Picture : Eric
*****
Setelah senam, murid-murid terbagi menjadi beberapa kelompok. Ada yang bermain basket, voli dan sepak bola. Kebanyakan siswi berkumpul disekitar lapangan sepak bola, apa lagi kalau bukan menyaksikan Zico dan Junior yang sedang mengoper bola disana. Mereka memang termasuk siswa populer di sekolah. Mark dan Jackson, sebenarnya kedua orang itu juga termasuk, namun sayangnya pelajaran olahraga biasa suka menggabungkan dua kelas, yang kebetulan adalah kelas dimana Zico dan Junior berada. Itulah mengapa Mark dan Jackson tidak ikut serta turun ke lapangan.Beberapa teriakan siswi lepas ketika Junior di tabrak seorang siswa hingga ia jatuh tersungkur di lapangan. Darah mengalir dari siku dan lututnya. Dengan cepat Zico berlari dan menarik ujung baju siswa yang baru saja menabrak Junior.
"Loe bosen hidup?" tergambar dengan jelas amarah memenuhi wajah Zico.
"G-gue ngga sengaja, sorry.."
"Sorry? Loe becanda?" dengan tertawa Junior menunjuk ke arah luka dimana darahnya mengalir.
"Sorry, gue minta maaf. G-gue ngga bermaksud-"
"Loe mau dimaafin? Well, harus ada yang loe korbankan," Zico mengepalkan tangannya bersiap untuk meluncurkan pukulan keras ke arah siswa tersebut.
"Jangan kayak anak kecil! Kan dia udah bilang ngga sengaja," dengan cepat Chaerin mendorong Zico.
Dengan tatapan marah bercampur kaget Zico tertawa, "loe ngga liat Junior? Dia berdarah, BER-DA-RAH."
"Terus? Loe mau ngapain? Pukul balik? Itu namanya kekanakan."
"Terus? Mau loe apa? Dia dilepasin gitu aja?"
"Iya"
"Ngga mau!"
"Mau!"
"Ngga!"
"Harus!"
"Ngga, ngga, ngga!!" Zico melipat tangannya didepan dada sambil memanyunkan bibir layaknya anak kecil yang dilarang bermain keluar oleh sang ibu. Melihat itu, teriakan para siswi lepas. Penampakan Zico yang seperti ini adalah pemandangan langka yang hanya bisa dilihat sekali seumur hidup menurut mereka.
"Loe ngga apa-apa? Mending loe sekarang ke UKS ngobatin luka loe itu," Dara tiba-tiba muncul menghampiri Junior.
"Ohh-ahh.. Iya iya.." Junior yang tadinya sedang dilanda amarah kini tiba-tiba saja jadi kikuk melihat Dara.
Zico menggelengkan kepalanya, melihat manusia satu itu yang lemah sekali terhadap wanita. Entah ide darimana tetapi yang jelas Zico sekarang menyinggungkan seulas senyum jahilanya, "Ayo kita taruhan. Kalo loe menang, gue maafin dia. Tapi kalo loe kalah, berarti loe harus tanggung konsekuensinya gantiin dia," tunjuknya kepada Chaerin.
"Oke! Siapa takut? Apa taruhannya?"
"Siapa yang paling cepet sampe ke lantai empat menang," Zico menunjuk lantai empat gedung sekolah mereka yang terkenal angker itu.
"Eh tapi loe aja belom bayar hutang loe ke gue. Kita lomba tulis cepat dan sampe sekarang loe gak traktir gue makan bakso. Masa sekarang loe ngajak lomba baru lagi? Bayar hutang semangkok bakso dulu!" protes Chaerin.
"Iya iya nanti. Ini kita taruhan yang baru lagi. Pokoknya kalo loe menang, gue maafin dia. Tapi kalo loe kalah, berarti loe harus tanggung konsekuensinya gantiin dia."
"Oke! Satu, dua, tiga, MULAI!!" dengan cepat Chaerin berlari menuju tangga, meninggalkan Zico yang masih belum siap.
"WOY!! CURANG!" ia berlari mengejar Chaerin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anti Mainstream
Novela JuvenilSosoknya, wajahnya, Chaerin sudah lupa. Hanya pin bergambar sendal yang ia punya. Pin yang menghubungkannya dengan sang pujaan hati. Berhasilkah Chaerin menemukannya hanya dengan sebuah pin? Bagaimana jika ada pihak yang berusaha menghalanginya? Da...