CHAPTER 1: PARANOIA

8.2K 473 33
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


/attention: cerita ini sudah direvisi. Jalan cerita pertama telah dirombak, jadi ada beberapa hal yang  baru ! :) Happy reading and enjoy your paranoia.

• • •

Callensy Reece



Bagaikan terompet bersuara sangkakala yang menggelegar hebat di langit biru nan pucat, Surga yang kubangun dengan susah payah hancur begitu saja. Jangan salahkan aku kalau bicaraku berlebihan begini, wajar kalau kita bersikap sedikit bombastis habis bangun tidur. Baru saja aku memimpikan Andrew Garfield yang memberiku kejutan ulang tahun bertema Halloween, lengkap dengan 22 tangkai bunga mawar hitam, suara asing yang entah muncul darimana membumihanguskan bayangan itu. Wajah gantengnya jadi penyet sana-sini karena pusaran yang membawaku berputar-putar cukup lama sebelum akhirnya menyadari bahwa bunyi alarm sialan yang selalu berdering setiap pukul enam pagi itulah yang menjadi dalang dari semua kehancuran ini.

Dan dia berbunyi tepat di sebelah telingaku. Apakah aku yang meletakannya di sana?

Demi kumis Zeus, hariku dimulai dengan amat buruk!

06.40

Ah! Aku harus cepat-cepat, bisa-bisa aku terlambat lalu berakhir di ruang BP dengan penjaganya yang bagaikan utusan dari neraka. Daripada menyesali perbuatan bodohku yang meletakkan alarm tepat di sebelah telinga, lebih baik aku bangun dan bersiap-siap secepat kilat (atau setidaknya aku bersiap-siap sambil meratapi kebodohanku pagi ini, kurasa itu ide yang tidak terlalu buruk). Aku harus bertemu dengan Ricco secepatnya dan menceritakan kejadian semalam padanya. Kutegakkan tubuhku dengan malas dan duduk di pinggir ranjang sambil mengikat rambutku.

Aku melihat wajahku di kaca, wajah tanpa goresan alis dan bedak serta parfum yang tampak pucat dan mirip zombie. Rasanya aku tidak bisa bertemu Ricco dengan penampilan sejelek sapi begini. Aku akhirnya menuju kamar mandi dan membilas wajahku. Setelah selesai mandi, aku segera memakai seragamku yang sepertinya terlipat-lipat. Aku menatap wajahku di kaca sekali lagi. Cantik sekali, ya Tuhan! Terus-terusan mengakui diriku cantik tanpa peduli narsisku telah mencapai level sinting, kuambil kotak lensaku untuk kugunakan dengan cepat, tapi baru selesai memakai lensa kontak kanan, aku mendengar sesuatu memanggil-manggil namaku. Entah karena aku masih stres karena semalam atau aku tidak bisa move on dari mimpiku, tapi aku benar-benar mendengar suara yang sayup-sayup memanggil namaku.

Mimpikah aku?

"Siapa ya? Ada apa?" tanyaku.

Tidak ada suara. Aku menoleh ke arah jendela, masih tertutup rapat. Ah, ya, mungkin memang hanya diriku saja yang belum sepenuhnya sadar. Maksudku, kita selalu mengalami fase halusinasi tiap pagi, kan? Bukan hanya aku yang begitu, anak-anak Barrack Obama pun mungkin mengalami hal serupa.

Aku kembali ke dalam kamar mandi dan memasang softlens ku yang satunya, kemudian segera membuka tirai jendela yang masih tertutup. Hari baru yang indah sudah datang, Pak Udin pun sudah siap di bawah dan terdengar hepi karena beliau bersenandung riang layaknya hidup ini tidak pernah ada masalah. Sebaiknya aku mempercepat diri, biar kali ini Bi Iyah yang membereskan kamar. Kedengaran manja, no? Tapi waktu adalah uang, aku tak ingin terlambat masuk hanya karena terpeleset jatuh saat berusaha melipat selimutku yang lebih pantas disebut korden. Aku menyambar tas dan sepatuku lalu turun ke bawah sampai nyaris terpeleset dua kali.

TFV Tetralogy [2] : Paranoid (2013)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang