3 Suara

512 24 10
                                    

Sumber: Creepypasta Indonesia

Matahari tak juga terbit walau jam sudah menunjukkan angka sepuluh.

Andai aku berada di negeri dengan empat musim, hal ini tentu tak akan menjadi masalah. Namun posisiku sekarang ada di Indonesia, negara yang dilintasi jalur khatulistiwa. Dengan kata lain, tak ada musim dingin maupun musim panas di sini. Gerak matahari senantiasa teratur, terbit sekitar pukul enam pagi dan tenggelam di sore hari.

Jadi kenapa langit masih gelap gulita hingga saat ini?

Aku dan pegawai yang lain sepertinya sama-sama tak acuh. Kami semua berlanjut mengisi hari dengan kegiatan normal seakan tak ada apapun. Bunyi pita printer, serta derit mesin fax begitu riuh bersahutan di dalam kantor.

Kami saling bertanya, walau tentu saja tak ada jawaban memuaskan yang tercipta. Raut wajah cemas tentu saja terukir di wajah mereka. Sesekali aku menoleh keluar, mengharap kemunculan sang mentari yang absen dari biasanya.

Kulihat acara di televisi menyiarkan berbagai kehebohan. Kalau tak salah aku membaca headline news berisikan kemunculan benda raksasa dari di luar angkasa. Ukurannya begitu gigatis, hingga melebihi diameter sang rembulan. Permukaan benda itu bahkan sanggup menghalangi laju sinar sang surya, membuat pagi hari ini seakan masih ada di pertengahan malam.

Apa ini semacam serangan alien? Benak semua orang tentu saja semakin gundah, ketidakpastian menyerang sanubari siapapun yang ada di sana. Mereka tak fokus dalam bekerja.

Sebuah gemuruh hebat tiba-tiba terdengar entah dari mana, suaranya begitu nyaring hingga mengejutkan tiap insan yang ada. Aku menangkapnya seperti suara bunyi terompet raksasa. Gaungnya begitu keras hingga menggetarkan kaca ruangan, berlangsung begitu lama tanpa jeda di antaranya.

Orang-orang di sekelilingku berubah panik seraya lari berhamburan. Mereka keluar dari ruangan dengan wajah pucat tanpa rona kehidupan.

Ruangan besar yang kutinggali kini tak ubahnya seperti tempat pengungsian. Hiruk pikuk terjadi di mana-mana. Orang-orang sibuk dengan kepentingan masing-masing. Hal pertama yang mereka lakukan adalah menggapai telepon selular, lalu menghubungi kerabat terdekat.

Aku hidup sebatangkara, jadi aku melewatkan proses konfirmasi keselamatan anggota keluarga. Wajahku mengadah tinggi seraya bertumpu pada dinding kaca di pojok ruangan. Langit di atas sana begitu gelap, tak ada gemerlap bintang maupun kehadiran sang rembulan.

Kaca yang kupegang lambat laun terasa bergetar, tiap detik yang terlewatkan semakin menegaskan entakan di sana, mungkin resonasi suara keras di luarlah penyebabnya. Karena suara terompet dari langit itu terus bergema, seakan enggan untuk berhenti dari tugasnya.

Kututup dua telinga ini, seraya merintih menahan sakit serta ketakutan yang melanda. Butuh lama hingga akhirnya suara misterius itu mereda. Goncangan psikologis terlanjur dicipta, meneror siapapun yang mendengarnya.

Lorong di kantor begitu sesak dipenuhi mereka yang panik. Tangga darurat riuh diisi suara tangis dan pilu. Orang-orang terlihat begitu ketakutan. Jantungku berdetak tak beraturan, desiran di dada ini terasa menyakitkan.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Goncangan keras menyusul kemudian. Lampu penerangan berkedap kedip menambah horor proses pelarian. Suasana begitu mencekam, sesaat tadi telapak kakiku berpijak pada sesuatu yang empuk. Seseorang pasti terjungkal, lalu terinjak-injak tanpa ada yang sadar. Sungguh, aku bahkan tak bisa leluasa menggerakan lengan sendiri. Tubuhku terhimpit dalam kerumunan orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri.

Suara gemuruh terdengar semakin keras, bising kegaduhan tercipta di luar bangunan. Susah payah aku akhirnya berhasil keluar, hanya untuk disambut dengan pemandangan yang begitu menakutkan.

CreepypizzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang