Kau Remukkanku

34 8 1
                                    

Namanya Reynero Pradika. Mahasiswa semester lima, jurusan seni rupa. Rambutnya gondrong. Berkumis tebal yang bersaing dengan sepasang alisnya. Kami sangat dekat bagaikan api dan asap. Ke mana pun selalu bersama, kecuali mandi tentunya.

Dia selalu peduli. Rey selalu perhatian. Mahasiswa dari Fakultas Seni itu tak pernah membiarkanku sendiri. Tak pernah memberi celah untuk sesuatu yang liar membutakanku. Jangankan membutakan, menyelusup masuk, ah, lewat saja tak dibiarkannya. "Woy! Lu ngelamun ya?" sapanya ketika matahari bersembunyi di balik awan. Suasana tampak dan terasa teduh hari itu. "Sekali lagi gue lihat lu ngelamun, gue bakar semua cerita-cerita lu!" ancamnya seraya memainkan tangan seperti mewanti-wanti.

Rey duduk di sisi. Menemaniku yang sudah hampir berdebu di serambi Fakultas Keguruan. "Nuduh terus! Siapa coba yang ngelamun?"

"Elah, udah ketangkep basah, ngelesnya nggak jago pula," jemawanya seakan benar-benar tahu jika aku berbohong. "Gini, ya, Seyara Finanti. Kita udah lama kenal. Gue tahu, lu tuh cewek kayak apa, sukanya apa, tipe cowok kayak apa, dan all about you ... I'm understanding. Termasuk ...."

Apa? Termasuk apa, Rey? Jangan bilang—

"Tipe cowok yang lo suka." Untung, ucapannya meleset dari apa yang sedang kupikirkan. Semoga, semoga ia tidak tahu apa yang sesungguhnya sedang terbesit dalam otakku. "Kayak gue, kan?" Tebakannya pas. Tepat menusuk ulu hati. Rey, apa kamu juga tahu kalau aku ....

"Ngaku lo! Lo suka sama Perdi, kan? Ah, lu kira gue nggak tau?" Kali ini, tebakannya meleset jauh! Ciri-ciri Ferdino memang sebelas dua belas dengannya. Hanya saja namanya bukan Ferdi. Tapi, sosok yang berada di sampingku kini. "Eh, gue mau kasih sesuatulah buat lo." Rey meraba saku celana seperti mencari-cari sesuatu. Apa? Rey akan memberiku apa?

Rey menyodorkan ponselnya. Aku pun menerimanya dengan senang hati dan tidak sabar atas apa yang akan diberitahukannya melalui benda itu. "Cantik, kan? Cocok, kan? Sebenernya, gue udah lama sih pengen ngasih lo ini. Sekitar ... enam bulan yang lalu. Waktu itu masih anget banget."

Kautahu, saat ini, dunia ini terasa merobohkan diri padaku. Membuatku tersungkur, sesak napas, bahkan kehilangan pegangan.

"Anget, baru jadian." Mendengar kalimat sederhana yang bermakna 'mewah' itu, membuatku langsung berdiri dan meninggalkannya. Persetan dengan ponselnya yang kujatuhkan tadi.

Rey, seorang yang selalu kubanggakan dalam hati, bisa setega itu.

Rey, seorang lelaki yang berhasil menyelusupkan sesuatu ke dalam hati, tega meremukkanku dalam hitungan detik.

Terima kasih.

Terima kasih untuk sesuatu yang menyesakkan ini. Terima kasih, Rey!

The Way We TryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang