Chapter 2: New Teacher?

1.8K 147 5
                                    

"Pa, ma, Helena pulang," Helena berkata seraya menutup pintu.

Dari arah dapur, sang ibu menyambutnya dan dari ruang tengah, sang ayah yang menyambut.

"Selamat datang kembali," ujar mereka serentak.

"Bagaimana hari pertamamu?" tanya ayahnya yang duduk di sofa. Helena perlahan berjalan menuju kursi itu.

"Baik kok, gak ada yang spesial,"

"Masa sih. Gak mungkin gak ada impresifmu. Mama yakin kamu dideketin cowok-cowok lagi seperti tahun lalu," guyon ibunya seraya menata meja makan.

Mendengar kata 'cowok', ayahnya yang lagi membaca koran dengan segap melirik Helena tajamnya.

"Cowok, ya?"
"Apaan sih pa, gak ada kok beneran," balas Helena sambil membentuk jari-jarinya tanda 'peace' pada ayahnya.

"Fufu, sudahlah kalian berdua, ayo makan, nanti makanannya dingin," Ibunya yang selalu sabar hanya bisa tertawa melihat ayah dan anak yang memiliki sifat yang sama.

Ketika mereka makan, Helena selalu gelisah. Itu karena mereka selalu makan dengan heningnya tanpa berbicara apapun. Ia terasa hampa. Akhirnya Helena kedatangan ide untuk mengangkat topik pembicaraan. Ia langsung mendongak menatap kedua orang tuanya itu.

"Pa, ma, tadi aku ketemu cowok, cogan kayaknya,"

Orang tuanya memasang raut wajah seakan terkejut. Lalu menatap satu sama lain.

"Tuh'kan beneran ketemu, katanya enggak," Terlihat wajah ayahnya yang berlipat-lipat cemberut.

"Hanya selisihan kok, gak kayak fans fanatikku," balas Helena menenangkan ayahnya.

"Fufu seperti apa orangnya? Mama jadi ikut penasaran karna tadi kamu bilang dia cogan,"
"Ma! Kok malah jadi bela dia sih?" tegur sang ayah yang cemburu.
"Loh mama kan cuma bertanya bukan naksir, so jangan sewot dulu pa!" ujar ibunya yang mulai kesal.

"Jadi," Ibunya kembali menatap Helena."Gimana orangnya?"
"Tampan, tinggi, badannya juga yah berbentuk gitu. Anggap aja dia seperti model dengan proporsi yang ideal,"
"Sungguh? Wah, tipeku banget," ujar ibunya.
"Mama!"
"Iya iya,"

Semakin ibunya memanas-manasi ayahnya, semakin membuat Helena tak kuasa menahan tawa.

"Dia seperti badboy tapi berkelas, gimana ya nyebutinya..." Helena menatap langit-langit seraya membayangkan orang tersebut.
"Badboy katamu?!"

Ayahnya yang over-protective mulai mengeluarkan sifat galaknya. Ibunya pun menenangkannya.

"Dia memakai pakaian serba hitam. Warna matanya perak, terus rambutnya hitam banget."
"....!"

Lagi-lagi kedua orangtuanya menatap satu sama lain. Mereka terlihat lebih cemas. Kali ini, ayahnya benar-benar khawatir dan meminta Helena untuk jauh-jauh dari orang itu.

"Papa mengenalnya?"
"Bukan hanya mengenalnya, melainkan teman yang sangat dekat papa,"
"Sungguh? Tapi ia terlihat lebih muda,"
"Well, apa papamu sekarang terlihat tua?" ujar ayahnya sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Um, iya sih,"

Kali ini, ibunya yang angkat bicara. Dia tahu pasti apa yang terbaik untuk putri nya.

"Tapi, hubungannya dengan papamu sedang kusut,"
"Bertengkar?"
"Mungkin, itu masalah papamu, jadi mama gak begitu tahu," Ibunya berkata seraya menyeruput teh.

"Apa lagi yang kamu tahu tentangnya Helena?" tanya sang ayah.
"Um, dia bertanya padaku ruang Prof. Guston,"
"Prof. Guston? Bukannya dia dosenmu?"
"Iya,"
"Untuk apa dia mendatangi dosenmu?"
"Aku juga gak tahu, tapi..."

Heavenly RingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang