8

32 10 0
                                    

“Aku sedikit terkejut melihatmu disana.”

Kutiupi perlahan secangkir teh di genggamanku. Sedikit demi sedikit, aku pun meminum cairan itu. “Heh, aku senang kau terkejut.” Sahutku kemudian.

“Nah, jadi mengapa kau melakukan ini?” tanya Ken di depanku. Dia menatapku intens. Jujur saja, aku sedikit tak nyaman saat dia memandangiku seperti itu.

“Aku kabur dari dokter psikolog itu,” jawabku.

“Apa? Oke, mengapa kau kabur darinya?” tanyanya sedikit terbelalak.

“Dia terlalu mengekangku. Dia selalu menanyakan tentangmu—maksudku, tentang percakapan kita saat kau menjengukku. Dan, aku benci saat dia bertanya-tanya soal itu. Memangnya dia Ayahku?” tukasku. “Sekalipun dia itu Ayahku, aku bahkan tetap tidak akan memberitahunya.” Lanjutku.

Pria di depanku terkekeh, “Kau tetap sama saja, sensitif kepada kedua orang tuamu.”

“Bukannya dulu kau juga sama?” timpalku.

Oke, aku salah bicara. Dia kembali menunjukkan wajah gelapnya, tatapan matanya semakin menajam. Aku tahu, dia sedikit tersinggung mengenai Ayahnya yang tewas saat dia berusia sepuluh tahun. Karena, hal itu akan mengingatkannya kepada hukuman yang dihadapinya di tahanan.

“Bisakah aku minta sesuatu? Jangan mengungkit itu lagi, Rachel.” Ujarnya dingin.

Aku hanya mengangguk pelan. “Baiklah. Maafkan aku.”

Pancaran matanya berubah. Dia kembali tersenyum lebar kepadaku. Sesekali, dia mengusap puncak kepalaku dengan lembut. “Baguslah kalau begitu.” Balasnya.

Sejujurnya, aku lebih suka ketika Ken menatapku dengan tajam seperti itu. Intimidasinya sangat mengena, dan membuat jiwa masochist-ku muncul. Sepertinya, aku harus membuatnya marah. Karena, saat dia marah, dia akan menyakiti siapapun yang ada di depannya.

“Aku ingin bertanya, apakah Christian curiga kepadaku?” tanyanya tiba-tiba.

Aku mendongak, “Mungkin, dia selalu mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.”

“Itu sangat wajar. Karena aku dulu memang tipe sadistic.”

“Aku tidak suka saat dia menyebutmu psikopat. Aku membencinya,” ungkapku.

Tangan Ken menyentuhku lembut, “Sudahlah, cukup, Rachel. Kau tidak bisa terus-menerus memakinya seperti itu. Lebih baik, kau mengikuti terapinya.”

“Teruslah mengoceh seperti itu, Kurokiba. Aku tidak peduli.” Sentakku. “Oh, dan juga, terima kasih sudah mengajakku mampir.”

Aku meninggalkan meja makan Ken, dan beranjak meninggalkan rumahnya. Disini ataupun di rumah sakit sama saja. Aku tidak bisa bebas. Tetapi, sebuah tangan kekar menarikku ke belakang, sehingga punggungku membentur tubuh bidang milik Ken.

“Siapa yang menyuruhmu pergi, hah?” tanyanya pelan. Aku bisa merasakan kesan suram pada suaranya.

“Ini kemauanku.” Sahutku.

Dengan keras, dia melemparku ke dinding rumahnya. Sakit, tapi sangat nikmat. Tubuhku merosot di lantai, dan Ken pun berjongkok di depanku. Tangan kirinya disenderkannya di dinding, mengurungku.

“Kau tahu? Aku ingin kau menuruti orang itu.” Ujarnya.

“Kalau aku menolak, kau mau apa?”

“Kau akan kuhukum.”

Aku tertawa mendecih, “Hukum saja. Sejujurnya, aku rindu sikapmu ini, Ken.”

“Apa?”

“Intimidasi dan tatapan gelapmu itu, aku merindukannya. Ini seperti, saat kita masih kecil dulu, kan?” ucapku sedikit memancingnya.

“Aku sudah bukan yang dulu, Rachel.” Sahutnya datar.

“Oh, ya? Hm, aku mengerti sekarang. Kau berbohong padaku. Kau masih sama, aku tahu itu. Mengapa kau selalu menyuruhku untuk sembuh?”

“Aku tidak ingin kau merasakan penderitaanku. Hukumanku sangat berat, kau tak akan bisa menahannya. Jadi, lupakan janji kita dulu.”

“Mengapa kau harus khawatir? Aku ini masochist. Aku menyukai penyiksaan, Ken.”

Ken mencengkeram daguku, mengangkatnya agar bisa menatapnya, “Kau tidak tahu siksaan apa yang mereka berikan padaku. Aku ini sadistic, mereka menyiksaku dengan cara yang khusus. Dan jika kau yang dihukum, maka kau akan menghadapi siksaan yang lebih berat daripada terapi psikologis.”

Aku menatapnya intens, “Jadi, apa yang harus aku lakukan?”

Ken menunjukkan senyuman gelapnya, “Kau harus sembuh.”

“Aku menolak. Aku tidak bisa sembuh secepat itu.” Sangkalku.

“Kalau begitu, berbohonglah...”

overLoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang