Dear Radit,
Kamu tahu kenapa aku manggil kamu pake sebutan Komandan? Karena kamu itu kuat. Kamu selalu nguatin aku, selalu ngesupport aku, gimanapun kondisi kamu. Kamu tahu, sebenernya aku masih nggak percaya kalo kamu ninggalin aku secepet ini. Singkat banget Tuhan kasih kita wakut buat bareng. Tapi gapapa, kamu tetep jadi komandan aku kok. Aku tetep sayang kamu. I LOVE YOU KOMANDAN RADITKU.Tanganku berhenti menari diatas kertas putih ini bertepatan dengan kemunculan bulan dari tempat persembunyiannya untuk menggantikan matahari. Aku menopang daguku menatap keluar jendela, kearah jalan raya yang masih saja ramai walau senja telah datang. Entahlah, sejak kejadian itu, aku lebih sering menghabiskan waktuku disini, disebuah kedai kopi kecil yang ada di sisi jalan raya. Jam telah menunjukkan pukul 17.00, aku segera memasukkan buku bersampul pink dan pena berwarna senada kedalam sling bag yang kubawa. Setelah kurasa tak ada barang yang akan tertinggal, aku segera beranjak dari tempat dudukku, berjalan menuju kasir dan membayar coffe late yang telah tandas masuk kedalam tenggorokanku.
Aku berjalan perlahan dengan tangan yang ku masukkan ke kantong jaket dengan harapan dapat mengurangi rasa dingin yang dikarenakan hembusan angin malam. Sesekali aku bersenandung kecil agar perjalananku tidak terasa sepi. Tiba-tiba, kakiku berhenti dipelataran toko alat musik. Sontak pandanganku mengarah kepada apa yang dipajang dibalik kaca transparan itu. Gitar. Ya, sebuah gitar. Hanya sebuah gitar. Namun dapat membekukanku, dapat membuatku terpaku selama beberapa detik sebelum buliran bening jatuh membasahi pipiku. Pandanganku terasa buram karena tertutup oleh buliran bening yang menggenang di kelopak mataku. Yang perlahan jatuh membasahi pipi dan terus turun kedagu, menetes membasahi jaket yang ku kenakan.
Gitar. Satu benda yang dapat mengingatkanku dengannya. Dengan dia yang selama beberapa bulan terakhir menyemangati setiap hari yang aku jalani. Aku kembali melangkahkan kakiku perlahan. Meninggalkan pelataran toko yang membuatku kembali mengenangnya. Dengan kasar aku menghapus air mata yang terus mengalir membasahi pipiku. Kupercepat langkahku menyusuri jalan yang kini mulai sepi. Semakin cepat aku berjalan, semakin jelas bayangnya hadir dalam benakku. Aku kembali memelankan jalanku, namun kini yang tergambar jelas di memoriku adalah suaranya. Aku berhenti sejenak, menghela nafas berat dan kembali melangkah dengan kecepatan penuh. Tak ku pedulikan air mata yang menetes karena gambaran wajahnya yang menari dalam benakku. Yang terpenting aku harus segera sampai kerumah dan mengistirahatkan tubuhku.
Sesampainya dirumah, aku segera berlari menuju kamarku dilantai dua. Tak ku pedulikan panggilan ibuku dan tatapan aneh dari kakakku. Setelah sampai di kamar, aku langsung merebahkan tubuhku di atas ranjang queen size ku. Ku biarkan air mata mengalir dengan derasnya membasahi pipiku. Menyampaikan kerinduan yang tak pernah ada batasnya kepada dia. Dia yang selalu hadir dalam setiap curahan hatiku. Setelah setengah jam aku berada diposisi itu, mataku mulai memberat semua tampak samar dan akhirnya gelap.
Aku terbangun dari tidurku ketika jam menunjukkan angka 04.30. segera ku singkirkan rasa malas yang menempel di pelupuk mataku. Aku bangkit dari tempat tidurku dan baru menyadari satu hal. Aku tidur menggunakan baju yang sama dengan yang aku kenakan kemarin malam. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi padaku malam itu. Namun semua tampak buram. Tak jelas sedikitpun. Tak perduli dengan apa yang terjadi, aku bergegas mengambil handuk untuk mandi dan berwudhu, lalu melaksanakan kewajibanku sebagai seorang Muslimah. Usai melaksanakan kewajibanku, aku menuju meja rias dan lemari pakaianku. Mencari pakaian apa yang hendak aku kenakan hari ini. Setelah semua beres, aku beranjak keluar dari kamar. Berjalan menuruni tangga menuju meja makan.
“Selamat Pagi, Bu” sapaku.
“Pagi, sayang. Kamu kuliah hari ini?” tanya ibuku
“Hemm,” aku menggumam pelan lalu mengambil roti yang telah dilapisi selai oleh ibuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Komandan
RandomKita tidak pernah tahu, kapan cinta akan datang, dan kapan dia akan pergi. Kita pun tak dapat mencegah kedatangan dan kepergiannya. Namun kita dapat melakukan yang terbaik untuknya saat dia masih bersama kita