PITA

208 11 0
                                    

Beberapa tahun lalu, saat aku masih SMP, rumah kosong di dekat rumahku ditinggali oleh seorang laki-laki bernama Tokuga. Dia berasal dari desa bernama Akohara yang bertekad untuk hidup di Tokyo. Karena sikapnya yang senang membantu dan senang bekerja keras—meski ia kadang sedikit tidak ramah, sehinggga banyak orang-orang di sekitar tempat tinggalku yang menyukainya.


Pada suatu hari, saat ia sedang berjalan-jalan di taman kota, ia menemukan seorang wanita cantik berambut gelap dan pendek—mengenakan penutup leher berwarna merah yang dikenakannya sebagai pita di leher. Awalnya mereka hanya saling duduk bersebelahan di kursi taman, tapi lama kelamaan keduanya menjadi akrab. Tokuga pun perlahan jatuh cinta pada sosok wanita yang dikenalnya itu.

Akhirnya ia mengetahui nama wanita itu, Yueshi—anak dari mendiang Kin-sama, seorang tuan tanah di tempat aku tinggal. Tidak lama mereka saling mengenal satu sama lain, Tokuga memutuskan untuk melamar Yueshi—yang dengan senang hati diterima oleh wanita itu.

Sebelum mereka resmi menikah, Yueshi memanggil suaminya—pria berkulit gelap dan berambut putih itu—untuk bicara berdua.

"Meski kita sudah menikah nanti, kuharap kau jangan pernah menanyakan alasanku selalu memakai pita ini di leher dan jangan sekalipun kau merasa penasaran karenanya."

Tokuga tertegun mendengar ucapan calon istrinya. Memang ia selalu melihat wanita itu mengenakan pita berwarna merah di lehernya dan tidak sekali pun berusaha untuk melepaskannya. Bahkan jika ia memakai pakaian yang warnanya mencolok, Yueshi tetap memakai pita berwarna merah itu di lehernya. Tapi karena rasa cintanya pada wanita itu, Tokuga menyanggupinya.

"Baiklah." kata Tokuga.

Merekapun akhirnya resmi menjadi suami istri. Awalnya Tokuga merasa bahagia sekali dengan pernikahannya bersama Yueshi, bahkan ia terlihat begitu memanjakan istrinya. Tapi setiap kali mereka berhubungan suami istri, Yueshi tak pernah sedetik pun melepaskan pita merah di lehernya atau pun saat wanita itu tidur.

Setiap kali rasa penasaran muncul di benak Tokuga, pria itu selalu menahannya. Apalagi saat ia dan Yueshi menantikan kelahiran anak pertama mereka.

Begitu anak laki-laki mereka lahir, pertanyaan muncul di pikiran Tokuga.

"Kenapa Yueshi tidak pernah sekali pun melepaskan pita merah itu dari lehernya?"

Setiap kali ia melihat istrinya mengenakan pita merah di lehernya saat mereka melakukan hubungan suami istri, Tokuga pasti bertanya, "Kenapa kau tidak pernah melepaskan pita di lehermu itu?"

Yueshi menatap suaminya, "Aku pernah bilang padamu untuk tidak menanyakan hal itu padaku saat kita menikah, Tokuga."

"Tapi, kita sudah menikah sekarang. Tak perlu ada rahasia di antara kita!"

Yueshi menghela napas, "Aku akan memberitahumu alasannya suatu saat nanti."

"Kapan?"

Yueshi tidak menjawab. Begitulah seterusnya, Tokuga terus menanyakan alasan istrinya mengenakan pita merah di lehernya setiap saat. Tetapi setiap kali ia bertanya, pasti dijawab oleh istrinya, 'Belum saatnya aku memberitahumu alasannya.'

Hingga suatu hari, Tokuga memutuskan untuk mencari sendiri rahasia di balik pita leher istrinya. Pada malam hari, saat istrinya terlelap, Tokuga diam-diam memperhatikannya. Ia menunggu beberapa saat hingga ia yakin istrinya sudah tertidur, lalu mengarahkan tangannya untuk menarik pita di leher Yueshi. Apakah istrinya itu memiliki sebuah luka mengerikan yang membuatnya selalu menutupi lehernya dengan pita?

Tokuga menarik pita tersebut dari leher istrinya. Ia melihat sebuah luka menganga di leher istrinya. Matanya terbelalak saat luka tersebut semakin memanjang di sekitar leher Yueshi, sebelum kemudian kepala wanita itu jatuh ke atas lantai, terpisah dari tubuhnya. Tokuga berteriak kaget sekaligus ketakutan melihat hal tersebut. Tapi hal yang membuatnya semakin ketakutan adalah saat mata dari kepala terputus Yueshi tiba-tiba terbelalak lebar, menatap ke arah Tokuga dengan tatapan marah.

"Kenapa kau malah mengambil pitanya? Kenapa kau melanggar janjimu padaku?"

***

CreepypizzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang