Rintikkan hujan yang mulai terdengar tak membuat wanita dengan rambut yang terkucir itu beranjak dari tempatnya, melainkan dia berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah rintikan hujan itu. Merasakan dinginnya setiap tetesan hujan, dan mengingat kenangan tentang dirinya, dan seseorang yang masih ada dalam hatinya saat ini.
Erlangga.
Cowok yang masih ada di hatinya, masih menghantui mimpinya, dan masih yang ia rindukan hingga saat ini. Rasa ini semakin lama semakin besar, terlebih lagi saat musim hujan ini, membuat kenangan itu semakin menguat. Kenangan di mana dia pertama kali bertemu dengan Erlangga.
Dia masih mengingat bagaimana dia, dengan bodohnya, memukul kepala Erlangga dengan tas karena mengira cowok itu orang jahat. Jangan salahkan dia. Salahkan lampu yang ada di halte pemberentian bus yang mulai redup dan malam yang mulai datang, hingga dia tidak bisa melihat wajah Erlangga secara jelas.
Mengingat bagaimana cowok itu menggerutu sambil memandangnya sebal, dia geli sendiri. Ah, dia benar-benar merindukan cowok itu. Rindu akan semua sikapnya, perhatiannya, tingkah konyolnya, semua yang dimiliki oleh cowok itu dia merindukannya.
Tingkah yang konyol saat selalu membuat dia tertawa saat dia sedih, perhatian yang dia berikan saat dia sakit, membuat debaran jantungnya semakin tak menentu. Erlangga, dia bertemu dengan cowok itu saat langit menangis seperti saat ini. Laki-laki yang tanpa harus berpikir pandang untuk memintanya menjadi sahabat cowok itu. Bukan memperkenalkan diri seperti orang lain lakukan, melainkan langsung memintanya dengan paksa dia untuk menjadi sahabat Erlangga, di depan banyak orang.
Dia sekadar mengetahui Erlangga dari nama. Hanya bisa menatap cowok itu bingung. Siapa yang tidak bingung jika kita sedang memakan pisang goreng, tiba-tiba didatangi dan memintanya paksa untuk menjadi sahabat dia? Mana cowok itu mengatakannya di bawah hujan, sedangkan dia ada di depan toko gorengan. Bisa dibayangkan bingungnya. Dan yang hanya bisa dia lakukan hanyalah mengangguk, kemudian senyum lebar terpampang jelas di wajah Erlangga. Dia masih mengingat dengan jelas ekspresi Erlangga waktu itu, dan membuat dia mau tak mau ikut tersenyum.
Sejak itulah dia dan Erlangga bersahabat. Menjalin hubungan yang menurutnya sangat berharga. Wanita itu memundur beberapa langkah, saat hujan seemakin deras.
"Aduh, maaf ya." Wanita itu membungkuk sambil menyingkir sedikit, karena dia tidak sengaja menabrak orang yang ada dibelakangnya.
"Kalau aku nggak mau maafin gimana?"
Wanita itu terdiam sebentar, jantungnya berdebar, perlahan tapi pasti dia mendongak, dan matanya melebar saat melihat siapa yang ada di depannya dengan senyuman yang masih sama seperti dulu.
"Erlangga?"
Senyum Erlangga semakin lebar. "Iya, ini aku. Aku merindukanmu, Rindu." Erlangga menarik Rindu dalam pelukannya, memberikan kecupan pada puncak kepala Rindu, tanpa perduli beberapa pasang mata menoleh ke arahnya.
"Aku juga kangen banget sama kamu." Rindu menenggelamkan kepalanya di dada Erlangga. "Kamu tahu dari mana aku disini?"
"Tanya sama Mama." Erlangga melepaskan pelukannya, membuat Rindu merengut tak rela kalau pelukan itu terlepas. "Entar aku peluk lagi, sekarang kamu pake jaketnya. Heran deh, tunangan aku satu ini susah banget dibilangin." Erlangga memakaikan jaket yang sengaja dia bawa saat tahu Rindu sedang keluar. Tunangannya itu selalu tidak membawa jaket, dan malah sengaja mendekatkan diri di bawah hujan.
Rindu nyengir. Iya sekarang hubungan dia dengan Erlangga bukan hanya sekedar sahabat, tapi tunangan. Dia masih tidak menyangka bahwa Erlangga dan dia akan bertunangan seperti sekarang ini. "Aku 'kan seneng hujan, kamu tahu."
Erlangga menghela napas, tapi senyum kecil muncul di bibirnya. "Aku tahu kok tahu banget malah. Tapi lain kali bawa jaket ya, Sayang."
Rindu mengangguk sambil tersenyum lebar. Dia sangat senang saat Erlangga memanggilnya dengan kata sayang. Dia memeluk Erlangga erat, membuat Erlangga yang awalnya kaget lantas membalas pelukannya.
"Cie yang kangen banget sama aku, sampe meluk gini," goda Erlangga.
"Diemin sih, kamu tunangan aku ini. Aku kangen tahu kangen banget, kamu sih kelamaan perginya."
"Iya. Ini terakhir aku pergi, dan aku akan pergi saat kita udah menikah beberap minggu lagi." Rindu melerai pelukannya memandang Erlangga. "Kita akan menikah beberapa minggu lagi, mau atau nggak?"
Perasaan Rindu sudah tak bisa terlukiskan lagi. Matanya sudah berair, dan dia hanya bisa mengatakan. "Dasar." Rindu kembali memeluk Erlangga dengan erat. Dia bahagia, sangat bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way We Try
RandomMencoba membuat cerita yang antimainstream. Eh ternyata malah gagal. Akhirnya buku ini jadi seonggok buku percobaan yang gagal. Kalo jelek sih tolong dimaklumin, namanya juga percobaan. Challenge 3 WOW [Reborn] : The Way We Try [[Lapak The Way We T...