Pagi itu suasana di asrama tampak lebih sepi dari biasanya. Musim semi telah tiba membuat udara terasa lebih dingin disertai angin-angin yang berhembus tenang membuat anak-anak yang tinggal di asrama itu makin terlelap dalam tidurnya yang nyenyak sebelum suara bel lonceng asrama yang memekakan telinga itu membuat seantero murid asrama itu terlonjak bangun dan berteriak frustasi karena tidur mereka yang terganggu,begitupun dengan Justin.
Justin menutup rapat telinganya dengan bantal agar suara mengerikan itu tidak menembus dan menulikan telinganya.
5 menit kemudian,suara bell neraka itu berhenti.
Justin baru saja bernapas lega dan hendak memejamkan matanya lagi ketika ia merasakan bantalnya ditarik paksa oleh seseorang.
Masih setengah terpejam, Justin menggeram marah pada makhluk apapun yang mengganggu tidurnya itu.
Ia bangun dan baru hendak melayangkan sebuah pukulan pada siapapun yang mengganggu tidur paginya itu,sebelum kemudian gerakannya terhenti seketika saat melihat siapa yang berdiri dihadapannya itu. Berdiri dengan tampang polos tak berdosa seakan hal yang dilakukannya barusan itu adalah hal yang sangat lazim.
"Jason?" Justin menatap pria dihadapannya itu tak percaya.
"Ya,Justin." balas pria itu sambil tersenyum simpul kemudian mata pria yang Justin panggil Jason itu bergerak mengamati kamar yang baru Justin tempati beberapa hari ini sebelum akhirnya Jason berjalan mengitari kamar asrama Justin sambil memasang pandangan menilai.
" Kamar ini tidak terlalu buruk untuk ukuran kamar asrama." gumam Jason sambil mengamati dinding-dinding kamar itu.
Justin masih memandang pria yang 2 tahun lebih tua darinya itu dengan tatapan bingung yang mendalam.Bagaimana mungkin pria itu bisa berada disini?
Di kamarnya?Kamar asrama yang ia tempati,maksudnya.
"Bagaimana kau bisa ada disini,kau kabur lagi Jaz?" tanya Justin sambil beranjak dari tempat tidurnya yang hangat itu.
Pria bernama Jason itu mengangkat sedikit ujung bibirnya kemudian mengangguk pelan tanpa mengalihkan perhatiannya dari dinding-dinding kamar asrama Justin yang tampak biasa saja.
"Kenapa?" tanya Justin sambil berjalan kearah Jason yang kini tengah berjalan kemudian berhenti didepan jendela kaca disamping balkon mini yang ada dikamarnya.
"Aku hanya ingin menemani sepupuku mendekam di penjara sialan ini,apa kau keberatan?" Jason menatap Justin yang kini tengah duduk di pinggir jendelanya itu dengan tatapan datar.
"Kau bercanda." decak Justin tak percaya.
Ia merasa geli mendengar pernyataan sepupu sekaligus sahabatnya itu yang terdengar mustahil karena setahu Justin,Jason tengah melanjutkan sekolah flimnya di New York. Karena ia sangat terobsesi menjadi seorang sutradara flim. Ia tak mungkin meninggalkan segala impiannya itu demi seorang Justin,ia pasti sudah gila.
"Aku serius mate."
"Benarkah?Lalu bagaimana dengan sekolah flimmu itu Jaz?Kau tak mungkin meninggalkan impianmu hanya demi menemaniku di asrama bodoh ini. Kau pasti sudah gila. "
"Persetan dengan semua itu Jus, aku sudah tidak tahu apakah aku masih punya impian itu atau tidak. Yang jelas,aku ingin dan akan tinggal disini mulai sekarang." ujar Jason masih memandang lurus kedepan.
"Apa terjadi sesuatu padamu Jaz?" tanya Justin khawatir.
Karena menurutnya ini sangat bukan sepupunya. Jason tidak mungkin meninggalkan impiannya hanya karena urusan sepele seperti ini.
"Ya, terjadi banyak hal padaku."
"Ada apa?" Justin menuntut penjelasan.
"Kau mulai terlihat seperti kekasihku sekarang Jus." Jason menyeringai membuat Justin tertawa lalu memukul lengan kekar sepupunya itu keras.
![](https://img.wattpad.com/cover/11388957-288-k762711.jpg)