|14| - So Many What ifs

8.1K 288 12
                                    

   Risya membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa berdenyut dan seluruh badannya terasa sakit bukan main. Ia bahkan tidak menyadari keberadaan Daniel di sebelah ranjangnya karena sibuk menahan rasa sakitnya.

   Menyadari Risya sudah sadar, Daniel langsung menekan tombol untuk memanggil dokter dan para suster yang akan mengecek keadaan Risya.

   "Kau butuh sesuatu?" Tanya Daniel lembut ketika melihat ekspresi kesakitan Risya.

   "Aku haus," jawab perempuan itu berbisik lemah.

   Daniel segera mengambil segelas air di atas meja dan membantu Risya bangun untuk meminum air tersebut. Setelah selesai, ia membantu Risya untuk kembali ke posisi tidurnya lagi.

   Setelah minum, Risya baru menyadari bahwa ia sekarang berada di rumah sakit. Ia tebak kamar ini sekelas VIP atau bahkan VVIP.

   "Kau tau aku sangat khawatir melihatmu saat itu," ucap Daniel meraih tangan Risya yang tidak tertancap selang infus lalu menciumnya cukup lama.

   "Jangan pernah menemui Sir Paul sendirian lagi, Risya." Daniel memperingati Risya dengan penuh ketegasan. Andai saja Daniel tau bahwa Risya diancam oleh Sir Paul, mungkin tidak akan semudah itu bagi Daniel untuk melarang Risya.

   "Tapi aku-" ucapan Risya terpotong karena dokter dan para suster yang menangani Risya sudah masuk ke dalam ruangan tempat Risya dirawat.

   Daniel segera menyingkir dari sisi ranjang agar dokter bisa memeriksa keadaan Risya.

   "Keadaanmu sudah membaik, Miss. Kau hanya perlu beristirahat sekitar satu bulan untuk memulihkan luka-luka yang cukup parah," ucap dokter itu lalu berbicara sebentar kepada Daniel di luar kamar rawat Risya.

   Saat kembali masuk ke dalam, Risya langsung bertanya perihal keadaan Reana kepada Daniel yang dijawab dengan sebuah kebohongan karena Daniel tidak berani mengambil resiko kalau kondisi Risya menjadi buruk.

   "Kondisi Reana semakin membaik, Risya. Kau tak perlu cemas. Khawatirkan saja kesehatanmu dulu." Daniel hanya tidak mengerti mengapa kondisi Reana yang tadinya terus membaik tiba-tiba saja menjadi memburuk perlahan-lahan. Ia takut jika terjadi sesuatu, ia adalah orang pertama yang akan disalahkan oleh Risya.

   "Aku akan ke kantor karena ada meeting penting, aku akan kembali nanti sore. Jangan membuat onar saat aku tidak bersamamu, oke?"

   Risya tersenyum sedikit, "humormu jelek, Mahatta."

   ***

   Sudah seminggu sejak Risya keluar dari rumah sakit dan menjalankan satu bulan istirahatnya di apartemen Daniel. Dokter bilang keadaannya sudah sehat hanya saja luka-lukanya ada yang belum sembuh dan kadang menimbulkan rasa sakit apabila disentuh sedikit.

   Selama seminggu itu, Risya merasa keadaannya benar-benar sudah sembuh total. Ia benar-benar bosan dengan tingkah Daniel yang terlalu berlebihan menganggapnya seperti orang sakit keras. Melarang ini melarang itu, padahal, jelas-jelas ia sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa.

   Tapi hari ini, ia benar-benar merasa seluruh tubuhnya tidak seperti biasanya. Perutnya mual sejak bangun tidur dan kepalanya pusing luar biasa. Segala yang ia lihat berbayang-bayang seperti kamera yang lambat memproyeksikan objek yang ingin di foto.

   Setelah seribu kali meyakinkan Daniel bahwa ia hanya masuk angin biasa, akhirnya laki-laki itu baru mau berangkat ke kantornya dan meninggalkan Risya sendirian.

   Risya sudah meminum obat pereda pusing dan obat maag yang ia pikir dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi obat-obat ringan itu tidak memberi efek sama sekali.

   Apakah mungkin ia hamil?

   Tidak.. tidak.. tidak.. tidak mungkin. Ia dan Daniel hanya pernah sekali melakukannya, tidak mungkin ia langsung mengandung kan?

   Tapi apa salahnya membuktikan bahwa ia tidak hamil? Maka perempuan itu segera pergi ke toko obat di lantai dasar apartemennya dan membeli 2 buah test pack dengan merk berbeda.

   Setelah menjalankan prosedur penggunaan test pack, kini Risya hanya bisa menunggu sekitar 10 menit sampai hasilnya keluar.

   Mulutnya terus bergerak untuk memanjatkan doa agar pemikiran negatifnya ini ternyata salah. Agar ia tidak hamil. Agar ia tidak mengandung benih si Iblis itu. Agar hidupnya tidak akan lebih terikat lagi dengan Daniel.

   Tapi takdir memiliki cerita sendiri untuk Risya. Kedua test pack itu menunjukkan bahwa ia positif hamil. Hamil anak Daniel.

   "Shit shit shit!" Risya melempar kedua test pack itu ke arah cermin dan menjambak rambutnya sendiri sampai ia terduduk di pojok kamar mandi.

   Hal-hal negatif lainnya perlahan-lahan mulai memasuki kepalanya dan membuat Risya semakin pusing.

   Tanpa sadar ia mulai menangis. What if this gets worst? Bagaimana kalau Sir Paul semakin menggila mengetahui bahwa ia hamil?

   Bagaimana jika Daniel tidak menginginkan anak ini?

   Dan, bagaimana jika ia yang tidak menginginkan anak ini?

31 Juli

MercyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang