Kami sedang mendengar celoteh Petir ketika Embun datang. Aku sedikit merasa aneh ketika ada pada diriku kekaguman sekelebat saat melihat wanita ini. Matanya yang hijau tampak selaras dengan wajahnya yang lembut. Bibirnya selalu terlihat ramah, dan tubuhnya; meski hanya memakai kaos yang digulung sampai bahu, wanita yang kini menatapku terlihat sangat anggun.
"Tuh Embun" celetuk Petir "dari tadi sibuk nanyai" katanya lagi"Embun" tangannya merentang ramah "Namaku Embun" katanya lagi sebelum aku sadar diriku cukup lama hanya mematung dan menatapnya "Bulan" kusambut tangannya cepat.
Embun menyalami yang lainnya, sampai aku sadar dia melewatkan tangan Guntur yang kini pura-pura menggaruk. Keduanya terlihat benar-benar tidak akur ketika Embun memilih berhimpit-himpitan di antara Rinai dan aku ketimbang duduk di sisi Guntur yang kosong. Lagi, Guntur terlihat sangat lucu ketika kembali bergeser.
"Embun, kupikir tidak ada seorangpun dari kami yang bisa sebaik kamu menjelaskan apa itu TOP" Rinai membuka percakapan. Embun mengernyitkan dahi. Ia melihat sekitar, lalu tersenyum ketika melihat salah satu lukisan dari kisi tirai.
"Kau sudah melihat lukisan-lukisan di pintu masuk, Bul?" Matanya semakin menggemaskan ketika dia tertawa "Bul atau Lan?""Sekenamu saja"
"Ya, benar" kini ia berdiri "Bulan lebih baik" sambungnya.
Sebelum ke tirai, ia berhenti sejenak di meja yang hanya ada gelas dan ceret."Mana yang membuatmu terkesan?" Kini Embun menyibakkan tirai
"5 balita itu" kataku cepat
"Tentu, seharusnya aku tidak perlu bertanya" Embun terlihat sedikit kecewa dengan pilihanku, sebab artinya ia harus menceritakan tentang pelukisnya. "Salah satu teman kita" ia hanya menunjuk Guntur dengan mulutnya yang dimancungkan "ia bermimpi 5 balita kembar yang sangat mencintai hujan. Kau tahu apa yang menyedihkan dari balita-balita itu? kelimanya akan mati ketika terkena hujan. Teman kita itu berulang-ulang memimpikan mereka, katanya lagi balita-balita itu selalu muncul saat hujan, dengan harapan membantu dia melukis kelima balita tersebut sambil bermain hujan" Embun
"Ayolah" Guntur terlihat tak bisa menahan kecewanya "kita sudahi kemarahan ini"
Embun memasang wajah tidak peduli "lantas terbentuklah TOP ini berkat satu teman kita, Hujan namanya"
"Hujan?" Tentu aku bingung "bukankah Guntur yang melukisnya?""Teman kita yang pandai melukis tersebut, tidak sepandai itu di dunia nyata" Embun sedikit melirik Guntur saat mengatakannya
"Hujanlah yang menggagas terbentuknya TOP ini. Hari itu Hujan menganggap balita-balita itu adalah kami, orang-orang yang sangat mencintai hujan, namun tidak bisa bersentuhan"
"Kalian tidak bisa terkena hujan?" Aku semakin bersemangat "kupikir hanya aku yang begitu""Aku akan kaku sekujur tubuh, hanya bisa bernafas" Petir seperti merasakannya sekarang
"Kepalaku akan sangat berat, sakit sekali" Kini Rinai
"Aku..
"Kesimpulannya, kau salah perihal hanya kau yang tidak bisa terkena hujan, Bulan" Guntur kini menghembuskan nafasnya dalam sekali saat Embun memotong curhatannya."Jadi" kataku "apakah Hujan akan datang hari ini?"
Semua tidak menjawab sampai aku mengulangi sekali lagi"Hujan sudah tiada" Guntur tiba-tiba menengadah "Wanita yang malang"
Aku kini hanya bisa menahan pertanyaan selanjutnya ketika keempat orang ini tiba-tiba sangat meratap. Aku ikut-ikutan diam dan mengutuk diri berulang kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemeluk Hujan
Teen Fiction[SEDANG DALAM PROSES LANJUTAN] Barangkali sama dengan kisah-kisah mendung lainnya, tapi apa yang salah dengan hujan? . "hujan datanglah kapan-kapan, kasihani keringku yang sering" Kata Hujan sebelum pergi, dan berjanji tidak kembali. . Kisah orang-o...