BAB - 8 - SENDIRI ITU DINGIN

50 2 0
                                    

Kini aku telah berdiri diantara teman-temanku, kembali kesebuah komunitas walau disini aku adalah orang tersingkir.

"Dari mana?" Seorang temanku bertanya padaku saat aku memposisikan diri untuk duduk disebelahnya dan menyalakan sebatang rokok.

"Menemui mantan kekasihku," jawabku sejujur-jujurnya.

"Yang mana? Yang sudah menikah? Yang sudah mempunyai anak atau yang sudah mati?"

Sebenarnya aku ingin memukulnya lalu mengencinginya atas ejekannya itu. Tapi aku orang yang sangat sabar dan mampu mengendalikan emosiku, atau barangkali aku terlalu takut untuk melakukannya.

"Terserah apa yang kamu katakan sobat, toh itu tidak berpengaruh pada kalian, atau sebaiknya kamu tidak usah bertanya padaku bila jawabanku nantinya akan membuatmu tertawa!?''

."Sebagai seorang teman kita harus saling menghargai, biarkan dia bercerita dengan opininya dan biarkan dia menjadikan dirinya tokoh yang takterkalahkan dalam ceritanya, tidak usah mengusik kalian juga tidak pernah tau itu benar atau cuma hayalan, sepertinya itu semua juga tidak berpengaruh pada kehidupan kalian," salah seorang temanku yang lain mulai ikut berbicara, sepertinya dia tau bahwa aku sedikit tersinggung.

Aku tidak tau akan apa yang baru dikatan temanku tadi, apa dia memihakku atau dia juga salah satu dari mereka yang selalu menertawakanku. Aku masih membayangkan tentang kejadian semalam, tentang keromantisan kisah lama yang terulang, tapi aku takut mengulangnya lagi karena dia telah menjadi milik orang lain.

"Halo, Mas!" sapa Bram sahabat setiaku.

"Halo Bram,''sahutku lirih.

"Dicari pacarmu tuh!"

Aku hanya tersenyum pada Bram, walau dia juga termasuk orang yang tidak mempercayaiku tapi dia adalah orang yang asyik untuk diajak bebicara.

"Katanya kamu tidak pulang semalam, kemana?" tanya Bram lagi.

"Kesebuah tempat yang sangat indah,'' jawabku pelan.

"Sebenarnya aku kesini untuk mencarimu, ada beberapa temanku dari bandung yang akan membuat sebuah film, mereka mencari seseorang yang bisa membantu membuat sebuah naskah dan aku sudah menceritakan, kegilaanmu dalam hal tulis- menulis nanti malam mereka menunggu ditempat biasa," Bram meberikan sedikit penjelasan.

"Mungkin aku tidak bisa datang," sahutku pasti.

"Kenapa?" tanya Bram tiba-tiba.

"Ada seseorang yang harus aku temui," lanjutku sambil menghisap rokok yang tinggal separuh batang ini.

"Siapa?" tanya Bram sambil duduk disampingku.

"Kalaupun aku ceritakan mungkin kamu tidak akan percaya," kataku lagi sambil melihat kearahnya.

"Ha...ha...terlalu indahkah ceritamu itu?"

"Tidak, tapi penuh dengan dosa," ucapku jujur.

"Apa?" Bram sepetinnya bingung dengan ungkapanku.

"Penuh dengan dosa, karena nanti malam aku akan bercinta dengan istri orang lain," aku menghela nafas panjang.

"Sejak kapan kamu jadi gigolo?" tanya Bram setengah bercanda.

"Bukan itu, dia adalah mantan kekasihku dulu?''

"Ah...sudahlah itu urusanmu, tapi teman-temanku menunggumu, kamu bisa membawa tokohmu itu bila kamu mau!''

Setelah mengatakan itu Bram berlalu. 'Tokoh' katanya? Dia itu nyata Bram! dia benar-benar ada, tapi kenapa kamu tidak percaya? Kenapa semua orang menganggap aku hanya bisa menciptakan tokoh-tokoh maya. Rasanya aku tidak layak mengumpat mereka sebaiknya aku memendamnya saja dan tidak membahas tentang itu.

"Halo cinta, kemana kamu semalam tidak pulang?"

Aku tidak tau apa yang akan aku katakannya, apa aku harus jujur tentang tadi malam atau aku harus bebohong.

"Aku tidak ingin menjawabnya," sahutku pelan.

"Sepertinya aku akan magang bulan ini, mungkin nanti malam aku akan berangkat kamu jaga diri baik-baik ya?''

Aku tidak tau kenapa dengan jawabanku yang ketus itu dia tidak merasa tersinggung, dia malah menyandarkan kepalanya dipundakku.

"Sebaiknya kita kerumahku dulu, aku ingin nanti kamu mengantarku kestasiun,"

"Tapi..."

Belum sempat aku melanjutkan kata-kataku dia sudah berdiri dan menarik tanganku, aku hanya bisa mengikuti langkahnya. Sepanjang jalan aku mengalami gejolak yang sangat dasyat dimana aku tidak tau harus berkata apa. Aku juga tidak sadar bahwa rokokku sudah mati. Aku terbawa kealam bawah sadar yang memaksaku untuk menjadi seorang yang hanya bisa diam.

Setelah tiba dirumahnya, aku langsung masuk kedalam kamar, merebahkan tubuhku diranjang dan aku terlelap.

Sendiri Itu Dingin - a novel by Endik Koeswoyo (FULL)Where stories live. Discover now