Dibawah naungan sinar matahari Jakarta yang selalu panas, ke 7 cewe ini dengan antusiasnya masih mengikuti segala perintah dari kakak ospek. Ya gini, saking senangnya mereka diterima di Universitas favorit. Yang lagi nyapu dan ngepel namaya Bella sama Arnia. Yang lagi pijitin kakak ospek namanya Tiara. Yang lagi ngelap jendela ada Olivia dan Ambiya. Yang hormat ke bendera adalah Rama. Satu lagi, yang minum es teh itu Cahya
"eh Ar, lo gak ngrasa capek gitu?" tanya Bella. Arnia hanya menggendikkan bahunya "capek sih, tapi seneng aja"
"lo sih mental babu" cibir Bella senang.
"enak aja!" tukas Arnia, "lo sendiri ngapain betah-betah disini?"
Lalu Bella menunjuk pada suatu arah "itu.." ia tak sanggup menahan senyumnya "mereka yang buat gue betah disini"
7 pria berbadan tegap berjalan bak di catwalk, wajah yang mumpuni dan juga tajir. Sekilas saja orang-orang pasti tahu. Para pemuda itu menghampiri seorang gadis. Dengan satu lelaki berbadan tinggi yang memimpin di depan dan diikuti keenam lainnya
Tiara yang sedang pijit-pijit pun menyadari akan hal itu . "pssst" bisiknya pada Rama yang masih hormat pada tiang bendera.
"apa?" tanya Rama berbisik. Lalu Tiara mengendikkan dagunya ke arah Cahya. Olivia dan Ambiya pun sepertinya menyadari hal itu karena mereka langsung mendekat dan melihat bersama-sama bagai tontonan gratis
"Gue yakin pasti salah satu dari mereka bakal ngajak Cahya kenalan" kata Olivia pasti
"gue berani taruhan buat itu" lanjut Ambiya
"lagian kan Cahya cantik, pinter lagi. Pasti bakal banyak yang deketin dia" kata Tiara yang telah sepenuhnya berhenti mijit. "dek? Siapa suruh berhenti?" ucap kakak ospek gembul yang rada sewot "eh? Iya kak sori"
"eh bicik lo pada" Rama bersungut "udah deh pada diem, kita lihat aja apa yang bakal terjadi"
Dari kejauhan mereka melihat gerombolan itu yang makin mendekati Cahya, semakin dekat dan semakin dekat. Namun sepertinya gadis itu masih asik dengan es tehnya karena ia pun masih setia menscroll layar iphone nya kesana kemari
Jarak beberapa meter, mereka terdiam. Hanya salah seorang dari mereka yang mendekat, sangat dekat sampai sepatu Cahya mengenai ujung sepatu lelaki itu, ia membungkukkan badannya sampai wajahya setara dengan Cahya yang bahkan tak menyadari eksistensinya. Perlahan Cahya merasakan hawa manusia juga, ia mendongak, lalu tatapannya bertemu dengan iris kembar milik lelaki itu, dan...
Cahya menyembur muka lelaki itu dengan es teh
"yaaah!" para penonton kecewa, lalu tepuk dahi masing-masing "gue gak tahu Cahya begitu gobloknya"
"e buset disembur gitu, udah mirip patung singa di Singapura" tambah yang lain
Sementara Cahya yang menutup mulutnya karena kaget pun masih tak bisa berkata-kata. Mau bagaimana? Mau dilap pake kaosnya? Mau minta maaf? Lah kan siapa juga yang salah? Begitu pikir Cahya
Keenam lainnya pun membelalakkan mata dan tak ada yang tertawa satupun, bagaikan penghinaan yang amat teramat dalam, salah satu dari mereka tak terima dan maju
"eh lo gila ya!" ucap pemuda itu mengepalkan tangannya, sementara Cahya yang masih shock tak bisa apa-apa. "ma..maaf.." ucapnya lirih
"maaf lo kata! Wah nih anak baru bener-bener" lelaki itu menghela napas "enaknya diapain nih bocah"
Lalu salah seorang maju lagi dan menenangkan temannya "udah Su, udah, kasian, dia kan cewe" ucapnya sabar. "maaf ya dek, ini tempat kumpul kita, tadi dia awalnya mau minta kamu pergi tapi kamu malah sembur dia" kata lelaki itu pada Cahya
Mereka yang menonton (temennya Cahya) pun merasa harus turun tangan. Dengan membawa sapu, pel, ember bahkan cangkul, mereka datang, ke 7 cowo itu mau tak mau juga kaget, kok nih cewe-cewe bikin keder juga, begitu pikir mereka
"ada apa nih?" sulut Bella
"oh jadi ini temen-temen lu?" ucap salah satu cowo dengan dingin "kampungan ya. Ahahaha"
"eh, bacot lu" teriak Arnia pada lelaki itu "lo kampungan! Dekil! Dasar-"
"udah Ar" tahan Bella "duh gue jadi pengen tahu nih anak-anak sok banget, situ dari kayangan mas?"
"jangan nglunjak ya dek, kami udah ngomong baik-baik" ucap lelaki yang sedari tadi berwelas asih sabar menghadapi mereka "kita bisa main kasar juga"
"duh main kasar, banci ya maaaaas" sulut Tiara lagi "sini deh kalo sama cowo letoy kek kalian pasti juga menang banyak"
"siapa yang lo katain banci? Gue tulen! Dasar bego!" teriak seseorang yang tadi dipanggil Su
"halah lu bantet diem, cerewetnya mas, rombeng deh maju sini" Tiara tertawa dengan bangganya "Liv, lu kan yang bisa Taekwondo, lu dong sini yang maju" katanya tanpa malu-malu
"siapa yang lo katain bantet ha!" ucap salah satu bantet yang lain "dasar cewe nistaahh"
"nista?" Ucap Olivia tak terima "coba deh lu kesini, gue monyongin bibir lu biar makin ganteng, sini ayo" lanjutnya
"bentar deh" sela Ambiya "lo Kijin kan? Fakultas kedokteran?"
Lelaki itu tersenyum sombong, "iya, kenapa?"
"ya ampun!" Ambiya ngakak "lo kemarin yang pas sepeda santai pake baju kebalik itu kan" ia tertawa lagi "malu-maluin tau gak sih"
"diem ya lo!" lelaki itu tampak emosi dan mengepalkan tangannya sementara Ambiya masih asik dengan tawanya sendiri "bego, ada ya orang begitu" ucapnya setengah tertawa
Lalu bagai adegan di film-film laga yang dilambatkan, mereka bertatapan, mengumpulkan semua tekad yang ada dan memusatkan semua pikiran. Saat aba-aba "yaaaaaa" mereka pun menghambur, ada yang menarik-narik kaos, menjambak rambut, jewer-jeweran bahkan tendang-tendangan. Saat semuanya hanyut dalam irama pertempuran, hanya ada dua orang ini yang masih berdiri di tempat masing-masing
Lelaki itu tertawa sinis "kenapa?"
"gue gak suka tatapan lo, merendahkan" ucap Rama
"oh ya? Lelaki itu masih tertawa lagi "bukannya kalian emang rendahan?"
"gue heran ya, berapa tahun sih sekolah? Kalo sekolah mulutnya diajak dong"
"lo itu anak baru. Tau posisi lah, dasar. Gue dan temen-temen gue disini punya kasta tinggi" ia tersenyum dingin "lo tau dia?" ia menunjuk salah satu temannya yang sedang dijewer-jewer "dia cucu yang punya kuasa terbesar disini, gue gak yakin setelah kejadian ini kalian masih ada di sini atau gak"
"oh ya? Gue gak takut! Dasar anak mama!"
"cih! Dasar sampah" desis lelaki itu
Lalu dengan langkah cepat Rama mendekati lelaki itu dan menjotos wajahnya, dan ia terhuyung, mengelap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah
"gue emang gak suka main kasar" senyum Rama "tapi kalo cowo tengil kek lo emang perlu dijotos mulutnya sekali kali, biar tau gimana cara ngomong sama cewe"
Lalu sebagai respect pada musuh, Rama mengulurkan tangannya untuk membantu lelaki itu berdiri "ayo gue bantu" katanya
Dengan senyum kedendaman yang masih tersungging, lelaki itu menepis tangan Rama "gausah sok baik!" iya bersulut "jangan pernah sentuh gue karena mulai sekarang kita musuh besar, lo dan temen-temen lo serta gue dan temen-temen gue sekarang rival abadi. Gue gak akan buat hidup lo enak selama masih disini! Camkan omongan gue!"
................
KAMU SEDANG MEMBACA
BANGTAN KEKINIAN
ФанфикAda sisi manusia yang kadang gak lo mengerti. Ada beberapa aspek kehidupan yang bahkan gak bisa terjangkau sama tangan manusia berkasta biasa. Namun terkadang dewa pun bisa punya sisi gelapnya, sedih, pun mencinta. Seperti halnya kami, sesempurna ap...