Nina
Ini hari Minggu. Dan dari semua hari, aku paling suka hari Minggu. Karena ini waktunya aku bersama Ayah seharian, kecuali jika Ayah ada pekerjaan mendadak dan harus pergi ke tempat kerjanya. Tapi, hari ini tidak. Jadi, seperti biasa, kami akan bangun pagi-pagi sekali untuk jogging keliling kompleks dan pergi ke tempat-tempat yang kami inginkan. Hari ini, aku mengusulkan toko buku pada Ayah dan dia langsung setuju. Tentu saja, Ayah si kutu buku mana mungkin menolak tempat itu.
Akhirnya, setelah mampir di warung bubur langganan kami, yang sudah ada sejak Ayah masih kuliah dan sudah menjadi pelanggan tetap sedari waktu itu, kami langsung menuju salah satu pusat perbelanjaan dan tanpa buang waktu, kami menuju toko buku yang ada di sana.
Lalu kami larut dalam dunia kami masing-masing. Ayah di rak tentang hukum dan aku di rak buku-buku fiksi. Aku suka membunuh waktu dengan membaca novel, ngomong-ngomong. Menyenangkan. Rasanya seperti aku menjadi pemeran utama di dalam cerita itu, dan tentunya, bagiku selalu jauh lebih menyenangkan dari pada menjadi diriku sendiri. Kebanyakan dari mereka selalu berakhir bahagia. Meskipun di tengah cerita mereka biasanya akan mendapat masalah, tapi mereka selalu berhasil mengatasinya. Semua pilihan yang mereka ambil selalu tepat. Sangat berbeda dengan kehidupan yang sesungguhnya, kan? Di dalam cerita, bahkan patah hati terlihat indah. Aku tidak tahu bagaimana cara seorang penulis melakukannya. Tapi, jika bisa, aku lebih memilih menjadi salah satu tokoh fiksi yang walaupun hidupnya penuh masalah, dia akan tetap berakhir di titik terindah.
Karena aku bahkan tidak tahu hidupku akan berakhir di halaman berapa. Aku tidak tahu apakah halaman terakhir hidupku akan berakhir dengan baik atau sebaliknya. Aku tidak tahu apakah aku bisa mengambil keputusan yang tepat ketika mendapat masalah nantinya.
Tapi tetap saja, aku percaya kalau Tuhan adalah penulis terbaik. Jadi, di beberapa titik, aku cukup serahkan saja hidupku pada-Nya.
Aku mencari Ayah dengan tiga judul novel fiksi di tanganku. Ngomong-ngomong, aku ini cukup pemilih kalau soal membeli novel. Walaupun belinya memakai uang Ayah, tapi tetap saja. Aku biasanya tidak terima jika rak buku milikku harus diisi dengan novel yang tidak bagus, menurutku. Ya, selera orang kan beda-beda. Tapi, aku termasuk salah satu yang luar biasa pemilih. Tapi, aku memang penganut don't judge a book by it's cover karena cover adalah hal ke sekian yang aku lihat setiap hendak membeli sebuah buku. Biasanya, hal pertama yang kulihat adalah penulisnya. Biasanya, aku merasa nyaman membaca tulisan penulis-penulis tertentu. Dan bahkan, tanpa melihat sinopsis singkat di bagian belakang buku, cover, atau penerbit yang menaungi karya tersebut, jika aku sudah merasa nyaman membaca tulisan seorang penulis, aku akan membeli karyanya. Jika penulis-penulis yang kusuka sudah kumiliki bukunya semua, baru aku akan melihat sinopsis terlebih dahulu, kadang bahkan aku mencari buku-buku yang sudah dibuka dan membaca satu atau dua halaman pertama. Jika aku tidak merasa cocok dengan cara menulisnya, biasanya aku tidak akan jadi membeli. Yah, aku memang sepemilih itu.
Akhirnya aku menemukan Ayah yang tengah berdiri di antara dua rak. Ayah tampanku sedang membaca sebuah buku tebal dengan kacamata bacanya. Di salah satu tangannya, dia juga sudah menggenggam dua buah buku lain yang sepertinya hendak ia beli.
Belum sempat aku mengatakan apa-apa, Ayah rupanya sudah menyadari kehadiranku karena Ayah langsung menoleh dan tersenyum.
"Sudah, Nak?" ia bertanya dengan suara yang khas. Suara khas Ayah yang lembut tetapi tegas. Suara khas Ayah yang selalu aku suka.
Aku mengangguk dan Ayah menghampiriku dengan dua buku tebal dan satu buku tipis yang ia bawa di tangannya. Lalu kami bergegas ke kasir sambil membicarakan buku-buku yang kami beli. Ayah membayarnya, seperti biasa, lalu kami berjalan keluar dari toko buku dengan satu plastik buku yang cukup besar, dan aku yakin, berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Na!
Teen Fiction"Na, tau nggak bedanya kipas sama elo?" "Apa?" "Kalau kipas bikin angin. Kalau lo, bikin angen." "....." *** Arjuna, cowok yang nggak bisa serius kecuali waktu bilang sayang sama Nina, hobinya ngelawak apalagi di depan Nina, cita-citanya bikin anak...