BAB - 12 - SENDIRI ITU DINGIN

61 2 0
                                    

"Mas...aku besok harus pulang.''

"Aku sudah siap untuk berpisah denganmu lagi, mungkin hanya ucapan terima kasih yang bisa aku katakan untuk semua waktumu selama kamu berada disini."

"Aku punya satu permintaan untukmu."

"Apa?"

"Tuliskan ceritamu dengan istrimu, lalu kirimkan padaku!"

"Mungkin, tapi aku tidak bisa sekarang karena aku harus bekerja, dan kuliah."

"Dengan kata mungkin-mu itu sudah aku sangat puas, dan sekarang aku ingin menghabiskan malam bersamamu ditempat biasa kamu menikmati malam."

"Tapi aku tidak pede bersamamu ketempat itu."

"Kenapa?"

"Kamu terlalu cantik untuk duduk disebelahku."

"Ah..." sebuah cubitan kecil mendarat kepinggangku, wajahnya memerah mungkin merasa tersanjung dengan kata-kataku tadi, tapi memang benar aku kurang percaya diri bila ketempat itu dengannya, dia memang benar-benar cantik sedangkan aku? "Mau kan Mas?" lanjutnya manja.

"Mau pakai banget! Tapi kalau ada yang bertanya tentang kamu, aku harus menjawab apa?"

"Bilang saja kalau kita adalah teman lama."

"Mudah-mudahan mereka percaya."

Akupun menggandeng tangannya keluar dari kamar, menyelusuri lorong dan menuruni tangga lalu berjalan berdua tanpa mempedulikan orang disekitarku, tanpa mempedulikan tentang apa yang mungkin mereka bisikkan tentang kami, juga tidak mempedulikan siulan-siulan kecil dari beberapa pemuda yang kebetulan sedang duduk ditepi jalan. Langkah kami semakin mantap seakan kami tidak akan pernah berpisah, seakan kami akan selalu bersama untuk selamanya.

"Mana teman-temanmu?"

"Mungkin sebentar lagi mereka akan datang."

"Aku ingin makan."

"Telpon aja biar diantar kemari!"

"Itu adalah kebiasaanmu, bukan aku."

"Kenapa?"

"Aku lebih suka makan sebungkus nasi dengan lauk tempe dan sambal."

"Bukan ayam goreng, atau makanan orang kaya lainnya."

Dia terdiam mungkin tersinggung dengan ucapanku, tapi aku memang tidak suka makanan yang dimaksudnya, selain mahal rasanya-pun juga tidak enak, selain itu tidak pantas dimakan ditempat ini.

"Mau makan apa, biar aku yang belikan."

"Lihat warung diseberang jalan itu?"

"Yang banyak anak nongkrong itu?"

"Iya...belikan sebungkus nasi, sama jeruk hangat."

Dia berjalan menyebrangi jalan sedangkan aku hanya melihatnya sambil tersenyum, kelihatannya dia benar-benar ingin menikmati malam ini. Tak lama kemudian dia telah kembali tapi tidak membawa apa-apa.

"Mana?"

"Kata yang jual mau diantar kesini."

"Kamu itu jangan sok manja deh! Masak nasi sebungkus dan secangkir air kamu minta diantar, jadi orang itu yang sadar diri!"

Aku diam menahan tawa, kali ini dia terlihat menunduk seakan memikirkan tentang apa yang aku ucapkan -dengan nada orang yang benar-benar marah dan volume yang cukup keras-. Setelah cukup lama dia diam akhirnya aku tidak mampu menahan tawaku. "Ha...ha...ternyata kamu takut ya bila aku marah?" candaku kemudian.

Sendiri Itu Dingin - a novel by Endik Koeswoyo (FULL)Where stories live. Discover now