|7| - Question

12.1K 355 10
                                    

Sinar matahari yang masuk melalui jendela kamar membuat Risya mau tidak mau membuka matanya perlahan.

"Oh my God!" Teriak Risya kaget ketika melihat ia bangun dalam pelukan Daniel dan parahnya, mereka berdua tidak memakai apapun juga.

"Good morning, Sweetheart." Daniel mengecup puncak kepala Risya dan semakin mengeratkan pelukannya.

"Ew! Lepaskan aku, Asshole!" Ya, Risyanya yang sarkastis dan menyebalkan sudah kembali menggantikan Risyanya yanh rapuh.

"Ugh, baiklah. Mungkin yang semalam bisa kita lanjutkan lain waktu." Daniel bangun dari kasur dengan malas lalu berjalan ke kamar mandi untuk bersiap-siap berangkat ke kantor.

"There will be no next time, Jerk!" Risya menatap punggung kokoh Daniel yang menjauh dengan tatapan yang sulit diartikan.

Risya masih terduduk di kasur dengan sejuta pikirannya. Ia benar-benar tidak habis pikir, kenapa kenangan lama yang menakutkan itu bisa datang lagi? Ia sudah mencoba menyembuhkan mentalnya tetapi kenapa ia masih takut untuk melakukannya?

Setidaknya ia tidak melakukan itu dengan Daniel. Ya, setidaknya itu sisi baiknya.

°°°

"Hi, Reana! Cepat bangun ya, aku disini sendirian. Kau tau? Orang yang menabrakmu benar-benar memporak-porandakan hidupku," gumam Risya kepada adiknya yang sedang koma karena kecelakaan kemarin.

Kata dokter yang menangani Reana, kerusakan beberapa organ tubuh yang disebabkan benturan kencang cukup parah. Tetapi pihak rumah sakit akan memberikan penanganan terbaik. Ya, penanganan terbaik itu karena Daniel. Risya benci mengakui itu.

Dering telfon membangunkan Risya dari lamunannya. Ia melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Daniel. Mau apa laki-laki itu menelfonnya siang hari begini?

"Kenapa kau tidak datang untuk photoshootmu?" Daniel setengah berteriak di ujung sana.

"Photoshoot apa? Jelas-jelas kau membuatku kehilangan pekerjaanku!" Risya balik meneriaki Daniel.

"Oh astaga aku lupa memberitahumu. Welcome to Prada, Miss!"

"Apa maksudmu, Daniel?"

"Sudah jelas bukan? Kau akan bekerja di Prada dan manager barumu, ku rasa ia tadi sudah menelfonmu." Ya benar, tadi ada nomor tak dikenal yang menghubungi Risya tetapi tidak ia angkat karena ia sibuk dengan Reana.

"Baiklah, Sweetheart, telfon managermu dan minta jadwalmu diurus ulang, Oke?"

"Bagaima-" ucapan Risya terpotong oleh Daniel.

"Kau sudah di ranjangku, ingat? Ini hadiah kecil dariku." Kata-kata Daniel benar-benar menusuk hati Risya. Apa dia pikir Risya adalah model rendahan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan pekerjaan berkelas?

"Aku bukan pelacurmu, Mr. Mahatta. Aku tidak butuh pekerjaan darimu," ucap Risya dengan geram.

"Oh ya? Let's see.." Dengan itu Daniel mematikan sambungan telfonnya. Oh betapa menyebalkan manusia yang satu ini!

Risya keluar dari kamar rawat inap Reana untuk menelfon manager barunya. Pada dering ketiga, sang manager pun mengangkat telfonnya.

"Selamat siang dengan-" Bodohnya Risya lupa menanyakan nama manager barunya ke Daniel.

"Oh, hi Risya! Aku sudah ditelfon Daniel tadi untuk mengganti jadwal photoshootmu menjadi besok pagi. Alamat akan aku kirim via SMS ya!" Jawab sang manager dengan sangat antusias. "By the way, namaku Remmy kalau kau belum tau."

"Okay, thank you, Remmy," ucap Risya dengan sopan lalu mematikan sambungan telfonnya.

Risya menghela nafasnya. Seharusnya ia senang bisa bekerja di Prada karena setelah ini ia pasti akan kebanjiran tawaran kerja. Tetapi kenapa ia malah merasa sedih? Sedih karena ia mendapatkan pekerjaan ini dengan... Ugh, memikirkannya saja Risya jijik.

°°°

Risya melihat jam di tangan kirinya, pukul sembilan malam. Daniel pasti sudah pulang. Ia mengetuk pintu cokelat di depannya. Tak lama kemudian, Daniel membukakan pintu itu dan menatap Risya heran.

"Apa?" Tanya Risya cuek.

"Sudah ku beri tau kan passcodenya? Kenapa masih mengetuk?"

"Entahlah, aku lelah," ucap Risya asal-asalan sambil berjalan memasuki kamar mereka.

"Mandilah, Sweetheart. Setelah itu aku tunggu di ruang makan." Daniel pun mengikuti Risya yang masuk ke dalam kamar.

"Aku sudah makan."

"No, kita tidak makan. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan."

"I'm tired, Daniel."

"Risya, jangan keras kepala."

"Kalau begitu sekarang sa-" ucapan Risya terpotong oleh Daniel.

"Mandi, Risya. Setelah itu aku tunggu di ruang makan," perintah Daniel tak terbantahkan. Risya hanya memutar kedua bola matanya dan masuk ke kamar mandi.

Selesai mandi dan berpakaian lengkap, Risya menghampiri Daniel yang sudah terduduk manis di ruang makan dengan segelas champagne di tangannya dan segelas susu cokelat di sebrangnya yang Risya yakin itu adalah untuknya.

Sungguh, jika hanya melihat dari minuman yang tersedia, setiap orang pasti berpikir Daniel adalah pedofilia gila yang menyukai anak-anak kecil. Risya tertawa dalam hati.

"Ini minumlah," ucap Daniel lembut ketika Risya sudah duduk di sebrangnya. Risya menghirup aroma susu cokelat itu, benar-benar luar biasa nikmat.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Daniel tau, ia benar-benar tau Risya bukanlah seseorang yang suka berbasa-basi.

"Sebenarnya aku ingin bertanya dan aku harap kau mau memberi tau kebenarannya."

"Aku tidak janji," jawab Risya sambil menegak susu cokelatnya.

"Apa hubunganmu dengan Sir Paul?" Sebuah pertanyaan sederhana yang membuat tenggorokan Risya tercekat dan wajahnya berubah menjadi sangat pucat. Tatapan Risya menjadi kosong, mentalnya belum benar-benar kuat untuk mendengar nama itu lagi.

"Jawab, Risya." Risya tetap bungkam. Menatap ke suatu titik yang tidak jelas. Jiwanya benar-benar hilang hanya karna sebuah nama.

5 Januari

MercyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang