Too Late

71 18 24
                                    

Title : Too Late
Genre : sad, family.
Rating : 12+
Author : Rickjelfan
Disclaimer : plot is belong to me. Don't forget to give votes, and good comments^^ happy reading~

.

Tangan kita saling mengenggam, tanpa tahu kapan kehidupan akan memisahkan kita kapan saja.

Bibir kita saling tersenyum, tanpa tahu kapan tangis kesakitan akan menimpa tanpa belas.

Kita saling percaya, tanpa tahu kalau kepercayaan adalah senjata paling menyakitkan yang pernah ada.

***

Jembatan, di bawah jutaan gemercik api kecil dari kembang api yang terbakar di langit, Andy dan Mandy−adiknya−berdiri mendongak ke atas. Mata mereka sama-sama memandang binar pada gemerlap kembang api berwarna warni yang menyelimuti langit di malam hari itu. 

Andy, Sang Kakak. Ia mengenggam jemari adiknya dengan erat sambil merangkulnya, mengusap rambut ikalnya yang tak lagi terasa lembut−karna telah lama tak terurus−dengan sayang. Bocah berumur dua belas tahun itu tersenyum, meskipun mungkin kehidupan berat akan menyapanya esok hari.

Bahagia menyelimuti hatinya ketika adik kecilnya yang berumur delapan tahun, melompat-lompat kesenangan menikmati momen pergantian tahun yang telah lama mereka nantikan.

Namun di antara kebahagiaan itu, hatinya tiba-tiba merasa sakit ketika mengingat hal yang ia harus lakukan setelah ini, demi kehidupan layak adiknya.

Ia harus menyerahkan adiknya. Demi tuhan ia tak 'kan rela berpisah sedetikpun dengan Mandy.

"Kakak, kalo udah gede, kita bakal ke sini lagi, 'kan?"

Andy tersentak dari alam bawah sadarnya, dan mendapati adiknya bertanya sambil menatapnya penuh harap. Ia balik menatap dalam wajah adiknya; mengingat setiap inci wajah, juga senyuman adiknya yang tertawa manis−yang mungkin esok tak 'kan bisa ia lihat lagi−dengan hati tersayat.

"Mandy, dengerin kakak ya," katanya. Andy merapihkan belahan rambut poni adiknya yang menutupi sebagian wajah, kemudian menangkup pipinya. "Kalo jauh dari kakak, jangan nakal ya? Kakak bakal selalu di sini. Nungguin kamu buat nikmatin kembang api bareng-bareng lagi."

"Mandy gamau jauh dari kakak. Kakak gaboleh pergi," kata Mandy sambil terisak. Gadis kecil itu mengusap-usap matanya sambil memeluk Andy erat.

"Mandy, dengerin kakak! Kamu gaboleh nakal. Gaboleh jahat sama orang. Gaboleh makan jamur ya−hks, g-ga boleh makan sembarangan lagi, g-ga boleh-"

"Kakak kenapa ngomong begitu ke Mandy? Mandy gamau pisah sama Kakak. Kakak jahat!"

Andy menghela nafas, kemudian menghapus air matanya yang telah bercucuran mengaliri pipinya. Wajah tampannya tampak bersinar walau hanya tertimpa cahaya dari kembang api yang melayang di langit. Kemudian anak lelaki itu mencium kening adiknya lamat. "Kamu gaboleh lupa sama kakak."

"Nggak!! Kakak! Mau kemana!"

Andy berjalan menjauh, kedua orangtua asuh Mandy telah menggendong Mandy yang masih menjerit sambil menangis meneriakkan namanya. Hatinya sakit tiap kali mendengar suara Mandy. Apakah keputusannya sudah benar? Apakah dengan melepaskan Mandy, gadis kecil itu akan hidup layak, dan bahagia?

Tanpa ia di sisinya?

Tidak, keputusannya sudah benar.

***

Jembatan itu masih terlihat sama dengan sepuluh tahun yang lalu. Airnya masih keruh, pedagang kaki lima masih banyak berceceran di setiap pinggirnya, hanya ada beberapa kendaraan yang lusuh lewat.

Mandy, gadis cantik itu menyempatkan diri untuk berdiri selama empat puluh lima menit, waktu yang sama ketika Andy berdiri bersamanya di sana, menikmati jutaan kembang api berterbangan di langit yang indah.

"Non, siapa ya? Kok dari tadi diri diem aja? Nanti kakinya sakit loh." Seorang wanita tua menegurnya. Pakaiannya begitu berdebu, dan usang. Wanita tua itu memberikannya sebuah kursi yang semula ia duduki.

"Eh, nggak usah Bu," tolak Mandy. Gadis delapan belas tahun itu tersenyum manis, kemudian pergi berjalan menjauh meninggalkan jembatan itu menuju mobilnya. Nanti malam, waktu yang pas untuk bertemu kembali dengan kakaknya yang jahat itu.

Ah, Mandy sudah tidak sabar!

***

Malam ini, langit masih gemerlap. Gemerlap yang sama seperti kala itu. Mata Mandy masih sama berbinarnya dengan waktu itu ketika jutaan kembang api di langit itu, menyapa matanya di setiap mata menatap.

Tapi, bukan ini yang ia tunggu. Matanya menelisik di antara banyaknya orang yang berteriak gembira menumpah ruahkan kebahagiaan di hati mereka. Ia mencari sosok kakak yang jadi panutannya, sekaligus orangtua baginya di sana.

Hatinya yang semulanya bergembira tak sabar, perlahan-lahan mencelos ketika ia menemukan kehampaan di sana. Sudah hampir dua jam ia di sana, dan ia masih belum menemukan kakaknya, padahal jembatan semakin sepi.

Setetes air mata mencelos dari balik mata teduhnya, hatinya perlahan sakit, rasa rindu yang ia simpan sejak lama, semakin menghujam jantungnya.

"Mandy ?"

Mata Mandy perlahan membuka lebar.

"Bener, Mandy ya?"

Mandy menatap heran lelaki yang kini berada di hadapannya. Dia bukanlah Andy yang ia cari.

"Andy nunggu kamu dari lama."

"Kamu siapa? Mana Andy?"

Lelaki itu tampak menghela nafas, kemudian menatap Mandy dengan wajah tak terbaca.

"Andy meninggal dua bulan yang lalu karena kanker. Dia nunggu kamu balik, dan selalu nunggu di sini setiap malam tahun baru. Tapi kamu nggak pernah dateng."

Dunia Mandy terasa runtuh. Tembok kokoh yang selalu ia pasang di hadapannya, hancur tak bersisa. Kehampaan menyapanya. Hatinya mencelos, dan sakit tak terhingga.

Ia kira, Andy tak mau melihatnya.

Ia kira, Andy benci padanya.

Ia kira, Andy akan berada di sini, sekarang, bersamanya.

Semua memang hanya perkiraannya saja, karena kini sudah terlambat untuk sekedar mengatakan selamat tinggal.

Andy yang jahat, telah meninggalkannya untuk selama-lamanya.

End

First gue mau bilang kalo ini karya pertama gue pake nama OC semua :v biasanya anon atau idol. Azek.

Second gue mau bilang kalo ide cerita ini dri pengalaman gue liat kembang api di jembatan bareng doi ;v

Third gue mau bilang gue sayang kalian :v hahaha

[Jan] FireworksWhere stories live. Discover now