20th

995 51 0
                                    

Seorang pemuda kini tengah berhadapan dengan orang yang memakai seragam serba hitam.

"Siapa orang yang udah nyelakain Papa gue?" Tanya Verrel sinis. Api kemarahan terlihat mengkilap di mata hitam legamnya.

"Ini orangnya, Tuan. Memang di toilet tersebut tidak ada CCTV tapi menurut CCTV yang ada di luar dia sangat mencurigakan karena terus mengamati Tuan Zeno dan mengikutinya sampai ke toilet. Dia orang terakhir yang ada di toilet sampai Tuan Zeno ditemukan dalam keadaan terluka di dalam toilet." Jelas orang itu menunjukkan sebuah foto.

"Sialan!" Maki Verrel tal dapat menahan amarahnya.

Orang yang berseragam hitam itu hanya dapat memandangi Verrel dalam diam. Ia tak ingin menjadi sasaran kemarahan Verrel jika salah berucap.

"Lo boleh pergi, gue sendiri yang bakal bikin perhitungan sama si brengsek itu." Ucap Verrel.

Verrel melangkah memasuki kamar dimana Papanya dirawat. Sudah tiga hari Zeno tak sadarkan diri. Verrel menatap sendu Mamanya yang terus menangis di sebelah Zeno.

"Ma, makan dulu yuk." Ajak Verrel perlahan.

"Mama nggak lapar, Rel. Kamu makan aja duluan." Ucap Veylia enggan beranjak dari sisi suaminya.

Verrel menghela nafas. Mamanya belum menelan sebutir nasi pun sejak semalam. Bagaimana kalau Mamanya ikut - ikutan sakit? Verrel tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Mama harus makan walaupun gak lapar. Verrel nggak mau kalau Mama sampai sakit. Papa sakit, kalau Mama ikutan sakit, nanti Verrel gimana?" Ucap Verrel membujuk Mamanya.

Veylia menatap putra kesayangannya itu. Ia sadar anaknya juga butuh perhatian, kalau ia juga ikutan sakit, Verrel pasti akan terpuruk. Veylia pun mengangguk pelan.

Verrel tersenyum sendu setelah melihat Mamanya mengangguk. Ia berjalan membawa makanan yang tadi dibelinya di dekat rumah sakit.

***

Di lain tempat, Wilona sedang memikirkan Verrel. Sudah seminggu ini mereka tak bertemu. Ia sangat merindukan pemuda itu.

"Verrel kok nggak ada kabar ya?" Tanya Wilona pada dirinya sendiri.

Tiba - tiba saja Papanya datang menghampiri Wilona dengan ekspresi yang tak dapat dimengerti oleh Wilona.

"Wilo.." ucap Gabriel.

"Iya, Pa?" Wilona berucap pelan.

"Kalau nanti ada yang cari Papa, bilang aja Papa gak ada ya."

"Emang Papa mau kemana?" Tanya Wilona heran.

"Papa mau keluar kota. Ingat ya. Kalau ada yang nanya sesuatu, bilang aja kamu gak tahu." Ucap Gabriel segera berlalu pergi membawa sebuah ransel di punggungnya.

Wilona menatap heran kepergian Papanya. Keluar kota? Buat apa? Wilona yang tak mau ambil pusing pun beranjak menuju dapur untuk menemui Mamanya.

"Mama." Panggil Wilona lembut kemudian duduk di salah satu kursi dekat mini bar.

"Iya, sayang?" Yeona menjawab tak kalah lembut sambil menatap putrinya sekilas.

"Mama masak apa?" Tanya Wilona sambil mengambil segelas air putih di atas meja.

"Ayam goreng." Balas Yeona.

Wilona sedikit terhenyuk. Ayam goreng? Makanan kesukaan Verrel. Ah, ia teringat lagi dengan pemuda itu. Ia memang sangat merindu.

"Oh iya, Mama ada dapat kabar soal Verrel?" Tanya Wilona pelan. Berharap mendapat sedikit kabar terbaru tentang pemuda yang ia cintai itu.

"Mama lupa bilang sama kamu, Wil. Papanya Verrel masuk rumah sakit beberapa hari yang lalu."

DON'T LEAVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang