Awal

469 15 6
                                    

Aku, dia. Aha, miris sekali jika aku mengingatnya.
Ini bermula dari masa remajaku sewaktu SMP. Kala itu aku duduk di bangku kelas VIII Sekolah Menengah Pertama. Aku tidak mudah berbaur dengan sekitar. Aku cenderung diam, menyendiri.

Aku hanya mempunyai segelintir teman yang bisa dihitung jari tangan.
Kami, entah apa awalnya bisa saling mengenal, dekat, erat bahkan lekat.
Setiap hari kami selalu bersama. Ke kantin, toilet, kantor, perpustakaan, pulang, dan banyak lagi. Ya walaupun kala itu kami berbeda kelas dan cukup berjarak. Aku masuk ke kelas VIII G, sedangkan Adila, Lufus, Raski, masuk ke kelas VIII F, Afi VIII D, Mila VIII C, dan Mei VIII A.

Di kelas, aku tidak banyak berargumen dengan masyarakat kelas. Dalam struktur organigram aku menjabat sebagai seorang sekretaris 2. Dari dulu bahkan sampai sekarang aku duduk di bangku kelas XII SMK aku tetap menjabat sebagai seorang sekretaris, haha. Mayoritas masyarakat kelas mengatakan bahwa aku layak menjabat sebagai sekretaris karena aksaraku bagus. Entahlah, tapi menurutku tidak.

Aku duduk bersama Slevy. Juara umum 1 di sekolahku kala itu. Dia juga ketua OSIS. Sangat pandai dan berprestasi di segala bidang. Bukan hanya dia, tapi aku juga satu kelas dengan Mea, juara umum 2 di sekolahku. Bagiku, mereka adalah rival yang sangat menguras pikiranku. Rival yang teramat pandai dan aku? Hanya seuntai debu yang mencoba hibernasi menjadi intan--maksudku berlian, bukan namaku, hehe.

Selain mereka, ada dua anak guru yang sekelas denganku. Aldo dan Hifzha.
Aldo adalah anak dari guru matematika di sekolahku. Dia pintar, di bidang matematika dan TIK. Menurutku itu wajar, karena apa kata dunia jika seorang anak dari guru matematika dan seorang server warnet tidak mahir di bidangnya? Haha. Hifzha, dia adalah anak dari guru mata pelajaran PKN di sekolahku sekaligus wali kelasku saat kelas VII. Sejujurnya aku sedikit lupa tentangnya. Yang aku ingat, dia adalah salah satu masyarakat kelasku yang juga tidak mudah berbaur, pendiam. Kemanapun dia, pasti ada Iman disisinya. Iman adalah seorang anak dari Ibu Koperasi sekolahku. Dari rincianku di atas, mereka yang aku sebutkan adalah orang yang berpengaruh di lingkup kelasku-- maksudnya bagiku.

Tapi aku selalu percaya. Bahwa apapun yang selalu kita usahakan, yang selalu kita do'akan, pasti akan disemogakan oleh Yang Maha Mendengarkan. Berhasil? Alhamdulillah. Gagal? Jangan menyerah. Don't be afraid, everything has changed.

Percayalah. Bahwa apapun yang kita tanam, cepat atau lambat itulah yang kita tuai. Bijaklah dalam segala hal. Karena jika salah dalam melangkah, bukan tidak mungkin jika kita akan salah bahkan kehilangan arah.

To be continued. _______________________________________


Follow dan vote ceritaku yaa, oiya kritik dan saran mohon dilansirkan di kolom komentar :)

Happy reading everybody.

DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang