|13| - Vow

7K 270 4
                                    

Ini sudah tendangan ke tiga belas dan Risya yakin, satu kekerasan fisik lagi dan ia akan pingsan. Ia tidak kuat lagi. Darah segar keluar dari mulutnya, kulit badannya lebam-lebam, dan tulang rusuknya seperti sudah patah karena menerima tendangan bertubi-tubi dari Sir Paul.

Laki-laki itu mengangkat tubuh Risya dan memaksanya berdiri. Alhasil, kunci mobil dari saku celananya jatuh ke lantai berlapis karpet halus tersebut.

"Kau datang kesini dengan mobil milih bedebah itu, Risya? Apa kau bodoh?!" Sebuah tamparan mendarat lagi di pipi kirinya yang sudah membengkak.

"APA KAU BODOH, RISYA?!" Ia berteriak tepat di telinga Risya membuat telinga perempuan itu tambah berdengung setelah beberapa tamparan.

"Ia pasti telah menuju kesini untuk menyelamatkanmu, bukan begitu? He is your knight in shining armor, right? Hahaha."

°°°

Daniel berjalan cepat menuju ke meja repsesionis hotel bintang lima di New York tersebut dengan langkah tergesa-gesa dan khawatir. Ya, ia sangat khawatir dengan Risya karena perempuan itu tiba-tiba saja menggunakan mobilnya untuk pergi ke hotel ini.

Tebakannya Risya sedang menemui Sir Paul. Tapi untuk apa? Bukankah urusan mereka sudah selesai?

"Kamar atas nama Sir Paul McTaggerd?" tanya Daniel tegas.

Resepsionis itupun menyebutkan deretan angka yang merupakan nomor kamar tempat Sir Paul bermalam. Tanpa pikir panjang, Daniel segera berlari menuju kamar Sir Paul.

Tanpa mengetuk, ia langsung membuka kenop pintu yang ternyata tidak terkunci itu.

Apa yang ada di hadapannya membuat murka Daniel seketika meledak. Ia yakin ia akan membunuh Sir Paul tepat pada saat ia bertemu dengan bajingan tua bangka itu.

Ia segera berlari ke arah ranjang berukuran king size itu dan tatapannya melembut ketika bertemu dengan kedua mata biru Risya.

"Apa yang telah ia lakukan?" Katanya setengah berbisik sambil membelai pipi Risya pelan, takut ia malah tambah melukai perempuan itu.

Sir Paul benar-benar manusia paling tidak bermoral di muka bumi ini. Ia bahkan tega menyakiti wanita sampai setengah mati dan meninggalkannya begitu saja. Membuat perempuan di hadapannya seperti sampah yang tidak berharga sama sekali.

"Jangan pernah ikut campur masalah ini, Daniel, ia tidak akan suka-"

"Kau takut padanya? Kau pikir dia siapa, Risya?!" Suara Daniel meninggi. Mengapa ia masih bisa-bisanya membela Sir Paul di saat ia telah disiksa sedemikian rupa oleh tua bangka itu?!

"Kau yang tidak tau siapa dia." Risya menggigit bibir bawahnya agar ia tidak menangis. Tapi usahanya sia-sia karena pada akhirnya, air mata tetap berjatuhan melalui matanya.

Daniel langsung menggendong Risya dan berniat membawa perempuan keras kepala itu ke rumah sakit. Suara Risya sudah selemah itu dan ia masih tetap sanggup berdebat dengan Daniel? Yang benar saja.

Risya menggantungkan kedua lengannya di leher daniel yang menggendongnya seperti menggendong bayi besar dan menangis di dada kokoh pria itu.

"Ini menyakitkan sekali," ucapnya berbisik lemah dan putus asa, berharap Daniel tidak mendengar keluhannya.

"Aku tau." Daniel mempercepat langkahnya mengetahui bahwa perempuan di dekapannya kesakitan tetapi terlalu gengsi untuk menunjukkan rasa sakitnya yang Daniel yakin luar biasa itu.

"Dengarkan aku, Risya, aku akan membunuh bajingan itu pada detik aku menatap wajahnya." Itu bukan hanya sebuah kalimat omong kosong, itu adalah sumpah Daniel kepada wanita yang sepertinya mulai ia sayangi.


11 Juli

MercyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang