6

32 10 0
                                    

“Apa yang kau bicarakan dengannya?”

Aku memalingkan wajahku dari Christian. Aku tidak mau menjawab pertanyaannya. Memuakkan. Menyebalkan.

“Aku bertanya padamu.” Ujarnya lagi.

Aku tetap membungkam mulutku, tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan dokter gila itu. Memangnya, dia siapaku? Dia hanya suruhan Aleah dan Richard.

“Jawab aku, Rachel. Apa yang dikatakan olehnya, sehingga kau menjadi liar?”

Oke, pertanyaan itu membuatku muak. Apa katanya? Aku liar? Dia yang membuatku liar!

Kutampar wajahnya dengan keras. Aku sudah lelah. Aku sangat muak. Dia sudah keterlaluan, mengataiku dengan sangat kasar. Aku tahu aku ini aneh, tapi setidaknya dokter psikolog tidak mengatakan hal kasar seperti ini, kan? Dia gila. Dia dokter palsu!

“Apa yang kau lakukan pada doktermu?” gumamnya dengan suara geram.

Aku memelotot padanya, gigiku mengerat kesal. Siapa dia? Dokterku? Aku tidak pernah menganggapnya sebagai seorang dokter pribadi yang merawatku. Aku tidak kenal siapa dia, dan aku tidak peduli kepadanya. Mengapa dia susah-susah datang kemari untuk merawatku?

“Kau bukan dokterku. Aku tidak mengenalmu. Dan ingat, jangan pernah mengataiku liar, kelainan, gila, atau kata-kata kasar lainnya. Aku sangat tidak suka.” Ujarku, sambil menekankan beberapa kata yang aku ucapkan secara sarkastik.

“Maaf,”

Dia meminta maaf padaku. Pandangannya sendu, dan mulutnya terkatup rapat. Aku memalingkan muka, berharap dia tahu jika aku tengah marah. Dia seharusnya peka terhadap sekitar. Dia seharusnya keluar dari hidupku.

“Aku hanya takut kau semakin terobsesi dengan prinsipnya dan kau akan terjerumus ke pihak yang salah,” lanjutnya kemudian.

Aku meliriknya tajam, “Apa kau bilang? Phak yang salah? Ken sudah sembuh sekarang. Dan, oh, kau tahu apa yang dilakukannya tadi? Dia menyuruhku untuk menuruti perkataanmu dan berhenti menjadi masochist!”

Mata Christian sedikit terbelalak kaget, “Sembuh?”

“Aku tidak mau menurutinya! Aku sungguh tidak mau menurut kepada seluruh perintahmu! Tidak akan!” teriakku.

“Rachel, kau sangat kritis,”

Aku kembali memandang kesal padanya, “Oh, lagi-lagi kau mengomentari keadaanku sekarang? Kau mau bilang kalau kesehatanku itu sangat kritis? Mengapa tidak sekalian saja kau bilang kalau aku ini gadis setan, seperti yang orang lain katakan?”

Christian memandangku intens, membuatku berhenti mengoceh. “Yang aku maksud itu adalah keadaanmu lima belas hari yang lalu.”

“Lima belas hari? Ini baru tiga hari aku bertemu denganmu!” teriakku.

Tunggu. Tidak, bukan tiga hari. Aku sudah disini ketika aku terbangun, dan aku ingat tadi Ken bilang dia sudah ada disini selama tiga hari sejak dadanya ditikam orang. Jadi, apakah aku dirawat di rumah sakit ini selama lima belas hari?

“Aku disini selama lima belas hari?” ulangku.

Christian mengangguk, dia memandang sekitar tanpa melihatku. Sepertinya, dia ingin menyusun kata-kata yang tepat untuk dijelaskan untukku. Aku pun kembali bertanya, “Mengapa selama itu?”

“Kau menusuk perutmu dengan dalam, sampai organmu harus dioperasi. Dokter disini bilang bahwa organmu rusak. Jadi, dia mengoperasinya selama beberapa hari. Namun, setelah operasi kau tidak kunjung bangun, dan itu membuat kami semua khawatir.”

“Tidak mungkin operasiku berjalan selama lima belas hari.”

“Memang bukan. Tetapi, pencarian organmu itu yang sedikit lama.”

Aku masih terdiam mendengarkannya berbicara, “Jika aku telat membawamu kesini sedikit saja, mungkin kau sudah mati.” Lanjutnya.

“Kalau begitu, mengapa kau tidak meninggalkanku disana saja? Aku lebih suka mati daripada berurusan dengan manusia yang memandang rendah padaku.” timpalku.

“Aku hanya tidak ingin kau mati. Itu saja.” Sahutnya.

“Tapi, sayang sekali. Aku tidak akan berterima kasih kepadamu.”

Dia menaikkan bibirnya, “Aku sudah menduganya.”

Aku memutar kedua mataku bosan, kemudian kurebahkan tubuhku di kasur putih keras itu. “Aku mau istirahat. Kau harus pergi.”

Kubelakangi dia. Aku tidak ingin menatap wajah itu lagi. Sangat memuakkan. Dia hanya diam dan menuruti perintahku. “Kalau begitu, tidurlah. Kalau butuh sesuatu, panggil saja aku.”

Aku mengacuhkannya. Dan aku berpura-pura tidur dihadapannya. Kuharap, masalah ini akan selesai ketika aku sudah membuka mata.

overLoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang