Waktu menunjukkan pukul 4 sore, dan aku masih setia dengan rajutanku. Sudah seminggu sejak kejadian terakhir, dan aku merasa bahagia sekarang. Kurasa kehidupan kami mulai menapaki babak baru.
Kami mulai mencoba mengerti satu sama lain, dan mengesampingkan ego masing-masing. Kami masih saling mencintai, dan itu cukup untuk mempertahankan kehidupan rumah tangga ini.
Ketika aku semakin terlarut dalam dunia ku, bel pintu berbunyi. Semoga saja itu suamiku, ia berjanji pulang cepat hari ini. Aku langsung berlari menuju pintu, berharap itu benar dirinya.
Cklek
"Tadaima," ujar seorang lelaki bersurai kuning cerah.
"Okaeri, Naruto-kun..." aku terseyum lebar menunjukkan betapa bahagianya aku ini.
"Kau ini sedang bahagia ya?" Celetuk pria itu dengan polos, ya ampun dia masih saja seperti itu.
"Humphh... Ya sudah mandi saja sana, aku akan siapkan makan malam," ujarku sambil menggembungkan pipi, sebal.
"Heii, jangan ngambek~" pria itu bukannya mandi tetapi malah mengikutiku seperti anak ayam.
"Naruto-kun! Mandi!" Ujarku tanpa menoleh dan tetap melangkah menuju dapur.
"Nanti saja. Kau kenapa ngambek Hinata?" Tolaknya tegas tetapi bertanya dengan lembut. Hhh... susah sekali memang kalau berdebat dengannya.
"Sudah mandi saja anata," balasku lagi sembari menyiapkan bahan-bahan dari kulkas.
"Tidak, jawab aku dulu." Titahnya. Yahh mulai lagi sifat 'tuan raja harus dituruti' nya. Tapi walaupun begitu aku senang karena dia berkata demikian sembari memelukku dari belakang.
"Naruto-kun, aku hanya mengambek karena kau tidak peka. Bukannya 'aksi' malah bertanya," jawabku tenang sembari berbalik menghadapnya.
"Ohh, kau tau kan kalau aku tidak suka 'kode', katakan saja dengan jelas." ujarnya tegas. Ini sudah biasa, sudah beribu kali aku mendengar ini.
"Tapi kali ini benar-benar tidak peka. Kau bahkan lupa..." aku berpura-pura berwajah sedih, yah setidaknya agar dia tidak marah.
"Memangnya ada apa?" Tuh kan dia benar-benar lupa, padahal baru saja kemarin aku ingatkan. Aku benar-benar butuh stok kesabaran yang banyak.
"Naruto-kun, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kita makanya kau pulang cepat. Dan sudah pasti aku bahagia, makanya kubilang kau tidak peka," aku mengucapkannya, sebenarnya lelah harus menjelaskannya lagi. Tapi mau bagaimana lagi, suamiku itu pelupa yang lebih akut daripada aku.
"Oh iya eheheheh," lagi-lagi dia hanya menanggapinya dengan cengiran lebar.
"Tuh kan," aku menggembungkan pipiku lagi dan memalingkan wajah ke samping.
Tanpa diduga dia menangkup kedua pipiku lalu mencium salah satu pipiku. Lalu dengan cepat wajahku menjadi merah seperti kepiting rebus.
"Tapi aku peka kok kalau kau sedang meminta sesuatu," ujarnya dengan nada jahil.
"A-aku ti-tidak minta apa-apa kok!" Aku berbicara terbata-bata saking nervous nya.
"Ah, kau minta 'itu' kan? Tenang saja nanti malam aku kasih kok," ujarnya sambil mengedipkan sebelah mata.
"Mou! Su-sudah mandi sana!" Balasku sambil mendorongnya menuju kamar.
"Hahaha iya iya anata, aku mandi, mandiii..." ucapnya sambil tertawa senang melihatku nervous.
Yah aku bahagia, sangat bahagia. Aku bisa melewati masa-masa sulit seperti kemarin dan menapaki kenyataan sekarang ini. Rasa sakit kami berdualah yang kemudian membangun kekuatan di antara kami.
"Kami-sama, semoga kami tetap bersama sampai maut memisahkan," gumamku sembari menatap hangat punggung lebarnya.
.
.
.
EndA/n : uwaah setelah sekian lama kita tak berjumpa. Aku tidak enak membiarkannya menggantung. Makanya daripada begitu lebih baik kuselesaikan saja T_T
Terimakasih bagi yang sudah membaca dan vote!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt [Naruto Fanfiction]
FanfictionKetika ke egoisan membuat hati rapuh... Naruto ® Masashi Kishimoto NaruHina Romance/Family/Hurt/Comfort Don't Like Don't Read