "Terus, gue harus nyambut lo dengan lompat-lompat kegirangan, gitu? Ogah."

Alison menatapku sinis. "Gue udah mau kesini tadi, tapi lupa kalau masih ada tugas," jawabnya tidak nyambung.

Aku lagi-lagi tidak mengerti dengan ucapannya. "Tugas apa? Sejak kapan lo peduli dengan yang namanya tugas?"

"Sejak hidup gue dikendaliin sama Evelyn," jawabnya singkat. "Gue pinjem toilet lo donk," lanjutnya seolah ia menghindar dari topik yang barusan ia lontarkan.

Aku mengangguk. "Lurus aja terus belok kiri."

Alison pergi setelah aku berbicara. Ponselnya ia letakkan di atas meja. Tiba-tiba, ponsel Alison menyala dan menunjukkan bahwa ada pesan baru yang masuk. Sekilas, terlihat wallpaper dari ponselnya yang menunjukkan foto dua anak kecil sedang saling merangkul. Kedua anak kecil itu benar-benar lucu dan aku yakin jika ia besar nanti ia pasti tumbuh sebagai anak yang tampan.

Aku baru akan mengamati lebih jauh ketika tiba-tiba mendengar suara Alison yang mengagetkanku.

"Ngeliat apa?" tanyanya sinis.

"Enggak," jawabku senormal mungkin.

Alison buru-buru memasukkan ponsel ke dalam kantongnya seakan takut jika aku mengetahui apa yang ada di dalamnya.

AspettareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang