Chaptie 15 | Jadi, bertahan ya.
***
A U T H O R
Sudah kurang lebih dua mingguan sejak Rendi mengajukan ajakan sakral—menurut Sean—yang membuat Sean bahkan tidak dapat tidur hingga dua hari kemudian. Kalau boleh jujur, saat itu jantung Sean terasa seperti akan terlepas dari tempatnya. Dia kaget, tentunya.
Tapi, jika ditanyakan dan ditelisik lebih dalam, apa kira-kira alasan Sean bertingkah seperti itu?
Maksudnya, tidak bisa tidur karena memikirkan Rendi, selalu galau ketika hujan turun, sering melamun—bahkan lebih parah daripada kasus saat dia bimbang akan menyudahi hubungannya dengan Rendi atau tidak. Bahkan dia sering menimpuk Tedi ketika cowok itu memutar lagu galau.
Intinya, Sean benar-benar terlihat seperti orang yang patah hati.
Dan sekali lagi, apa alasannya?
Dulu katanya Sean tidak menyukai Rendi. Dia menerima Rendi hanya untuk melepas predikat jomblonya, dan sebagainya. Lalu sekarang apa?
Apa mungkin Sean..?
Wah.
"Lah, ngelamun lagi si banci." Suara itu membuat Sean mendengus keras. Matanya melotot dan tertuju pada sosok kecil ber-name tag 'Wiguna Darmawan' yang kini sudah menjadi teman dekatnya. "Nanti kesambet, gue nggak bantu apa-apa ya, bro."
Sean menggelengkan kepalanya. Lalu kembali melotot.
"Katain aja gue terus. Peduli setan," desisnya.
"Dih, marah. Emang kenapa sih, Yan, sampai segitunya? Lu lagi ada masalah? Cerita-cerita gitu dong ke gue. Kita kan sohib sekarang."
Sean terdiam. Kepalanya menunduk dalam dan pikirannya melayang pada perkataan Rendi saat itu,
Ayo, kita udahan aja.
Kita udahan aja.
Udahan aja.
Nyesek.
Dalam hati, Sean sangat ingin bercerita tentang apa yang dipikirkannya saat ini. Ingin sekali rasanya membagi beban bersama yang lain. Tapi coba pikirkan, bagaimana respon Wiguna nanti jika Sean memberi tahu kalau dia habis diputusi? Cowok kecil itu pasti akan meledeknya dan berguling-guling di lantai kantin sambil tertawa. Belum lagi, cowok itu pasti akan ember ke semua siswa.
Mau taruh dimana wajah tampan Sean?
"Tuh kan, ngelamun lagi! Sean, lu kira gue pajangan disini? Anjir, ingin ku berkata kasar." Nada bicara Wiguna mengeras. Cowok kecil itu bahkan sempat memukul pundak Sean dengan kencang hingga Sean mengaduh.
Pada akhirnya Sean akan menyerah dan bercerita.
"Gini Wiguna.. kalau semisalnya elu itu cewek—"
"Wait! Kalau semisalnya gua cewek? Lu kira gua cowok apaan, buset."
Tak tahan lagi dengan Wiguna, Sean menggeplak kepala cowok kecil itu. "Makanya denger dulu, goblok. Lama-lama gua santet juga lu."
"Iya, iya."
Sean menegakkan tubuhnya, melipat tangan di atas meja kantin yang dingin, dan bersiap untuk melanjutkan cerita.
"Semisalnya elu jadi cewek dan pacar lu nggak peka, kira-kira reaksi lo bakal kayak gimana, Wi?"
Dan sepertinya Wiguna mulai paham dengan arah pembicaraan Sean. Jika cowok jakung itu sedang galau seperti ini, lalu bertanya reaksi Wiguna seandainya dia cewek dan memiliki pacar yang tidak peka, pasti Sean sedang.. "Lu abis diputusin pacar lu, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Chat?
Teen FictionSemua bermula dari media sosial. Yang awalnya jauh, menjadi dekat. Yang awalnya dekat, menjadi jauh. . 𝗰𝗼𝘃𝗲𝗿: 𝗽𝗶𝗻𝘁𝗲𝗿𝗲𝘀𝘁.