Ricco Theodore
Aku termasuk satu dari sejuta orang yang amat mencintai masakan ibunya. Bagiku, makan dengan mama di rumah, dengan masakan buatan beliau sendiri, jauh lebih nikmat daripada makan di restoran. Yang benar saja, masa iya kita makan dimasakin abang-abang chef? Memang sih, kita ini mutualisme karena toh mereka memasak untuk kita yang lapar dan kita membayar mereka, tapi akhir-akhir ini, pilihanku lebih cenderung jatuh pada masakan mama. Cita rasa sejak kecil yang tidak pernah pudar.
"Ricco, kamu mau nasi goreng kan? Mama sudah bikin yang favoritmu nih, monggo dicoba! Kalau mau timun ambil di kulkas ya, potong sendiri juga," kata mama sambil mengambilkan sepiring untukku. "Timun satunya udah mama pake buat masker muka mama."
Aku duduk manis di meja makan dan membiarkan mama memanjakanku seperti biasa. Aku memang lagi butuh makan dan dimanjain, dan kupikir semua anak cowok suka dibegituin, jadi aku melakukan hal itu. Bukannya aku jablay sama Callen, tapi cewek itu memang susah bertindak romantis seperti yang biasa dilakukan ceweknya cowok lain. Callen lebih cuek dan cenderung jutek juga seenaknya sendiri, tapi entah kenapa itulah yang kusukai darinya.
Omong-omong, senang sekali bisa mencicipi masakan rumah lagi.
"Mama yang bikin, nih?"
Rupanya omonganku barusan membuat mama menoleh tajam padaku.
"Ya iyalah, Ric. Cuma mama di rumah ini yang bisa masak, siapa lagi yang bisa bikin makanan begini sedap? Kita makan dulu, papa kamu masih ada keperluan jadi baru pulang sebentar lagi."
Aku kemudian mencicipi nasi goreng buatan mama yang semakin hari semakin enak saja. Kusendok lagi beberapa suapan sampai mulutku penuh dengan nasi goreng. Cita rasa nasi goreng abang-abang yang luar biasa mantap. Apa aku jual saja menu legendaris ini? Siapa tahu aku sukses besar karena nasi goreng ini!
"Mantap memang, ma!"
"Iya dong. Karena kamu lagi good mood, mama jadi mau tanya. Gimana dengan kuliah kamu nanti? Kamu sudah memutuskan mau di mana?"
Glek. Pembicaraan ini lagi.
Aku terdiam sambil berpikir. Benar juga, tahun depan aku UNAS, lalu akan kuliah. Berbicara soal masa depan, bahkan aku masih belum memikirkan itu sama sekali. PIkiranku terlalu terfokuskan pada SMA dan bagaimana aku bisa mengakhiri masa abu-abu ini dengan bahagia.
"Anu..."
"Hmm? Masih belum tahu? Mama sudah kasih pilihan, kan?"
Iya sih, mama sempat menawarkanku beberapa universitas di luar negeri yang bagus, beberapa nama yang bergengsi dan punya kredibilitas baik di mata dunia. Namun, apa yang akan kupilih? Apa aku tidak memiliki pilihan sendiri? Aku pun amat tidak tertarik dengan semua yang sudah dipilihkan mama. Pembicaraan seperti ini sangat tidak pas dilakukan saat sedang makan malam. Mendadak saja, selera makanku hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TFV Tetralogy [2] : Paranoid (2013)
Mystery / ThrillerBuku 2 ☑ The Forest Voyage: Paranoid [ Completed ] Setelah petualangan Sierra Laney bersama teman-temannya dalam membongkar kedok asli Cerveau Bang, mereka semua akhirnya bisa hidup tenang. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama, setidaknya it...