Bagian II.
.
.
Jimin membuka kelopak matanya setelah suara alarm di atas nakas berdering keras. Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang tampak asing. Merasa itu bukan kamar lama maupun kamar barunya, oh dia ingat itu kamar Yoongi. Kepalanya pening dan ingatannya mengabur. Bertanya-tanya apa yang telah terjadi semalam. Begitu sadar dia langsung mendesah lemas, tak menemukan sosok Yoongi dimana pun.
Padahal semalam perbincangannya dengan Yoongi sangat menyenangkan. Pemuda itu mampu membuatnya merasa nyaman hingga bicara panjang lebar. Hal yang sangat jarang Jimin lakukan. Terakhir dia bicara panjang lebar adalah saat berada di Junior High School di Busan sana bersama teman baiknya—satu-satunya teman baik Jimin. Namun mengingat Yoongi telah menolaknya semalam seolah memukulnya jatuh hingga ke dasar jurang terdalam.
Jimin melangkahkan kaki keluar kamar. Menelusuri seluruh ruangan hingga tanpa sengaja menemukan Yoongi sedang tertidur pulas di atas sofa. Wajah damai dengan helai cokelat kemerahan mencuat berantakan. Jimin berjalan mendekat, mata tak lepas memandangi seluruh tubuh Yoongi. Tanpa sadar menggigit bibir bawahnya, tangan kanannya bergerak tepat menuju selakangan Yoongi yang masih berbalut katun, tak memberikan reaksi membahayakan, setidaknya begitu menurut Jimin.
Jimin tersenyum kesenangan, tangan makin berani menekan dan meremas milik Tuan Rumah—tak ada pergerakan berarti dari Yoongi. Pemuda itu sudah terlelap seperti mayat, membuat Jimin mengeluarkan seringaian nakal.
.
Yoongi berulang kali bergerak dari kanan ke kiri, dari kiri ke kanan. Tidurnya terasa semakin tak nyenyak. Ketika matanya terbuka yang pertama ditemuinya adalah wajah Jimin sedang menempel tepat di area selakanganya. Celana sudah ditarik turun sampai lutut meninggalkan dalaman yang utuh basah penuh liur. Jimin menjilati miliknya posesif yang masih terbungkus fabric.
"Selamat pagi, Yoongi-hyung." Bukannya pergi, pemuda itu justru menyamankan diri, melanjutkan kegiatan, wajah polos selalu menyertai senyuman mungilnya.
Sebuah perempatan tak kasat mata bertengger di kepala Yoongi, bangun dari posisinya cepat. Tangannya menjambak kasar helaian raven hingga membuat Jimin menjerit kesakitan, menyingkirkan Si Bocah agar menjauhinya. "Pergi ke kamar mandi dan mandi!" Perintahnya.
"Tapi hyung, aku hampir-"
"MANDI."
Jimin menciut, pergi juga menuju kamar mandi sebelum Yoongi mengulang untuk ketiga kalinya. Suara debaman pintu seketika membuat Yoongi menghela napas panjang. Kepala bersandar di sandaran sofa. Sepertinya dia memungut pemuda yang salah. Tak menyangka Jimin adalah pemuda abnormal penyuka tindakan ekstrim. Bagaimana Yoongi tak meruntuk ketika pagi buta sudah diberi blowjob yang hampir membuatnya ngompol di celana? Tidak. Yoongi menggelengkan kepalanya, meyakinkan diri bahwa dirinya(masih) normal.
Satu hal yang masih menjadi misteri adalah kemarin merupakan kali pertama mereka berkenalan –menurut sepengetahuan Yoongi- tapi bagaimana Jimin bisa berbuat sejauh itu? Yoongi tak pernah ingat melakukan sesuatu yang memancing birahi lelaki lain. Kulit putihnya mungkin jadi pengecualian, mau bagaimana lagi? Memang dia harus mendemo ibunya karena melahirkan anak lelaki yang punya kulit seputih susu? Itu tidak mungkin terjadi kan? Tapi nyatanya sejak mereka bertemu kemarin, Yoongi selalu memberi batasan pada Jimin.
Lalu kenapa pemuda mungil itu bisa sampai tertarik padanya?
"Argh!" Yoongi mengacak helai cokelat kemerahan acak. Semakin dipikir dia semakin bingung. Bingung pada Jimin dan bingung pada orientasi seksnya yang makin ke sini semakin meragukan dari kata 'normal'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Menemukanmu
Hayran KurguJimin hanya seorang siswa kelas dua SMA yang tak pandai bersosialisasi. BL, Yaoi, Uke!Jimin