BAB - 9 - SENDIRII ITU DINGIN

69 3 0
                                    


"Sudah bangun ya?" kata-kata itu membuat mataku terbuka semakin lebar.

Aku melihatnya telah berdandan rapi, lampu kamar itu sudah menyala. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan angka tujuh, berarti saat ini sudah beranjak malam.

"Cepat mandi, aku harus segera berangkat, aku sudah menelepon taksi dan sebentar lagi mungkin akan datang," ucapnya pelan penuh rasa sayang.

Aku tidak bicara, aku mengambil handuk dan masuk kekamar mandi, gadis itu hanya tersenyum sambil mengikuti langkahku dengan tatapan matanya. Aku melihatnya dan tersenyum. Dian, ya namanya Dian. Dialah yang selama ini menjadi wanita terdekatku walau aku tidak berani mengatakan kalau dia adalah kekasihku. Hubungan yang aneh.

"Sepertinya aku takut sendiri didalam sana," aku tak menyangka bahwa kata-kata itu akan keluar dari mulutku.

"Tapi jangan lama-lama ya...!" Kulihat dia menuju kearahku mengikuti masuk kedalam .

Setelah selesai mandi, aku membawa kardus-kardus yang telah tertata rapi itu keluar, sebuah taksi telah berada dihalaman. Kulihat dia sedang berbicara dengan pembantunya, setelah itu aku membukakan pintu taksi untuknya. Tak lama kemudian kami sudah menelusuri jalan raya, melintasi keindahan lampu-lampu kota sampai akhirnya kami sampai distasiun. Tidak banyak yang kami bicarakan hanya saja sepertinya aku akan merasa kesepian tanpanya nanti. Dia memelukku, lalu aku mengecup keningnya sebagai salam perpisahan.

"Cepat pulang ya?" sahutku sambil melambaikan tangan.

"Aku akan sering menghubungimu, semoga kamu bisa menumukan ending yang indah untuk ceritamu, aku sudah membacanya saat kamu tidur tadi," ucapnya sebelum melepaskan tanganku.

Kereta sudah menderu dan berteriak dengan lantang, memaksa siapa saja untuk segera menjauh. Kulambaikan tanganku mengiringi kepergiannya walau dia tak terlihat lagi. Aku juga heran tentang 'ending yang indah' yang baru saja dibacanya, aku tidak beranjak dari tempat itu. Kubuka tas pinggangku lalu kekeluarkan bloknote kesayanganku, kubuka halaman dimana aku menuliskan ceritaku tadi malam, dibawah kata-kata terakhir kulihat ada sebuah gambar hati. Berarti dia telah membacanya dan...dia juga tidak percaya bahwa cerita yang baru dibacanya itu adalah nyata. Bahwa aku telah berhianat akan cintanya seperti apa yang aku tulis dibuku ini. Kumasukkan lagi bloknote itu. Kini aku tidak tau harus kemana, ketempat gadis yang menungguku, atau ketempat biasa aku nongkrong dimana disana Bram telah menungguku dengan teman-temannya? Menimbang-nimbang sebentar, lalu aku mengambil keputusan. Kulangkahkan kakiku dengan pasti dan yakin dengan arah tujuanku. Keramaian kota ini membuat pikiranku sedikit tenang. Langkahku juga seakan tanpa beban mengalir apa adanya dan aku tidak tau bahwa aku sudah berjalan cukup lama.

"Hai Bram"

"Halo Mas! Kami telah menunggumu cukup lama," Bram menyambut kedatanganku.

"Maaf, aku harus mengantarnya Dian kestasiun," ucapku pelan.

"Iya...aku tau, ini teman-temanku yang aku ceritakan."

Akupun berkenalan dengan ketiga temannya Bram itu, orang-orang yang sedikit sombong dengan cara bicaranya. Angkuh dengan cara menatapku dan dengan cara menikmati rokok 'ketengannya' itu. Aku mengulurkan tanganku sambil menyebutkan nama, mereka juga melakukan hal yang sama, Edi, Jono dan Jack, begitulah nama yang kudengar dari mulut mereka. Aku langsung menyodorkan beberapa naskah yang pernah kutulis.

"Sorry...hanya ini yang dapat kutemukan silahkan dibaca dulu!"

Kulihat mereka serius membaca, lalu saling berbicara seakan membandingkan apa yang kutulis itu.

Sendiri Itu Dingin - a novel by Endik Koeswoyo (FULL)Where stories live. Discover now