Saat ini terlihat seorang ayah dan putranya sedang duduk berhadapan dibatasi sebuah meja. Mereka saling menatap menyiratkan sebuah teka teki di manik mata mereka masing - masing.
"Rel.. Papa harap kamu mengerti. Papa melakukan ini demi kebaikan kamu." Ucap Zeno pada putra semata wayangnya itu.
"Tapi, Pa, Verrel benar - benar gak bisa ngelakuin ini." Ucap Verrel berusaha menolak tawaran Papanya.
"Ini bukan permintaan, Verrel. Ini perintah. Papa tidak menerima penolakan!" Ucap Zeno dengan tegas.
"Arg.. Papa keterlaluan!" Desis Verrel beranjak pergi dari ruangan kantor Papanya.
Di rumahnya Wilona berulang kali mencoba menghubungi Verrel yang sama sekali tidak ada kabarnya. Wilona sangat cemas karena Verrel juga tidak masuk sekolah.
'Emang sih ujian udah selesai dan tinggal nunggu ngambil raport doang, tapi kan Verrel harusnya bisa ngabari gue kalo dia gak sekolah. Trus sekarang malah gakada kabar sama sekali. Verrel dimana sih?' Wilona membatin sembari memikirkan Verrel yang sangat ia cemaskan saat ini.
"Wilo kenapa nak?" Sapa Yeona sambil menepuk pelan pundak Wilona ketika melihat anak kesayangannya itu termenung.
"Verrel, gak ada kabar, Ma." Ucap Wilona lesu.
"Wilo musti positif thinking, Sayang. Mungkin Verrel lagi ada urusan jadi gak sempat kabarin kamu." Ucap Yeona sambil menyunggikan senyum untuk menenangkan Wilona.
"Makasih, Ma." Kegelisahan Wilona sedikit memudar setelah mendengar ucapan Yeona. Wilona pun berhamburan kepelukan hangat Mamanya.
****
Deru mobil terdengar di pekarangan rumah mewah itu membuat Veylia segera beranjak untuk membukakan pintu. Veylia sudah sangat hafal, itu pasti Zeno, suaminya.
"Assalamualaikum.." ucap Zeno ketika menginjakkan kaki di depan pintu rumahnya.
"Waalaikumsalam, Pa." Ucap Veylia segera mencium tangan Zeno dan mengambil alih tas kantornya.
"Makasih, Ma." Ucap Zeno tersenyum melihat Veylia.
"Ini udah kewajiban Mama, Pa. Oh iya Mama hari ini masak makanan kesukaan Papa loh. Makan yuk?" Ajak Veylia.
"Hm, ayuk. Papa udah lapar banget." Zeno menggandeng istrinya ke dapur.
Ketika baru saja selesai makan. Zeno mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tampaknya ia sedang mencari sesuatu.
"Kenapa, Pa?" Tanya Veylia ketika melihat suaminya seperti tengah mencari sesuatu.
"Verrel udah pulang, Ma?" Tanya Zeno pada Veylia ketika merasa tidak ada tanda - tanda Verrel sedang di rumah.
"Oh Verrel, belum, Pa. Tadi siang pamit mau nemuin Papa di kantor katanya. Emang ada apa sih, Pa? Sampai Verrel harus ke kantor segala." Tanya Veylia menatap suaminya.
"Verrel akan Papa pindahkan ke sekolah asrama kita yang di Bandung." Ucap Zeno mantap. Menurutnya ia juga harus memberitahukan keputusan ini kepada istrinya.
"Apa? Papa gak salahkan? Kasihan Verrel, Pa, Mama gak mau dipisahin sama Verrel!" Ucap Veylia tidak suka mendengar keputusan sepihak suaminya yang akan memindahkan Verrel. Veylia tidak mau dipisahkan oleh jarak dengan anak semata wayangnya walau hanya untuk sementara.
"Ini demi kebaikan Verrel, Ma. Papa mau Verrel belajar dengan sungguh - sungguh sebelum menghadapi Ujian Nasional agar dia mendapat nilai terbaik." Jelas Zeno masih kekeuh pada pendiriannya. Ia sudah memikirkan hal ini matang-matang jadi keputusannya sudah bulat dan tidak bisa diganggu oleh siapa pun tak terkecuali istrinya.
"Tapi bukan begini caranya, Pa!" Ucap Veylia tak habis pikir dengan tindakan suaminya itu.
"Ini jalan satu - satunya, Ma. Supaya Verrel bisa belajar dengan baik agar mendapat nilai terbaik saat ujian nanti karena setelah lulus SMA ini, Verrel harus bisa meng-handle sebagian perusahaan Papa sambil kuliah. Agar kelak Verrel bisa jadi pengusaha yang sukses melebihi apa yang Papa bisa saat ini." Ucap Zeno mantap sambil menatap mata Veylia mencoba meyakinkan wanita di hadapannya.
"Tapi Verrel juga butuh bergaul, Pa. Dia gak bakal bisa ninggalin semua kesehariannya begitu saja dan dikurung di asrama." Jawab Veylia putus asa. Ia benar-benar tak bisa menolak keputusan Zeno.
"Justru pergaulannya di sini yang akan merusak Verrel, Ma. Jadi mulai sekarang Verrel harus bisa belajar mandiri. Lagian ini cuma setahun." Zeno mencoba memberi pengertian dan menangkan istrinya. Walau bagaimana pun ia tak mau berdebat lebih panjang dengan sang istri karena hal ini.
"Terserah Papa saja." Ucap Veylia beranjak pergi meninggalkan Zeno sendiri di ruang makan. Veylia masih butuh waktu untuk menerima keputusan yang dibuat Zeno tanpa berdiskusi dulu dengannya.
Di sebuah balkon appartement terlihat dua orang pemuda yang telah bersahabat sejak SMP.
"Gue gak tahu harus berbuat apa, Li." Ucap Verrel lemah.
"Lo pasti bisa, Rel. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya." Ucap Ali menenangkan.
"Bahkan gue gak punya pilihan, Li. Papa bilang ini perintah, dia nggak nerima penolakan." Ucap Verrel kesal dan hilang harapan.
"Bokap lo ngelakuin ini semua demi kabaikan lo, Rel." Ucap Ali sembari menatap sahabatnya, Verrel. Ali memberi sedikit pengertian, bagaimana pun keputusan orang tua Verrel pasti lah untuk kebaikan anaknya.
"Tapi, gue gak mau dipisahin sama Mama, sama kalian semua, apalagi Wilona? Gue gak tahu musti bilang apa sama Wilona." Ucap Verrel frustasi.
"Gue yakin Wilona pasti ngertiin lo. Kita semua bakal dukung lo, Rel. Lo pasti bisa!" Ucap Ali memberi semangat.
"Gue gak habis fikir sama Papa yang mengambil keputusan sepihak kaya gini. Papa benar - benar egois!"
"Lo mustinya bersyukur, Rel. Bokap lo masih perhatian sama lo. Lah gue? Bokap gue udah gak ada. Gue cuma bisa berdoa buat dia." Ucap Ali menatap kearah jalanan yang terlihat dari balkon. Ali teringat kembali pada ayahnya yang pergi jauh dan tak akan kembali.
"Gue yakin bokap lo juga bangga banget sama lo, Li." Ucap Verrel menepuk pundak sahabatnya itu. Ia bisa merasakan kesedihan Ali.
"Kok kita jadi mellow gini sih?" Ucap Ali tersenyum geli.
"Hahaha.. Kita kan cowok strong, iye gak?" Tawa Verrel pecah.
"Toast dulu dong?" Seru Ali sembari mengangkat tangan kanannya.
Kedua sahabat itupun saling bertoast ria, melupakan sejenak beban di hidup mereka. Tanpa mereka sadari, mungkin sebentar lagi jarak akan memisahkan mereka. Entahlah, tak ada yang tahu bagaimana mereka di masa depan. Bagi mereka mungkin jarak bukan apa - apa karena yang mereka tahu bahwa mereka akan tetap bersahabat sampai maut yang memisahkan.
To be Continued
Don't forget to VOTE and COMMENT(!)
01 Februari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T LEAVE ME
Fanfiction"Kamu gak jadi pergi kan?" Ucap Verrel was - was. "Aku gak punya alasan buat tetap stay di sini." "Kamu punya! The reason is our love. Don't leave me, please! I can't be without you, Wil." Ucap Verrel memegang pundak Wilona dengan kedua tangannya sa...