A/N : sebelum anda membaca part ini, dimohon anda mengerti bahwa ini FIKSI! Dan jika anda sudah mengerti, maka baca part ini dengan serius karena ini klimaksnya.
•••
Mereka berempat langsung keluar dari gerbang sekolah. Anehnya, kok penjaga sekolahnya tidak berada di tempat?. Sepertinya, 3 anak itu sudah tahu kebiasaan penjaga sekolah mereka maka mereka memanfaatkan ini untuk melakukan perbuatan terlarang ini.
Sesaat setelah mereka keluar, kuikuti terus langkah mereka. Mereka berempat berjalan dengan santainya seakan bolos pelajaran itu tidak apa-apa. Dan kulihat mereka berhenti didepan rumah.
Rumah tersebut tidaklah megah maupun mewah. Bisa dibilang itu seperti rumah biasa yang orang umum tempati. Namun mereka berempat masuk begitu aja dan salah satu anak laki-laki itu yang kesannya seperti preman itu mengetuk pintu.
Dia mengetuk pintu dua kali dan satu orang pria keluar membawa sesuatu yang bentuknya kotak sebanyak dua buah ditangannya.
''Nih obatnya. Kirim ke jalan Rave No.XX dan jalan Prime No.X'' Setelah dia memberi instruksi itu dan memberi obatnya, dia menutup pintunya.
Aku sempat memfotonya saat dia keluar dan memberi barang. Dan untungnya wajah anak-anak itu tidak terkena dan hanya tangannya saja. Aku yang mengikuti mereka daritadi tidak mengikutinya lagi. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, aku menelepon HP Reza.
*RING* *RING* *RING*
'Halo?' Jawab Reza.
'Reza, kamu sekarang bilang ke mereka bahwa kamu disuruh orangtuamu pulang. Dan kali ini, Percayalah pada kakak!' Kataku.
''Baiklah, kak. Dah!'' Jawab Reza.
Reza menghela nafas dan melihat ke wajah *teman* nya dan bilang kalau dia disuruh pulang. Awalnya mereka tidak percaya. Dalam hati aku berdoa kalau mereka percaya pada ucapan Reza.
Dan ketika beberapa saat, akhirnya mereka percaya. Aku yang disitu pun menghela nafas besar karena ini adalah rencana yang tidak boleh gagal apapun alasannya.
Reza pun berlari pulang dan *teman* nya melanjutkan apa yang disuruh orang itu. Aku yang mengikuti dari belakang pun juga menyusulnya pulang. Dalam hati lagi aku berpikir semoga rencana selanjutnya berhasil, dan tidak ada intervensi dari luar.
Di rumah, aku melihat Reza yang menangis di kursi sambil menggunakan tangannya untuk mengusap air matanya. Hatiku merasa sakit karena membuat adikku melakukan sesuatu yang dilarang oleh orangtuaku.
Rasa sakit dari penindasan yang dilakukan si bully serta rasa bersalah karena tidak menaati peraturan mungkin telah membuatnya down. Aku pun bertanya kepada adikku. Walaupun kesannya bodoh namun aku tetap menanyakannya.
''Apa kau tidak apa-apa, Reza?'' Aku melihatnya berdiri dan dia menjawab.
Aku pun langsung memeluknya dan dia menangis dengan keras.
Setelah beberapa saat, kurasakan nafasnya menjadi pelan dan kulihat dia, ternyata dia tertidur. Aku pun tersenyum kecil dan lalu berpikir selanjutnya akan kubereskan masalah ini, Reza. Serahkan pada kakak!
•••
Esoknya, Reza aku suruh untuk tidak masuk hari ini dan dia mengangguk saja. Aku langsung pergi pada saat biasanya Reza berangkat sekolah dan melakukan rencanaku.
Rasa takut kegagalan serta rasa ingin melindungi Reza bercampur jadi satu. Baru pertama kali ini aku merasakan hal seperti ini. Hal seperti ini baru aku rasakan sekarang dan rasanya beda sekali saat ujian di universitasku namun aku tidak boleh gentar karena aku yakin semua pasti berjalan lancar jika kita tidak ragu akan keputusan kita.
Sesaat aku sampai di depan rumah pria tadi, aku langsung mengetuk pintunya dua kali. Dia membuka lebar dan dia bertanya.
''Kamu siapa?''
''Aku ingin berbicara kepada anda mengenai sesuatu, bolehkah saya masuk?'' Aku tersenyum sambil mempertahankan poker face ku. Dia yang awalnya ragu-ragu pun langsung membolehkanku masuk. Saat aku sudah masuk, dia melihat luar rumah sebelum menutup pintu.
Aku pun dipersilahkan duduk dan dia yang memulai pertanyaan.
''Ada keperluan apa anda kesini?''
''Saya ingin anda menyerahkan diri ke polisi tentang anda yang menjual obat-obatan terlarang.''
Dia awalnya terkejut dan melihatku apakah aku bluffing atau tidak. Namun aku yang sedari tadi memasang poker face membuat dia yakin.
''Apakah ada buktinya? Nyonya muda, sebelum anda mengancamku, anda harus mempunyai bukti dan juga--''
''Saya punya bukti dan saya siap melaporkan polisi jika anda menolak sesaat setelah saya keluar dari rumah ini.''
Dia awalnya menunjukkan ketakutannya namun dia tiba-tiba tersenyum kecil. Entah karena dia berusaha agar ketakutannya tidak ketahuan atau berusaha agar tidak terprovokasi. Aku tidak tahu tapi yang pasti aku harus menekannya agar sesuai dengan rencanaku.
Aku tahu bahwa jika aku melaporkan ke polisi, baik Reza dan 3 bully itu akan dimasukkan dinas sosial dan diberi bimbingan entah untuk berapa lama. Ini adalah skenario terburuk yang akan terjadi jika ini gagal. Maka dari itu, aku tidak boleh gagal.
''Bagaimana jika aku membunuhmu sebelum anda melapor? Apakah--''
''Saya sudah tahu jika ini adalah rencana anda untuk membungkam saya tapi saya juga punya teman yang akan melapor sesaat setelah anda membunuh saya. Maka dari itu, untuk kebaikan 3 anak itu, dengan sangat hormat saya minta anda untuk menyerahkan diri,'' Aku pun mulai mengeluarkan air mataku untuk meluluhkan hati orang ini sesuai rencanaku.
''Apa anda tidak kasihan jika 3 anak itu akan mempunyai masa lalu yang kelam gara-gara perbuatan anda?'' Wajahnya menunjukkan ekspresi bersalah. Yang berarti rencanaku berhasil.
''Baiklah. Aku akan menyerahkan diri.''
''Semoga anda diampuni oleh tuhan karena anda menyadari kesalahan anda.'' Lalu aku meninggalkannya.
•••
Beberapa hari kemudian, kabar tentang orang bunuh diri di rumah yang aku datangi kemarin pun tersebar di media massa. Aku yang lagi duduk santai pun menyalakan televisi karena bosan.
[Telah ditemukan seorang yang bunuh diri pada siang hari ini. Dari penyelidikan polisi, dapat diketahui kalau dia adalah seorang duda yang baru saja cerai tahun lalu. Dan diketahui juga kalau dia adalah pembuat obat-obatan terlarang dan secara diam-diam mengedarkannya. Dan sekarang polisi masih menyelidiki lebih lanjut tentang hal ini--]
Aku melihat Reza bangun sambil mengusap matanya lalu kumatikan televisinya sebelum Reza ingat lagi tentang hal ini.
•••
A/N : akhirnya part 6 selesai. Sebelum part 7 atau ending, saya hanya ingin bilang minta maaf karena part ini terkesan dipercepat dan kurang greget gimana gitu. Dan bagi kalian yang masih mengikuti ini, kuucapkan terima kasih dan mohon menunggu untuk part 7 untuk endingnya. (Don't forget to vote and comment ya :D)
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflection
General FictionReza adalah anak yang mengidap sindrom 'Empathy Overlimit Syndrome'. Sindrom ini dapat membuat kita merasakan sesuatu yang dirasakan orang lain. Sindrom ini tidak dapat disembuhkan sehingga membuat orangtuanya bingung harus bagaimana. Namun ketika m...