Part 5

1.5K 118 8
                                    

Tak lama setelah itu, Hilda ke luar sambil melipat tangannya. "Lemari kayu warna coklat yang ada di pojok punya siapa ? Ada ini di dalam lemari itu." ujar Hilda lalu mengeluarkan dompet merah polkadot hitam.

Fatma, Anis, dan Riani saling bertatapan.
"Punyaku, Mbak." ujar Fatma. "Lhoh kok ada di lemarimu, Fat?" selidik Anis.
"Aku juga nggak tau, Nis. Padahal daritadi ba'da Ashar aku.."
"Udah. Sekarang ikut Mbak ke ndalem. Ayo." ujar Hilda. Fatma, Anis, dan Riani mengikuti Hilda menuju ndalem. Sebelumnya, Hilda memanggil Fitri dan sie keamanan yang lain.

Ndalem Pak Kyai tampak seperti biasanya. Sepi dan tenang. Hilda mengucap salam dan mendapati Gus Zahid sedang menata rak buku.
"Gus, Bu Nyai dah kondur (pulang) ?" tanya Hilda. Gus Zahid menatap mereka dengan heran. Lebih tepatnya, penuh selidik. Karena ia tadi sempat melihat Fatma berlari terburu-buru meninggalkan pendopo dan kini gadis itu terus menunduk, seperti tak ingin menampakkan wajahnya ke hadapan siapapun.

"Udah. Sebentar tak panggilkan dulu." jawabnya.
Beberapa menit kemudian Bu Nyai datang.
"Ono opo iki ? Kok rame-rame ?" tanya Bu Nyai. Hilda menjelaskan semuanya. Sementara Fatma yang tak tau harus berkata apa, terus menundukkan kepalanya. Ia bahkan tak tau di mana letak lemari Fitri. Tapi pertanyaan yang sebenarnya dari dalam hatinya adalah kenapa ada di lemarinya ? Kenapa dompet itu diletakkan di sana ? Kenapa orang yang meletakkan dompet itu begitu tega terhadapnya ? Kenapa semua ini terjadi? Kenapa harus Fatma ? Bukankah selama ini ia tak pernah menciptakan permusuhan dengan teman-teman seperjuangannya ?

Fatma terus berusaha menahan agar air matanya tak tumpah di depan Bu Nyai. Bu Nyai terus memandang Fatma sambil mendengar Hilda menjelaskan. Gus Zahid mendengarnya dari ruang keluarga. Mendengar penjelasan yang menurutnya tak logis itu.

"Fatma, nduk, apa itu benar ?" tanya Bu Nyai. Fatma hanya diam. Tak tau harus menjawab apa karena ia pun tak punya bukti yang cukup untuk membela diri. Ia tak sanggup berkata bahwa ia tak pernah melakukan hal seburuk itu.

"Kenapa melakukan itu, nduk ? Bukankah perbuatan mencuri sangat dibenci Allah?"

Fatma ayo bela dirimu ! Aku tau kamu bukan pelakunya. Bukannya dari tadi kamu di pendopo ? Bukannya dari tadi kamu nangis di pendopo ? Batin Gus Zahid. Ingin rasanya lelaki itu membela Fatma saat ini. Dia tau kebenarannya. Tapi jika ia membela Fatma, bagaimana jika Ibunya berpikir macam-macam tentang dia dan Fatma ? Sungguh, dia tak sanggup melihat gadis itu menangis lagi seperti tadi di pendopo.

"Fat, jawab. Kenapa kamu kayak gini sama aku ?" Fitri terus memaksa Fatma untuk menjawab. Meminta Fatma buka mulut.

"Maaf, Bu Nyai. Maaf, Fitri." Hanya itu yang dapat ke luar dari mulut Fatma. Sedari tadi ia sudah banyak pikiran dan sekarang ia harus mendapat ujian seperti ini.
"Sebentar lagi Maghrib. Masalah ini dibahas lagi setelah mujahadah, sekarang siap-siap maghriban dulu." ujar Bu Nyai.

Adzan Maghrib sudah berkumandang. Sebagian santri putri sudah berwudlu. Sementara sebagiannya masih antre. Kamar Fatma hening. Lebih tepatnya, Anis dan Riani hanya diam sedari tadi. Entah marah, takut, atau tak percaya terhadap kejadian barusan. Tak ada yang berani bertanya kepada Fatma.
"Ri, menurutmu gimana ?" tanya Anis ketika ia dan Riani sedang perjalanan menuju masjid.
"Gimana apanya, Nis ?" jawab Riani sambil membetulkan rukuhnya, memastikan tak ada rambut yang terlihat.
"Ya masalah Fatma itu."
"Mm.. Gimana ya, Nis. Aku juga belum bisa mastiin siapa yang bener. Tapi kalo dipikir to, Nis. Kita kan dah sekamar sama Fatma hampir 4 tahun. Kalo dia emang butuh uang kenapa harus jauh-jauh ke kamarnya Fitri? Kenapa nggak ambil punya kita, secara kan dia harusnya tau di mana kita biasanya nyimpen uang, apa aja kegiatan kita, dan kapan kita nggak di kamar. Aneh to, Nis ? Kayaknya ada yang sengaja deh, Nis." jelas Riani.
"Bener juga katamu, Ri. Aku juga ngrasa aneh. Soalnya setauku Fatma nggak pernah nyimpen uang di lemarinya. Dia punya tempat sendiri yang kita aja nggak pernah tau, Ri." Riani hanya mengangguk mendengar penjelasan Anis.

#2. Nantikanku di Batas WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang