Picture : Chaerin
*****
Setelah melalui perjalanan panjang yang membutuhkan telinga besi untuk mendengarkan penjelasan tentang lapisan bumi dan pergerakan lempeng, pelajaran geografi pun selesai.
Baru saja Zico melakukkan peregangan dengan menggerakkan kepalanya kekanan dan kekiri, seorang siswa datang menghampirinya dengan wajah tertunduk.
Zico mengalihkan pandangannya ke arah siswa tersebut. Dilihatnya Eric berdiri malu-malu.
Eric : E-emmm, Zico-
Zico : Weitzzz si OTAK! Ada apa, tak?
Eric : Ii-ituh tugas k-kita...
Zico : Tugas apa, tak?
Eric : Tugas makalah sejarah kita yang dikasih sama Bu Ana. Kapan kita mau kerjain sama-sama?
Zico : Kita? Loe gila? Kerjain aja sana sendiri! Kan loe otaknya...?
Eric : T-tapi kita kan sekelompok...
Zico : Karena itu loe harus bantuin kerjain punya gue. Kerjain sana sendiri!
Eric : Ummm t-tapi ka-katanya waktu itu kerja kelompok di rumah Chaerin. Ya sudah kalau begitu loe ngga ikut... ya...?
Mendengar hal itu Zico pun langsung berdiri merangkul pundak Eric, "Weitzz si OTAK satu ini...," sambil mengelus-elus kepala Eric penuh cinta, "Laen kali kalo loe ngga mau gue potong lidahnya, usahain kalo ngemeng langsung aja. Ngga usah setengah-setengah yaa, otakk."
Mendengar hal tersebut, nyali Eric langsung ciut, "I-i-iya."
"WOY MAPLE ASEM!"
Pandangan Chaerin lurus tertuju kepada Zico, "Please lah, ngga usah kayak anak kecil. Lepasin Eric sekarang juga!"
Zico pun tertawa, "Please lahh, apel tua. Gue lagi maen sama si Otak. Gue ngga bakal apa-apain dia kok! Gue kan sama si Otak temen akrab. Ya, kan?" Ujar Zico kembali mengelus kepala Eric.
Chaerin berjalan mendekat. Ia segera menjewer telinga Zico, menyeretnya keluar kelas hingga mau-tidak-mau Zico pun melepaskan tangannya dari kepala Eric.
Zico : OY OY OY Sakittt!
Chaerin tampaknya tidak perduli, ia masih menyeret Zico.
Disisi lain, Dara yang sudah sedari tadi menyaksikan, berjalan mengikuti mereka berdua dalam diam.
"Lepasin telinga gue sekarang," perintah Zico.
Tanpa menghiraukan semua itu, Chaerin masih berjalan sambil menjewer teliga Zico.
Tanpa ia duga, Zico menggenggam erat lengannya, memutarnya hingga jeweran Chaerin terlepas.
Hanya satu langkah, punggung Chaerin kini bersandar pada tembok terdekat.
Masih dengan genggaman pada lengan Chaerin, Zico mendekat. Mentiadakan jarak antara mereka.
Kini Chaerin terpojok antara Zico dan tembok yang ada dibelakangnya.
Chaerin : Loe ngapain??
Zico : Kan gue udah bilang lepasin. Loe ngga mau denger sihh..
Chaerin : Terus? Loe mau ngapain??
Zico mendekatkan wajahnya. Kini hanya tersisa beberapa inci, wajah mereka terlalu dekat.
Chaerin membelalakkan mata tidak percaya. Namun tampaknya kini ia terlalu shock hingga membuat otaknya beku seketika. Ia hanya berdiri membatu dihadapan Zico.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Mainstream
JugendliteraturSosoknya, wajahnya, Chaerin sudah lupa. Hanya pin bergambar sendal yang ia punya. Pin yang menghubungkannya dengan sang pujaan hati. Berhasilkah Chaerin menemukannya hanya dengan sebuah pin? Bagaimana jika ada pihak yang berusaha menghalanginya? Da...