Prolog

876 61 24
                                    

Semarang,  23.00 wib

Penolakan Vania untuk kesekian kalinya semakin membuat Evan kacau. Namun semua itu tidak membuat Evan berhenti mencintainya. Meski kenyataan memang menyentaknya, namun ...  

Penolakan bukanlah akhir segalanya, gumam Evan dalam hati.

Malam ini  entah sudah berapa botol vodca yang ditenggaknya untuk mengaliri dan menghangatkan kerongkongannya. Hingga tiba pada tegukan terakhir, ia mulai kehilangan akal sehatnya. Lama-kelamaan Evan semakin terombang-ambing dalam nikmatnya candu hingga lenyap sudah segala duka dan lara yang dideritanya beberapa waktu lalu.

Di saat Evan hendak melangkah ke toilet, tiba-tiba ia mendengar teriakan minta tolong. Ia melihat seorang wanita yang berusaha melepaskan diri dari cengkraman seorang lelaki. Tanpa berpikir panjang, ia berjalan menghampiri  mereka.


"Hei! Lepaskan tangan kotormu dari wanita itu," teriak  Evan pada si pria. 

Mendengar teriakan itu, laki-laki tersebut menoleh, terlihat rahangnya mengeras pertanda ia marah.

"Apa urusanmu dengan wanita ini?" ujar si laki-laki.  

Merasa tegurannya dihiraukan saat melihat tangan lelaki itu masih belum lepas dari tubuh sang wanita, Evan berjalan mendekat. Jantungnya berdetak tak beraturan akibat menahan emosi. Evan mulai melangkah, bergerak perlahan namun terlihat seperti serigala yang sedang mengincar seekor domba jantan.

Melihat gelagat yang terpancar dari aura Evan, laki-laki itu mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri.

"Jangan bergerak! Atau aku akan membunuh wanita sialan ini," ancam lelaki itu kepada Evan.

Evan berhenti sejenak, ia melirik sebentar  wanita di depannya. Wajah wanita itu begitu pucat. Tapi terdapat sedikit binar gairah pada tatapan matanya.

Terlihat sang wanita berusaha menelan ludahnya dengan susah payah. Dan rasa ketakutan pun mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Ok, lepaskan wanita itu," ujar Evan sembari mengacungkan jarinya ke arah wanita yang disandera itu.

Namun bukannya melepaskan si wanita, pria tersebut semakin mengetatkan cengkaraman tangannya di leher wanita muda tersebut. Evan merasa geram, ia melangkah gontai berusaha mengumpulkan tenaga dan memfokuskan pandangannya. Ia melangkah maju lalu dengan tiba-tiba ia memukul laki-laki itu tepat di wajahnya.

BUK !! 

Dalam sekali hantam, suara bogem mentah yang dilayangkan Evan tepat mengenai muka lelaki itu.

"Sialan ... " ujarnya lirih sembari mengusap bekas tinju Evan.

Tak selang berapa lama kemudian, terjadilah perkelahian antara Evan dan si pria. Keadaan club malam menjadi ricuh akibat ulah mereka. Sementara wanita yang ditolong itu, tubuhnya membeku ketakutan melihat perkelahian dua orang lelaki yang tak dikenalnya. Tubuhnya semakin menggigil,  wajah polosnya menjadi pucat pasi.

Pertengkaran mereka berdua berhenti setelah petugas keamanan club malam datang melerai. Dengan sisa tenaga yang Evan punya, ia berusaha mencari wanita penyebab perkelahiannya malam itu. Beruntung ia menemukannya sedang duduk menangis  sambil memeluk kakinya sendiri. 

Tak kuasa menahan iba, Evan mendekat dan  memeluknya. Ia berusaha untuk  menenangkan wanita itu dari rasa  ketakutan yang  menderanya. Namun semakin ia menenangkannya, semakin hasrat mendamba sentuhan intim, bergelora di tubuh Evan. Dan tanpa dinyana, gayung pun bersambut. Indahnya dunia menjadi milik mereka malam itu. 

★★★

Hotel Grancandi, 08.00 wib

Keesokan harinya di kamar bernuansa putih, Evan terbangun dari tidurnya dengan kondisi mual dan pusing. Ia terjaga setelah mendengar isak tangis seseorang. Evan berusaha menormalkan pandangannya. Bagai sebuah tamparan keras, ia terperanjat saat mendapati dirinya terbangun tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh kekarnya. Dan di sampingnya telah berbaring seorang  wanita mungil yang meringkuk seperti janin dan sedang menangis, juga tanpa busana seperti dirinya.  

Ia melirik wanita itu.  Dan betapa kagetnya ia saat menyadari siapa wanita tersebut. Perasaan cemas dan berkecamuk menghinggapinya saat menyadari apa yang telah ia lakukan semalam dengan perempuan yang tak pernah diharapkannya itu.

Saat perasaan Evan masih campur-aduk, tiba-tiba ranjang di sampingnya bergerak. Wanita itu pelan-pelan bangun dan mengambil selimut tebal menutupi tubuhnya yang polos. Ia berjalan memunguti bajunya yang berceceran di segala penjuru kamar hotel.  Sesekali ia melirik Evan yang duduk termenung di tepi ranjang sembari mengusap wajahnya.

Perasaan wanita itu begitu hancur menyadari apa yang terjadi. Ia mendapati dirinya satu kamar dengan pria yang tak seharusnya. Ia mengutuk dirinya sendiri. Entah berapa gelas yang diteguknya semalam hingga membuatnya harus kehilangan kehormatan yang ia jaga selama dua puluh tiga tahun.

Saat ia hendak melangkah ke kamar mandi, sebuah suara mengghentikannya.

"Aku mau bicara padamu, " ujar Evan dengan dengan nada ketus. 

Wanita itu hanya diam sembari menunggu apa yang akan dikatakan si pria padanya.

"Anggap saja kita tak pernah melakukan apa pun semalam. Jika kamu hamil, gugurkan! Jangan sampai seorang pun tahu peristiwa ini!" tegas Evan tanpa perasaan terhadap wanita itu. 

PLAK! 

Sebuah tamparan keras mendarat mulus di pipi Evan. Ia kaget. Dengan mata melotot, ia menatap si wanita. Tak terima atas apa yang dilakukan wanita itu padanya.

"Apa? Kamu mau menamparku balik? Lelaki brengsek. Aku akan balas perbuatanmu. Jangan harap, kamu akan hidup tenang setelah ini!" ancam wanita itu sebelum ia melangkah pergi.


★★★★

TBC GUYS
Jangan lupa tinggalkan krisannya.
Dari EYD, kalimat nggak efektif atau lainnya.

Makasih

Salam cinta

Akang Evan >< Neng Annica

Mocisa

From Baby to LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang