Firework

20 13 4
                                    

Nisa | Firework | Januari | jabajwo

Apa yang kalian pikirkan tentang tahun baru? Menyenangkan bukan? Berkumpul bersama keluarga sambil makan steak atau jagung bakar, meniup terompet, dan meledakkan kembang api.  Bahan berdaya ledak rendah piroteknik itu adalah benda yang wajib ada setiap tahun dalam perayaan tahun baru.

Benda yang dibuat dengan berbagai bahan kimia seperti boron, lithium, dan magnesium itu juga ada pada perayaan hari-hari besar seperti lebaran.

Tapi bagiku, kembang api adalah benda yang harus kuhindari. Sering kali saat kembang api meletus ke udara dengan indahnya, aku seperti melihat dia. Di atas sana. Dengan seringai jahatnya. Ia melayang beberapa detik dan kemudian menghilang wujudnya seperti kapur barus yang menyublim.

Barangkali itu hanya imajinasiku. Mataku minus dan aku tak pernah melihat langit dengan kacamata rabun jauhku. 

Pertama kali aku melihat sosok itu saat umurku sebelas tahun. Waktu itu mama mengajakku melihat kembang api bersama. Aku dengan sukarela dan senyum semringah tentu saja menurut. Aku menarik tangan mama ke tempat yang lebih tinggi supaya bisa sekalian mengabadikan momen yang menurutku langka itu.

Saat kameraku mengambil gambar cahaya warna-warni itu, saat itulah sosok itu muncul di dalam lensa kameraku. Sosok dengan rambut keriting dan wajah tirus. Ia menyeringai dan menunjukkan gigi-giginya yang kuat. Aku refleks berteriak dan melempar kameraku. Sosok itu telah hilang. Pemandangan cahaya kembang api yang bersanding dengan cahaya bintang gemintang menyapa netraku.

Dan tadi aku ingat aku pergi bersama mama. Tapi, aku melihat sekeliling dan tak menemukan mama di mana pun. Aku mulai panik dan berlari turun dari situ. Saat aku sampai di depan rumahku, mama ada di sana. Celangak-celinguk mencari sesuatu. Saat melihatku, ia segera berlari dan bertanya ke mana saja diriku. Aku bingung. Jadi, kalau mama masih di sini, lalu tangan siapa pula yang kutarik tadi? Bulu kudukku meremang. Aku melihat sekeliling. Jalanan gelap. Memperburuk suasana. 

Mama menarik tanganku dan membawaku tepat di bawah kembang api yang meletus di langit. Aku masih takut. Tapi kuberanikan diriku sekadar mengintip ke atas lewat jemari tanganku. Saat aku mengintip, langit gelap yang tadinya dipenuhi cahaya kembang api langsung digantikan oleh bintang gemintang. Serta sinar bulan yang indah. Aku mengernyit. Kembali menjelajahi dengan mataku.

Rasi bintang terbentuk dengan rapi. Di langit utara, rasi bintang membentuk seorang pria tinggi kurus. Di langit selatan, rasi bintang membentuk seorang gadis muda dengan rambut indah yang dibiarkan tergerai serta memakai kacamata.

Aku memicingkan mata. Melihat lebih saksama. Hei! Rasi bintang itu mirip denganku! Tapi, laki-laki itu siapa?

Aku kembali melihat ke utara. Rasi bintang laki-laki itu sekarang seolah sedang berjalan ke arah si gadis. Ia menyeringai dan mencoba meraih lengan si gadis. Si gadis terlihat ketakutan dan berlari. Tapi, gerakannya tertahan karena si pria mencekal tangannya. Ia kemudian menarik si gadis mendekat dan rasi bintang itu hilang seketika. Menyisakan langit bersih dengan bulan yang kini bersinar lebih terang. Dan seakan tersenyum ke arahku.

"DIVA!"

Aku tersadar oleh teriakan mama. Kembang api itu malapetaka bagi kami. Secercah apinya mengenai atap rumah kami. Membuatnya hangus. Merambat ke dinding. Mama segera berteriak meminta pertolongan di tengah ingar-bingar para tetangga yang tampak sedang melihat keindahan warna kembang api itu.

Tetangga kami langsung membawa air dan menyiram rumah kami. Beruntung rumah kami tidak terbakar semuanya. Hanya sedikit. Mama menelepon Ayah yang sedang dinas ke luar kota.

Setiap pengujung tahun, aku selalu merasakan keanehan. Entah aku merasa ada yang memerhatikan atau barang-barang yang sebelum kusentuh sudah bergerak sendiri mendekatiku.

Di ulang tahunku yang kelima belas, Mama dan Ayah memberikan kado yang sangat besar. Aku tak sabaran membukanya.

"Semoga kamu suka hadiah kami ya, Va." Ayah tersenyum lebar. Diikuti Mama yang juga tersenyum di sebelahnya.

Tahun baru tepat dua bulan setelah ulang tahunku. Kali ini aku ditemani Ayah dan Mama. Walau aku masih takut, tapi aku mencoba melawannya.

Dalam hitungan detik, kembang api memecah kesunyian malam. Mama dan Ayah berseru-seru dan bilang ini pesta kembang api termegah yang pernah ada.

Aku ikut mendongak. Cantik. Aku iseng menutupi wajahku. Langit gelap gulita. Tak ada bulan maupun bintang. 

"Hai, Diva." sebuah suara mengagetkanku.

Sosok tinggi kurus yang sering kulihat kini ada di depanku. Ia menyeringai dan meraih tanganku.

Aku pikir ini imajinasi. Aku langsung menurunkan tangan. Tapi, aku tetap ada di sini. Aku panik dan berlari. 

Ayah! Mama ! Kalian di mana?

[Jan] FireworksWhere stories live. Discover now