2

87 37 37
                                    

"MAAAS!" pekik Ayu saat Reno menjahilinya. Reno terkekeh saat melihat muka Ayu yang memerah karena menahan kesal. Reno baru saja mengacak-acak rambut Ayu yang sudah ditata rapi.

"Buat siapa sih dandan?" goda Reno.

"Siapa yang dandan?! Ke kampus emang harus rapi kan," sahut Ayu sembari merapikan rambutnya.

"Kenapa sih kalian pagi-pagi udah berantem?" Anjani yang baru saja mengangkat roti dari panggangannya ikut bergabung di meja makan.

"Ini nda, Mas nakal..."rengek Ayu sambil bergelayut manja di lengan bundanya.

"Ngadu," ucap Reno sambil menyeruput kopi hitam kesukaannya, persis seperti Arman. Pagi hari Reno hanya sarapan dengan kopi hitam.

"Udah...udah...jangan berantem, nggak baik. Mas anter adek kan?" lerai Anjani ketika melihat Ayu yang ingin membalas ucapan Reno.

"Iya nda. Kan mas lagi ngecengin temen aku. Bunda masih ingat kan sama temen aku yang namanya Tiara?" bukannya Reno yang menyahut pertanyaan dari Anjani tetapi Ayu yang mengambil alihnya.

"Oh jadi mas Reno suka sama nak Tiara yah?" Anjani menatap Reno yang kini meletakkan cangkir kopinya di atas meja.

"Anak nakal! Jaga mulutnya. Ngomong jangan sembarangan," ucap Reno berdiri di belakang kursi Ayu sambil mengapit hidung adiknya dengan jari telunjuk dan jempolnya membuat sang empunya hidung gelagapan sambil menepuk lengan kekar Reno. "Ayo cepet atau mas tinggal," lanjutnya sembari menghampiri Anjani lalu mengecup pipinya.

"Tuh kan salting. Emang gitu nda, orangnya nggak mau ngaku ntar kalo Tiara diambil orang baru tahu rasa dianya," ucap Ayu.

"Mas tinggal!" seru Reno diambang pintu depan. Sontak saja Ayu langsung berdiri dengan menjinjing tas lalu mencium pipi bundanya.

"Hati-hati..." seru Anjani ketika melepas kepergian kedua anaknya. Anjani tersenyum, sekarang kedua anaknya sudah tumbuh dewasa.

.

.

**

Lembah yang melengkung itu tersusun rapi di sana. Disetiap salah satu ujung puncaknya terukir nama yang beristirahat dengan damai dalam perut bumi. Anjani bersimpuh sambil mengelus dengan lembut nisan suaminya, samar tercipta senyum di wajah cantiknya yang semakin menua.

"Mas, anak-anak kita sudah besar," lirih Anjani, "Reno sudah bekerja dan Ayu, si puteri kecil kita sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang cantik," lanjutnya. Matanya menyusuri pusara suaminya yang telah ditaburi bunga-bunga diatasnya. Hampir lebih dari dua puluh tahun kepergian Arman namun tetap saja Anjani tidak pernah mengurangi rasa hormat dan cinta pada suaminya itu. Dia merindukan lelaki yang telah terbujur kaku di bawah sana. Akankah Arman juga merindukannya?

"Jani?" suara berat khas lelaki paruh baya terdengar memanggil wanita yang sedang tertunduk di suatu pemakaman umum. Wanita itu lekas menoleh kesekitarnya, memeriksa siapa yang baru saja memanggilnya. Terlihat sosok lelaki paruh baya berdiri tegap di sampingnya. Sorot mata lelaki tersebut masih sama seperti dulu, sorot mata yang selalu memberikan kehangatan dan kenyaman bagi Anjani setiap melihatnya.

"Mas?" ucap Anjani terkejut, "ini beneran kamu?" Anjani tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya sekarang. Dia mengedipkan beberapa kali matanya. Lelaki itu terkekeh dibuatnya, "iya, ini aku," sahut lelaki tersebut.

.

.

**

Reno menginjak pedal rem secara perlahan ketika mobilnya berada di depan salah satu gedung fakultas psikologi. Mata Reno tak sengaja menangkap seorang gadis yang juga baru sampai. Gadis tersebut turun dari sebuah mobil yang terparkir tepat berseberangan dengan mobilnya. Reno mengeratkan genggamannya pada kemudi ketika seorang lelaki juga turun dari mobil tersebut. Matanya terus mengamati setiap gerak-gerik dua anak insan yang berada diseberangnya.

"Oh! Tiara beneran dianter kak Dani." Reno mengangkat sebelah alisnya ketika mendengar suara sang adik. "Itu namanya kak Dani mas, dia angkatan satu tahun di atas aku," ucap Ayu sembari menggerakkan jemarinya dengan lincah di atas layar handphone.

"Enggak nanya," sahut Reno.

"Tapi penasaran kan?" goda Ayu sambil mencolek lengan Reno yang dibalut kemeja berwarna navy.

"Enggak," sahut Reno sambil memandang risih Ayu yang tidak henti-hentinya menjahilinya.

"Cemburu yah?" Ayu berusaha menahan tawanya ketika melihat ekspresi dari kakaknya.

"Kamu mau turun atau enggak nih? Mas bisa telat."

"Iya..iya... cemburu sama siapa marahnya sama aku," ucap Ayu ketika akan membuka pintu mobil namun tiba-tiba dirinya mengurungkan niat untuk membuka pintu mobil dan terbesit ide lain untuk menjahili Reno.

Ayu menurunkan kaca mobil sampai habis lalu mengeluarkan kepalanya dari sana. Apa yang dilakukannya, pikir Reno. "TIARA!" teriak Ayu sampai-sampai seluruh orang yang berada di tempat tersebut menengok kearahnya. Ayu hanya menyengir dan menangkupkan kedua tangannya ketika menyadari bahwa dia membuat semua orang memperhatikan dirinya.

"Ribut lo pagi-pagi," ucap Tiara ketika berada di depan Ayu.

"Hehehe... Kak Dani mana?" tanya Ayu ketika dirinya sadar bahwa Tiara menghampirinya tidak bersama Dani.

"Oh kak Dani mau ngumpul sama temen-temennya."

"Oh gitu. Yaudah bareng yuk Ra," ajak Ayu yang disahuti dengan anggukan dari Tiara. "Mas..." panggil Ayu saat Reno akan menyalakan mobilnya. Reno menengok kearah Ayu dari jendela yang dibuka Ayu tadi. "Mas enggak nyapa Tiara dulu?"

Tiara terkejut karena dirinya baru menyadari kehadiran Reno. Namun keterkejutan itu dapat dia kendalikan dan berusaha terlihat biasa-biasa saja. Dirinya melemparkan senyum pada Reno yang menatapnya.

"Pagi Ra," ucap Reno.

"Pagi mas," sahut Tiara dengan senyum simpulnya, "hati-hati di jalan" lanjutnya.

Reno mengangguk dan menutup kaca mobil lalu mobilnya melaju meninggalkan area kampus.

"Ciyee..."

"Apaan ciye-ciye?" ucap Tiara.

"Enggak papa. Itu kucing lagi kawin," sahut Ayu.

"Apa?" Tiara mengernyitkan dahinya, tidak mengerti dengan apa yang diucapkan gadis yang tingginya tidak lebih dari bahunya.

.

.

**

Anjani terbangun dari tidurnya. Tubuhnya berkeringat, badannya terasa lebih dingin dan dia merasa kelelahan. Mimpi, pikir Anjani. Jarum jam menunjukkan pukul setengah dua dini hari namun dirinya masih terjaga sejak terbangun dari tidurnya. Sejak tiga hari yang lalu dirinya selalu bermimpi buruk. Entahlah, kenapa mimpi tersebut selalu menghampirinya. Anjani bertambah bingung karena beberapa hari yang lalu dirinya bertemu dengan seseorang yang bahkan dia sendiri tidak yakin bahwa itu benar-benar nyata atau hanya sebuah halusinasinya saja.

Anjani mengambil air dingin dari kulkas lalu menuangkannya ke dalam gelas kaca. Dia duduk di kursi meja makan yang terletak tidak jauh dari kulkas. Dari posisinya duduk, dia bisa mengamati ruangan didepannya yang mengarah langsung ke ruang keluarga. Tiba-tiba suara derit pintu yang ditarik terdengar dari arah ruang keluarga. Anjani menengok, barangkali dia hanya salah dengar. Tapi setelah itu dia kembali mendengar suara kaki yang diseret. Suara tersebut semakin mendekat kearahnya. Anjani meletakkan gelas kaca yang dipegangnya ke atas meja sebelum dirinya berjalan untuk menghampiri sumber suara tersebut.

Tubuh Anjani bergetar ketika dirinya melihat sosok bayangan tinggi dan tegap sedang menghampirinya. Tubuhnya membeku, dia tidak bisa berlari bahkan untuk melangkah mundur saja rasanya mustahil. Bayangan tersebut semakin mendekat dan berdiri tepat di hadapannya.

Kini jarak Anjani dan sosok bayangan tersebut hanya beberapa jengkal. Saat Anjani memberanikan dirinya untuk menatap wajah bayangan tersebut, dirinya terkejut dan jatuh pingsan.

.

.

***

Terima kasih buat yang kasih vomment dan masukannya :) yeay!

Jangan bosan-bosan ya sama cerita ini.

21/01/2017

Time to HealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang