5 - (Siapa) Dia (II)

106 6 0
                                    

Takdir adalah anugrah Tuhan yang paling indah.

Saat Yang Mahakuasa sudah berkata,

Saat takdir telah berbicara,

Kita hanya bisa berpasrah.

***
*Author POV*

Pagi itu, Rea berkutat dengan PRnya yang masih juga belum selesai setelah semalaman ia mengerjakannya. Ia menyendiri di pojok kanan depan kelasnya, mengerjakan prnya di sepasang kursi tak berpenghuni. Kebiasaannya yang suka menyendiri membuatnya juga suka mengerjakan sesuatu sendiri. Ia sibuk dengan PR nya sehingga tak sadar bila bel masuk sudah berbunyi.

"Selamat Pagi, anak-anak." ujar pak Budi salah satu guru killer di sekolah itu.

"REANANDA! APA PR MU BELUM JUGA SELESAI?!" Rea menelan ludahnya, merasakan bahwa tatapan maut itu sedang mengarah pada dirinya. Ia dengan cepat menutup bukunya.

"Sudah pak." Rea berdiri untuk pindah ke tempat duduknya.

"Mau kemana kamu?!" tanya pak Budi menghentikan langkahnya.

"Pindah pak. Tempat duduk saya kan disana." ujar Rea sambil menunjuk kursi di sebelah Diana.

"Ga usah pindah-pindah! Sekarang kamu duduk disana! Sampai seterusnya!" ujar pak Budi yang membuat Rea menelan salivanya lebih banyak. Namun ia tetap berjalan menuju kursinya.

"Mau kemana lagi?" tanya pak Budi masih dengan nada garangnya.

"Mau ngambil tas saya pak, kan saya harus pindah tempat duduk." ujar Rea dengan menekankan kata sabar dalam hatinya.

Rea, menuruti perintah gurunya itu. Saat ia berjalan menuju kursinya yang lama, ia melihat ke arah pintu dan mendapati sosok asing disana. Namun, ia tak peduli akan hal itu, ia tetap melanjutkan 'kepindahannya' hari ini.

"Hari ini, kalian kedatangan teman baru. Silahkan masuk, nak." ujar pak Budi yang sepertinya mempersilahkan masuk sosok asing itu.

Sosok asing itu berjalan di depan kelas dan mengambil perhatian seisi kelas. Namun, seperti diawal, Rea sama sekali tidak tertarik akan hal itu.

"Silahkan perkenalkan dirimu nak."

"Annyeong haseyo. Joneun Song Joong Ahn Imnida. Mannaseo pangapseumnida." ujar murid baru itu sambil tersenyum.

"Wah orang korea yaa. Ganteng ih." Begitulah terdengar ocehan teman-teman perempuannya dikelas.

"Hm.. orang korea ya? Ah tetep aja gantengan Chang-wook Oppa atau Joong-ki Oppa." Ujar Rea dalam hatinya tanpa memperhatikan murid baru itu.

"Cheosonghamnida. Bisa gak kenalannya pake bahasa Indonesia? Or, maybe, with english, please?" Rea berkata dengan santainya.

"Ne, gomawo. Terima kasih karena sudah mengingatkan. Nama saya, Song Joong Ahn. Silahkan panggil saya Joong Ahn atau Ahn. Senang bertemu dengan kalian." Joong Ahn memperkenalkan dirinya dengan bahasa formal dan logat yang aneh.

Rea menggeleng-gelengkan kepala dan menahan tawanya ketika mendengar logat Joong Ahn dalam berbahasa Indonesia. Dia berkutat dengan bukunya lagi mengabaikan apa yang terjadi. Namun ia terkejut ketika sebuah tas diletakkan disamping mejanya dan seseorang duduk disebelahnya.

"Boleh duduk disini kan?" Tanya suara itu.

"Hm." Jawab Rea seadanya.

"Gomawo"

"Ne, cheonma." Balas Rea.

"Kau bisa berbahasa korea?" Tanya Joong Ahn yang penasaran.

"Kalo ya kenapa? Kalo engga kenapa? Udah deh nanti dulu ya ngobrol-ngobrolnya, pak Budi udah nerangin tuh. Dia galak tau!" Ujar Rea yang malah membuat Joong Ahn semakin penasaran.

ChoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang