BAB - 4 - SENDIRI ITU DINGIN

124 5 0
                                    


Waktu berlalu begitu cepat.

Setelah sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar, rumah mungil ini adalah istanaku walau tiga bulan lagi sudah jadi istana orang lain karena aku sudah tidak mampu membayar sewa. Kurebahkan tubuhku di lantai lalu membuka sebungkus rokok yang baru kudapat dari seorang 'temanku' tadi, belum puas aku menikmatinya aku mendengar suara seseorang sedang mengetuk pintu, lalu aku keluar dan kulihat seorang wanita yang sangat tidak asing lagi. Karena beberpa hari ini, aku selalu memimpikannya, mimpi buruk seorang seniman.

"Silahkan masuk Nen..."

Dia lagi yang datang, selalu yang tidak kuharapkan, membawa plastik-plastik putih. Apa juga yang dibawanya tapi yang jelas itu bukan makanan untukku?

"Gimana Mas, sudah siap?" ucapnya dengan senyum yang menyeringai.

"Siap...siap apa?"

"Kita kan akan ke pesta hari ini."

Aku benar-benar lupa, namun aku segera mengingat-ingat beberapa hari yang lalu dia 'memaksaku' untuk ikut kepesta temannya. "Ini kan masih jam empat sore?"

"Sebenarnya kita sudah telat, tadi sekitar satu jam yang lalu aku sudah kesini, tapi Mas nggak ada."

"Ya sudah aku mandi dulu ya..."

Aku cepat-cepat kebelakang walau sebenarnya sangat malas, namun aku berusaha tidak membuatnya sakit hati, toh beberapa hari yang lalu aku telah 'mengiyakan' ajakannya. Selesai mandi aku menengoknya di ruang tamu, dia tersenyum -namun tidak manis- lalu aku masuk ke dalam kamar, aku terkejut karena melihat bungkusan plastik putih di atas ranjangku, aku tau ini punya 'the big Nen' yang baru saja tersenyum padaku sedetik yang lalu.

"Mas...buka dan lihat bungkusan itu, kalo cocok bisa di pakai, kalo nggak cocok ya...maaf," ucapnya dari ruang tamu.

Tanpa berpikir panjang aku langsung membukanya. Astaga...dalamnya masih ada bungkusnya lagi. Kubuka dan ada pakaian di dalamnya, tapi aku masih terkejut karena model pakaian ini adalah model dream dress-ku, pakain model jubah berwarna hitam, lengan panjang dengan kancing berwarna kuning, sebuah saku didada kanan, dengan kerah agak ketat, celananya juga berwarna hitam dengan model sederhana dan benar-benar sesuai dengan hayalanku beberapa bulan lalu, ukuran, model, warna, dan...dasi kupu-kupu putih plus bros garuda warna emas.

"Nen... ini untukku?" tanyaku penasaran.

"Iya mas, aku sudah lama memesannya untukmu, tapi aku takut nantinya kamu tersinggung, dan tidak pas," teriaknya.

"Tapi dari mana kamu tau kalau aku menginginkan baju model seperti ini?" tanyaku lagi sambil mencobanya.

"Dari cerpenmu dua bulan yang lalu, aku tau pangeran pemimpi itu adalah kamu, setidaknya ada sedikit impian yang bisa terwujud," katanya lagi terkekeh.

Aku tidak tau apa yang harus kukatakan tapi aku mencoba, memakai pakaian itu dan memang benar semuanya pas, tapi aku tidak tau kenapa dia berbuat seperti itu padaku, ataukah aku yang memang sangat beruntung? Aku masih mengamati diriku di depan cermin, kali ini aku tau bahwa sebenarnya aku 'tampan' tapi itu adalah ucapan cermin dan cermin tidak pernah bohong. Aku keluar dari kamar menemui 'si Nen' yang mungkin sudah menungguku dari tadi.

"Ayo...cepetan, kita sudah telat!"

Aku melangkah mengikutinya, menaiki mobil mewah meluncur entah ke mana, dan itu membuat aku penasaran dan memaksaku untuk bertanya padanya. "Acaranya di mana?"

Sendiri Itu Dingin - a novel by Endik Koeswoyo (FULL)Where stories live. Discover now