Berawal Dari Eskul Basket(2)

100 23 0
                                    

Tumben sekali Adit ngajak ketemuan kayak gini. Aku langsung bersiap-siap untuk pergi ketaman. Mungkin baju ini cocok untuk aku kenakan. Setelah selesai bersiap siap aku menghampiri Mama yang berada di kamar. "Mama, Agatha pergi dulu, ya,"

"Boleh, tapi kau tak boleh pulang terlalu sore," sahut Mama.

Aku berlalu meninggalkan Mama sambil tersenyum. Bersemangat tidak sabaran untuk bertemu Adit. Aku berjalan menuju taman yang tidak terlalu jauh dari rumah. Saat berjalan, aku tidak tau bahwa didepan mataku terdapat batu besar.

Tanpa sengaja aku menginjak batu tersebut, terjatuh. Aku merintih kesakitan, kakiku tidak bisa digerakkan sama sekali. Aku memandangi kakiku yang terlihat memar. Aku mencoba untuk berdiri, tapi tetap tidak bisa.

Tanpa kusadari ada seseorang yang mengulurkan tangannya dihadapanku. Dia terus melakukannya sampai aku menyadarinya, lalu kuangkat kepalaku agak keatas. Aku melotot kaget, A.. A.. Arif?

"Oh, Agatha.. gua kira siapa," ucap Arif dengan raut wajah yang menyenangkan.

"Iya," ucapku.

"Mau dibantuin?" Tawar Arif memegangi tangan Agatha.

"Gak perlu. Gue bisa sendiri," ucapku sembari berusaha untuk berdiri.

Arif tetap memegangi tanganku, sedangkan aku terus bersikeras untuk melepaskan pegangan Arif. Hal tersebut menyebabkan ketidak seimbangan antara aku dan Arif. Secara reflek, Arif menahan tubuhku yang hampir terjatuh.

Aku dan Arif secara tidak langsung bertatap muka. Rambutnya, raut wajahnya, seakan akan menyampaikan perasaan, bahwa Arif suka padaku. Tak lama kemudian Arif melepas pegangannya dan memapah tubuhku untuk berjalan. "Tuh, gue bilang lo harus gue bantu."

"Iya, makasih," ucapku merintih kesakitan.

"Iya, sama sama. By the way, lu mau kemana? Bukannya lo baru selesai eskul?" Tanya Arif.

"Agatha mau ketaman," kataku.

"Wahh, pas banget, nih. Gua juga mau ketaman, kalo gitu bareng aja!" Seru Arif sambil tertawa kecil.

"Iya," ucapku.

- Ditaman -

Terlihat Adit yang sedang duduk dibangku taman nampak bosan sembari melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 16.00. Lalu Adit berdiri dari tempat duduknya dan menghela nafas panjang. "Mana sih Arif sama Agatha? Dari tadi ditungguin. Emang lelet ya, mereka!" Gerutu Adit, "Awas aja nih kalo sampe gak dateng!"

-Sesampainya ditaman-

Tak lama kemudian, Arif dan Agatha sampai ditaman. Arif memapah Agatha sampai di bangku taman. Arif yang melihat keberadaan Adit, ia pun memanggilnya. "Woee, Adit!"

Adit menoleh kearah suara yang didengarnya. Adit menghampiri mereka dengan raut wajah yang kesal. "Arif, lu kemana aja sih? Gua tungguin dari tadi! Agatha juga lama banget."

"Ini.. tadi pas dijalan gua liat Agatha jatuh.. terus gua bantuin dulu," jawab Arif.

"Ohh," ucap Adit.

Aku mengerutkan keningku, menyahut, "Lho, Arif juga disuruh dateng? Kok Adit gak bilang?!"

Adit hanya menjawab sekenanya, "Harus bilang?" Lalu ia membelakangi dan berlalu meninggalkan Arif dan Aku. Aku tampak bingung dengan sikap Adit.

"Tunggu, mau kemana?" Tanya Arif.

"Mau ambil bola basket gua. Tuh, disitu." Toleh Adit lalu tersenyum.

"Ohh, jadi kita mau by 1 ??" Tanya Arif dengan nada menantang.

"Ya," ucap Adit.

Adit mengambil bola basket dan melemparnya ke arah Arif. Mereka bermain basket, sedangkan aku hanya duduk sambil melihat mereka bermain. Coba aja tadi gak ada acara jatuh segala!

Tapi, tidak apalah.. hanya memandang Adit dari jauh itu sudah cukup. Tak terasa hari sudah mulai sore. Aku menyadari pesan mama yang menyuruhku pulang tidak terlalu sore.

"Arif, Adit, gua pulang dulu, ya!" Seruku dengan berjalan pincang.

"Gua anter, ya," tawar Arif. Adit tampak tidak peduli dengan ucapanku tadi.

"Gak usah, makasih," jawabku.

Aku berlalu meninggalkan mereka sembari tersenyum. 'Untung, kakiku sudah tidak terlalu sakit,' Gumamku.

- Sesampainya di rumah -

Aku langsung menuju kamarku. Aku duduk di meja belajar sambil tersenyum.

Sepertinya aku benar benar menyukai Adit. Hmm.. tapi sikapnya sangat bertolak belakang dengan Arif. Arif.. baik, peduli terhadapku, keren juga.. Tapi, bagaimana dengan perasaan Delia jika dia tau bahwa aku juga suka Adit?

Aku takut jika aku menyukai Adit, Aku akan kehilangan sahabatku juga. Mungkin aku harus berbicara terus terang kepada Delia bahwa aku menyukai Adit. Semoga saja Delia dapat mengerti perasaanku. Delia kan sahabat yang baik.

-Delia'POV

Aku tertidur sehabis menangis. Menangis yang tak ada habisnya. Menangisi seseorang yang tidak pernah menghargai perasaan atau mungkin aku yang terlalu berharap?

Tak lama kemudian aku terbangun. Lalu melihat jam ternyata sudah jam 17.00 sore. Aku membuka hpnya yang berinisiatif untuk mengirim pesan kepada Adit.

Delia

Adit!

Huft, pesan dariku memang sudah dibaca, tapi tidak dibalas. Aku sudah terbiasa akan hal ini. Dia kenapa si selalu gak bales Line cepet? Dasar, mentang-mentang disukain banyak orang, populer terus sok sibuk.

Delia

Adit

Adit

5 menit kemudian

Adit

Iya?

Delia

Sesibuk itu, sampai-sampai chat dari temen lo sendiri cuma di read?

Adit

Ada kepentingan apa lo nge-chat gue?

Delia

Mungkin lo gak mau gua chat, tapi tolong jangan sampe gak dibales juga!
A

dit

Lah, ini lagi dibales, Del.

Lo tuh harus ngerti! Gua itu lagi main basket bareng Arif.

Delia

Bodo amat.

Lo gak ngerti!

A

dit

Lah, lo kenapa?

Delia

Gak apa-apa.

Maaf kalau lo gak suka gua nge-chat. Jadi, gua gak akan nge-chat lo

Adit

Oke, bye.

Hanya oke? Apa tidak ada rasa bersalah sama sekali? Apa gak bisa menghargai perasaan seseorang? Beginilah mencintai seseorang yang bersikap dingin bagaikan es yang tak mudah dipecahkan.

Aku kembali menangis. Air mata kembali jatuh hanya karena seseorang yang tidak seharusnya diperjuangkan. Apa yang harus aku lakukan? Tetap berjuang atau.. menyerah. Sulit rasanya jika harus memilih, tetapj hati ini sudah penuh luka dan hancur berkeping keping. Namun Jika aku menyerah sampai disini, aku cewek lemah. Sedangkan aku memilih untuk bertahan, aku harus siap menahan rasa sakitt.

Bersambung

AgathaaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang