Coffee Time

30 1 0
                                    

'Sampai berjumpa nanti Trella.'

Aku menelan ludah setelah membaca sederet tulisan yang tertera di selembar kartu ucapan. Paket yang berisi beberapa kotak Mood Chocolatier ini membuatku menghela napas gusar. Aku tahu ada yang harus ku selesaikan lebih dulu setelah aku memutuskan kembali ke Jakarta.

El. Aku yakin dengan sangat bahwa dia lah yang mengirim paket ini kepadaku. Laki-laki berdarah Jawa dengan seribu satu kenangan denganku. Kami memutuskan untuk berpisah sebelumnya, sebelum aku benar-benar menetap di Jerman untuk beberapa waktu. Aku memang memutuskan hal ini secara sepihak, bukan tanpa alasan.

Aku melihatnya dengan Jani. Sebelum mengurus keberangkatanku di airport.

Perempuan yang selalu membuat kami berdebat sepanjang perjalanan hidup kami bersama.

El memiliki keluarga yang benar-benar memegang teguh adat dan agama. Beberapa kali kami berdebat tentang kerusuhan yang dibuat oleh keluarganya. Aku tak ingin kelak menikah dengan prosesi adat yang membuat kepalaku sakit tujuh hari tujuh malam, atau harus berhenti dari pekerjaan yang ku cintai setelah memutuskan menikah dengannya. Selama ini aku tak pernah memikirkan sejauh apa hubungan kami kelak, tapi berhubungan dengannya sejak masa putih biru dan tetap dengannya hingga aku lulus sarjana membuatku yakin bahwa selama yang bisa ku telusuri, aku akan bermuara kepadanya.

El laki-laki yang hangat. Tidak banyak berbicara, dan bersabar dengan keegoisan yang ku buat. Sesekali dia akan kesal bila aku menghilang tanpa kabar karena tenggelam dengan dunia yang ku buat. Namun bersamanya membuatku mengerti bagaimana arti dari pulang ke rumah. Dengan El, semua orang meyakini bahwa aku terlihat lebih hidup dan berwarna.

Lagu Coldplay mengalun dengan kencang dari ponselku, menginterupsi dari lamunan yang ku buat. Sederet nomor yang tak ku kenal tertera disana.

"Halo."

"Halo. Selamat pagi Bu. Ini Fani dari semester satu E pagi. Kalo boleh tau ibu bisa mengajar nggak ya hari ini? Soalnya dua dosen tidak bisa mengajar. Takutnya Ibu juga tidak bisa." Suara perempuan dengan dengungan beberapa obrolan kecil mahasiswa terdengar disana.

"Saya bisa mengajar hari ini. Tapi tetap sesuai dengan jadwal ya? Karena saya harus mengajar semester lima nanti." Aku membawa kotak kayu yang berisi beberapa cokelat itu kedalam kulkas. Sebelum meletakkan kotak tersebut aku mengambil sebungkus cokelat yang memiliki varian dark dan memasukannya kedalam tas.

"Baik bu kalau begitu, terimakasih. Maaf menganggu, selamat pagi."

Setelah sambungannya terputus, ku masukkan ponsel tersebut kedalam tas. Aku harus bergegas sebelum terlambat mengajar. Hujan diluar masih saja tak selesai, segera ku putar stop konci mobil dan mengendarainya kekampus. Suara Adel yang menyanyikan lagu I Miss You mengalun dengan kencang, di iringi dengan rintik hujan dan cokelat yang ku genggam di tangan.

*****

"Minggu depan tolong review jurnal yang saya kirim harus sudah diselesaikan ya? Jangan lupa diterjemahkan dengan baik. Saya nggak mau kata-kata yang berantakan seperti If I again say didengerin dong atau kata-kata yang rancu." Aku berdiri didepan kelas, dan perlahan berjalan menuju meja dimana tas dan laptop ku berada.

"Tolong kuasai idiom, frasa atau bahasa slang kalau kalian benar-benar ingin praktis ke google translate. Jangan sampai come across diartikan datang diseberang"

Semua mahasiswa mengangguk, beberapa kali terdengar kekehan kecil dan dengungan obrolan.

"Cukup sekian dari pertemuan kali ini, saya akhiri. Selamat sore."

Setelah keluar dari ruang kelas, aku bergegas menuju lift untuk mencapai lantai dasar. Beberapa kali aku berpapasan dengan mahasiswa aktif yang memberi senyum kecil atau sapaan ramah. Hari ini aku mendapatkan jadwal yang cukup padat, biasanya aku hanya pulang sekitar jam dua atau jam tiga. Tapi kali ini aku harus pulang nyaris sebelum adzan maghrib terdengar. Sampai di lahan parkir, hawa sehabis hujan dan jalanan yang basah menyambutku dengan riang. Aku belum mendapat asupan kafein dari pagi, dan perutku bergemuruh karena hanya mendapat sebungkus cokelat dan siomay pakde yang ku beli tadi siang dikantin kampus.

Glass At RoadsideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang