Jalanan kota lembab menjadi saksi bisu pertemuan singkat yang menyakitkan bagi Eleanor. Gadis berparas manis itu masih setia melangkahkan kakikanya di atas permukaan trotoar dengan langkah gontai dan tidak bersemangat. Shall yang masih melingkar pada lehernya sedikit dilonggarkan, memberikan lebih banyak ruang untuk bernafas. Sesak yang menderanya begitu hebat. Tidak disangka pertemuan awal dengan pria yangmenjadi pilihan hatinya setelah bertahun-tahun berpisah begitu menyakitkan. Bagaikan mengoyak kembali sebuah luka yang sudah terjahit sempurna, memusnahkan harapan yang telah lama ia simpan.
Tubuhnya masih bergetar akibat isakan tangis yang masih mengganggu diri Eleanor. Hanya itu yang bisa menjadi penyalur sakit hatinya terhadap teman masa kecilnya. Kini tidak lagi sama, dia telah berubah menjadi seseorang dengan banyak gadis cantik mengelilinginya, bukan lagi seorang bocah yang selalu bermain cipratan air di dekat aliran sungai bersama dirinya. Dia berubah. Dia telah melupakan semuanya, bahkan secercah harapan Eleanor terbang seketika ketika pria itu lupa akan nama gadis yang dulunya selalu bersamanya.
—FLASHBACK ON—
“ Akan kuambilkan bunga itu untukmu. ” seorang bocah laki-laki yang tadinya duduk kini beranjak, berlari meninggalkan teman gadisnya untuk mengambil setangkai bunga mawar yang berada di dekat aliran sungai. Beberapa kelopaknya telah lepas terbawa angin. Tangan mungilnya meraih gagang bunga mawar dengan lincah tanpa terkena duri yang menghiasi batangnya.
“ Louis, itu berduri. “ gadis cantik yang seumuran dengan bocah kecil tadi berteriak sambil meraup rambut yang menutupi wajahnya. Tawanya terdengar ketika Louis berlari kembali menuju dirinya yang tengah duduk.
“ Ele, ini untukmu. Anggap saja ini seperti di sinetron. Setiap insan yang berpasangan pasti akan melakukan hal ini terhadap lawan jenisnya. “ keduanya saling memandang, lalu tertawa bersama. Merebahkan bersama tubuh mereka di atas hamparan rumput hijau, memandang langit yang mulai berubah menjadi gelap. Semburat jingga tampak di ufuk barat kala matahari tergelincir lalu hilang ditelan awan.
“ Bagaimana kau bisa tahu itu? “ tanya Eleanor penuh rasa penasaran. Mata indahnya masih menatap langit. Membiarkan otaknya berimajinasi tanpa batas.
“ Orang dewasa sering melakukan itu. Aku hanya menirunya. “ Louis menghembuskan nafas teratur. Matanya tertutup, menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya dengan lembut.
“ Tapi kita belum dewasa, Lou. Umur kita masih delapan tahun. Kurasa kita terlalu muda untuk itu. “ Eleanor bangkit dari tidurnya lantas meraih jacket kulit berbulu yang ia gantungkan di ranting pohon.
“ Benarkah? Anggap saja ini latihan. Aku akan melakukan hal yang lebih dari sekedar memberimu bunga setiap harinya nanti. Aku janji jika aku sudah dewasa nanti aku akan memberimu hal yang lebih baik dari ini. “ Louis berkata. Itu ucapan bocah 8 tahun yang sedang belajar merayu seorang gadis. Bukan, tapi Louis mempunyai keyakinan tersendiri akan hal itu. Suatu saat nanti ia akan melakukan hal itu kelak jika dewasa, dan semata-mata hanya untuk Eleanor.
“ Kau terlalu banyak bicara. Ayo, hari sudah petang dan kita harus segera pulang. Apa kita kemari lagi besok? “ Eleanor mulai menaiki sepeda mini berwarna merah muda miliknya. Terdapat keranjang kecil di depannya dan hiasan dua buah kincir angin yang terbuat dari kertas. Dan itu Louis yang membuatnya.
“ Tentu. Tempat ini menjadi satu-satunya tempat dimana kita bisa menghabiskan waktu berdua bersama. “ Louis segera berdiri mengikuti Eleanor menaiki sepeda. Kaki mungil Louis mulai mengayuh pedal dengan riang, Eleanor yang berada di belakang mengalungkan tangannya pada pinggang Louis. Angin yang berhembus membuat dua buah kincir angin kertas di ranjang Eleanor berputar cepat seiring tawa mereka berdua semakin membuncah. Entah sejak kapan Louis dan Eleanor melakukan kebiasaan itu. Bagi mereka tiada hari tanpa bersama-sama, bermain bersama, tertawa bersama, menghabiskan liburan bersama, bahkan hampir tidak ada kegiatan mereka yang tidak dilakukan bersama-sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Same Mistakes | oneshoot
Hayran KurguKenangan itu masih melekat erat di pikiran Eleanor. Sebuah janji manis seorang bocah laki-laki delapan tahun masih ia tunggu hingga saat ini. Perpisahan bukanlah segalanya. Tekad ayah Eleanor untuk memisahkannya dengan Louis tidak menjadi penghalang...