Delapan: Nge-stalk Lagi (1)

559 48 6
                                    

***

Keadaan kembali normal. Dua hari Naura menjalankan hukuman, dan sekarang ia sudah kembali duduk di bangku kebanggannya. Bersama Zeryn tentunya.

Di kelas mereka saat ini sedang berlangsung pelajaran sejarah. Ibu Dewi yang diyakini sebagai guru killer agaknya masih setia berdiri di depan papan tulis. Zeryn mendesah, matanya benar-benar merah. Kurang tidur. Berulang kali ia menguap lesu. Naura menyentil siku Zeryn.

"Ze, lo apaan sih ada Bu Dewi tau!" hardik Naura dengan wajah setenang mungkin.

"Emm, udah biarin deh."

"Ze, bangun dong." Naura melempar pandangannya bergantian ke arah Zeryn dan Bu Dewi. Matanya berkilat risau.

"Gak biasanya banget lo ngantuk gini," lanjutnya lagi sambil terus menatap papan tulis yang penuh dengan coreng moreng spidol hitam.

Rezeki yang langka.

"Zeryn!" tegur Bu Dewi sambil melempar spidol hitamnya ke arah bangku keduanya. Naura memiringkan kepalanya.

Tepat sekali.

Tukk!!

"Arghh," erang Zeryn. Bu Dewi sudah berdiri tegap di samping mejanya.

"Apa-apaan ini! tidur saat pelajaran saya, keluar kamu Zeryn!" Bu Dewi menjewer daun telinga Zeryn, sedangkan Naura hanya meringis melihat sahabatnya.

"Aduhh, bu, sakit nih, kekencangan."

Bu Dewi mengakhiri jeweran pedasnya.

***

"Ma, kapan aku berangkat sekolah lagi?"

"Sekar, Mama sama Papa udah buat keputusan,"

"Keputusan apa?" Sekar menaikkan sebelah alisnya.

"Mulai besok kamu homeschooling ."

"Apa! Sekar gak mau, gak mau!" ucapnya setengah menjerit.

"Ini yang paling baik buat kamu nak, mama gak mau kamu kenapa-napa di sekolah?"

"Mama sama papa tuh gak pernah yah, sedikit aja tahu penginnya Sekar, sedikit aja ngerti sama perasaan Sekar!"

"Sayang, bukan maksud mama buat larang kamu dan jauhin kamu dari teman-teman kamu, tapi mama justru melakukan ini demi kebaikan kamu sendiri."

"Huh! Dulu juga mama larang aku kan buat satu sekolah sama-," keluh Sekar.

Mama memotong ucapannya. "Tidak ada penolakan untuk saat ini, kamu ngerti!?"

Sekar memalingkan mukanya sebal. Besok ia harus bertemu dengan seseorang. Siapa tahu ada yang bisa membantunya.

***

"Duhh... kok gue bisa ketiduran gini sih? Mana enak banget lagi tuh jewerannya bu Dewi!" Zeryn menggerutu kesal.

"Harusnya yang lama jewernya, biar kenyang gue."

Eh!

"Naura juga, gak bangunin gue, kan malu gue, masa anak cantik plus pinter kaya gue tidur di kelas, heheheh," gerutunya lagi setengah narsis juga.

"Ke ruang musik aja deh," usulnya sendiri.

Zeryn melepas sepatu hitam dan kaos kakinya. Ia sengaja membiarkan kakinya menyentuh ubin-ubin dingin ruang musik.

Aneh memang.

Keadaan ruangan sepi. Hanya ada Zeryn.

Grand piano putih yang kini terpampang di hadapan Zeryn adalah satu dari sekian banyaknya alat musik di sini. Zeryn sungguh jatuh cinta pada piano cantik itu.

Zeryn menarik napas. Jemarinya anggun menekan tuts hitam-putih, lincah sekali.

Hai pujaan hati...

Apa kabarmu...

Kuharap kau baik-baik saja...

Pujaan hati..

Andai kau tahu...

Ku sangat mencintai dirimu...

Semalaman ia tidak bisa tidur, sebabnya ada misi yang menurutnya penting sekali. Sayang untuk diabaikan. Stalking sampai puas pokoknya.

Tadi malam ia mencoba memasukkan nama Ananda di kolom 'cari' di facebook. Hasilnya nihil.

Tapi setelah ia beralih ke instagram, ada satu akun yang mencantumkan nama Nanda di sana. Ternyata benar sekali, akun itu memang milik Nanda.

Foto yang diunggah sudah cukup banyak. Ada satu foto yang menarik perhatian Zeryn. Foto Nanda dengan seorang perempuan yang Zeryn kenal.

Nadine Diandra Pramudita.

Kakak kelasnya yang cantik. Gadis itu yang akhir-akhir ini dekat dengan Naura, bahkan gadis itu yang membuat persahabatan Zeryn dan Naura sedikit bermasalah.

Ini membuat Zeryn sedikit pening. Sebenarnya ada apa antara Nadine dengan Nanda? bukannya mereka tidak begitu akrab atau Nadine itu pacar Nanda?

Atau mungkin misalnya Zeryn sempat berpikir jika Nanda menjadi alasan Nadine dan Naura bertengkar. Ya, memperebutkan seorang laki-laki.

Tapi sekali lagi, Zeryn tidak ingin negatif thinking.

Cklekk..

Zeryn terkesiap, ada yang membuka pintu. Partikel debu-debu yang menempel di dekat jendela ruangan sedikit berhamburan ketika pintu dibuka. Zeryn menoleh.

Pangeran es itu datang. Sendiri.

"Ngapain?" Nanda berpaling saat Zeryn melontarkan pertanyaannya.

"Ambil gitar," balasnya sambil terus berjalan menuju tempat gitar cokelat yang dimaksud.

"Oh.. udah ganti pelajaran yah, kok gak ada bel sih?"

"Iya."

"Ehh... buseet, singkat amat, gue jeburin ke danau juga lo!"

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

"Kenapa?" Nanda menaikkan sebelah alisnya saat melihat Zeryn yang diam melongo di tempatnya.

"Gak papa, mau kemana lo?"

"Ke kelas lah cantik." Nanda mengacak-acak rambut Zeryn seraya menanggapi pertanyaan absurd dari Zeryn. Bola mata hitam legamnya membuat jantung Zeryn berdegup cepat. Seperti halnya maling yang sedang dikejar warga satu kampung.

Zeryn membeku. Tangan lembut Nanda baru saja mendarat di kepalanya. Mengusap rambutnya. Pasti muka Zeryn saat ini sudah sangat merah.

Omong-omong pertanyaan Zeryn tadi memang bodoh bukan. Sudah tahu belum saatnya istirahat apalagi waktu pulang, tapi saatnya pelajaran berlanjut. Wajah innocent-nya pasti juga tidak dapat dikendalikan saat ini.

Nanda meringis. Ia mengambil satu gitar lagi. Melihat kedua tangannya yang kini penuh barang bawaan. Dua gitar dan kertas tebal lirik lagu.

"Nan, Gue bantuin yah," Zeryn ikut meringis kemudian meraih satu gitar di tangan Nanda.

"Ya."

"Gila, masih aja singkat," gumam Zeryn pelan-pelan. Ia terdiam memandangi tangan kiri Nanda. Rasanya seperti Ada yang aneh.

"Yuk," ajak Nanda kemudian berjalan keluar mendahului Zeryn. Zeryn sempat melirik ke arah cermin besar yang sengaja dipasang di ruang musik itu.

"Ehh, penampilan gue gak berantakan tapi kan?" Zeryn menggumam--lagi.

***

Hai..
Gue update bro,
Sorry kalo lama dan gak sesuai dengan ekspektasi kalian.
Hope you like this.
Maaf juga kalo yang ini pendek. Oke maafkan diriku ya.

Best StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang