"Apa-apaan kau ini, siapa kau?" dan aku tersadar dari lamunan kebodohanku.
Tetapi kenapa rasanya seperti mengalami dèja vu. Daniel yang dulu yang terakhir aku lihat dia membenci ku entah kesalahan apa yang kuperbuat, dan sekarang matanya terlihat membara dipenuhi kemarahan dan mimik jijiknya melihat wajahku.
"Maafkan aku" ucap ku sambil terbata-bata sambil menangis. Air mataku turun dengan derasnya.
" Aku lupa kalau kau membenci ku" ucapku pelan, berbicara untuk diriku sendiri, tidak ingin Daniel mendengarnya, tapi jarak kami terlalu dekat, dan tanpa kusangka Daniel mendengarnya.
Daniel mengkerutkan dahinya. Raut bingung dan marah tergambarkan di wajahnya. Dia mencengkram bahuku, yang membuatku meringis karena kesakitan dan mengadahkan kepalaku untuk melihatnya.
"Apa maksudmu? Jangan membuat ku bingung!" Daniel berteriak didepanku. Penonton semakin banyak melihat, mukaku memerah menahan malu sekaligus air mata ku yang tak kunjung berhenti. Aku berusaha melepaskan cengkramannya dan berlari. Ke mana saja asal hilang dari pandangannya.
Aku sangat benci diriku yang sangat bodoh. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku ini, mengapa aku menjadi seperti perempuan gegabah yang bertindak seperti tidak memiliki akal.
Aku tidak sudah sampai di apartemenku, untunglah kakiku masih mampu membawaku ke tempat yang benar. Di mana aku bisa menangis tanpa takut harus dilihat oleh orang lain. Air mata masih menetes ke pipiku mengungkapakan kepedihan yang aku rasakan saat ini.
'Tentu saja dia tidak ingat padaku, buat apa dia mengingatku. Aku hanyalah mantan sahabat jaman kanak-kanaknya dulu'.
Aku mendengus lalu mengapus air mata yang melewati pipiku. Aku merasa tidak tenang selama sisa hari itu. Aku begitu malu dan juga sedih atas sikap Daniel yang begitu kasar kepadaku.
-------
Author's POV
Daniel merasa dirinya terlewat kasar terhadap wanita yang tadi ditemuinya di depan pintu lobby hotel miliknya.
Tapi harinya sangat buruk ia tidak bisa berhenti memikirkan gadis impiannya, gadis yang sangat sempurna di matanya, sahabat nya dari masa kanak-kanaknya yang harus ia tinggalkan dengan terpaksa karena ia harus melanjutkan kuliahnya di Australia.
Daniel kembali teringat kepada gadis mungilnya itu karena tadi pagi saat dia mencari dokumen dilaci meja kerjanya, Daniel menemukan foto gadis mungilnya terselip diantara kertas-kertas lamanya. Daniel teringat kejadiannya yang sudah lama itu tapi masih terasa sangat segar di ingatanya.
7 tahun yang lalu
Daniel dan keluarganya mengepakkan semua barang-barang yang harus mereka bawa ke Australia.
Wajah mereka semua gelap karena berat akan meninggalkan seseorang yang sangat berarti bagi keluarga itu, terutama bagi Daniel Ricardo.
Dia tidak sanggup memikirkan bahwa dia akan meniggalkan sahabat terbaiknya sekaligus cinta pertamanya dan mungkin akan menjadi yang terakhir baginya.
Gadis yang selalu dia bayangkan akan menjadi istrinya, gadis yang akan menjadi ibu bagi anak-anaknya.
Gadis itu yang sedang berlari kecil menghapirinya.
"Daniel kamu mau kemana? Tante sama om juga mau kemana? Kenapa bawa banyak barang?" Ujar gadis itu, air mata sudah membayang di pelupuk matanya, tahu bahwa hal buruk akan kembali menimpa dirinya.
"Pergilah Sandra, jangan menghalangi jalan kami untuk pergi"
Dan menetes sudahlah air mata Sandra mendengar apa yang dia katakan Daniel, Daniel memalingkan wajahnya tahu dia tidak akan tahan jika melihat lebih lama lagi air mata Sandra.
Dan mereka pergi meninggalkan Sandra yang menangis semakin keras memanggil mereka.
Daniel berusaha untuk tidak peduli Daniel masuk kedalam mobilnya karena sebentar lagi ada pertemuan penting yang harus dia hadiri, tapi dia tidak bisa melupakan wajah gadis tadi. Ada yang terasa familier pada wajah dan suaranya. Lamunannya buyar saat sekretaris sekaligus sahabat baiknya memecahkan kesunyian yang terjadi.
"Siapa gadis tadi?" Mikhael bertanya, tetapi alih-alih menjawab Daniel malah miminta Mikhael melakukan sesuatu untuknya
"Cari semua informasi mengenai gadis tadi." Yang hanya dibalas dengan mengedikkan bahu oleh Mikhael, karena dia tahu Daniel tidak akan berkata lebih.
------
Empat hari telah berlalu semenjak peristiwa yang menyakitkan bagi Sandra, parahnya lagi Sandra mendapati dirinya demam dan tidak kunjung turun. Untungnya Chef Antonio dapat mengerti kondisinya, bahkan sempat mengirimkan Sandra bubur dan obat yang harus dimakannya. Sandra juga masih tidak bisa mengenyahkan bayangan akan Daniel, yang memperburuk harinya yang tidak melakukan apapun selain istirahat di tempat tidur.
----
Daniel pergi ke kafe terdekat dari gedung kantor perusahaannya untuk menjernihkan pikirannya, ditemani kopi hitam pahitnya. Tidak butuh waktu yang lama bagi Mikhael untuk mengendaptkan informasi mengenai Sandra, karena dia bekerja di hotel itu. Setelah mendapatkan email dari Mikhael, Daniel berniat untuk bertemu dengan gadis yang memeluknya secara tiba-tiba itu. Dia merasa dunia sedang mempermainkannya. Bagaimana dirinya bisa seberuntung itu? Perempuan itu ternyata tidak lain adalah perempuan yang sangat ingin ditemuinya semenjak delapan tahun lalu. Tetapi fakta bahwa dia tidak melihat Sandra selama tiga hari ini, meresahkannya.
Daniel berniat untuk pergi mengunjungi di mana Sandra tinggal dan meminta permohonan maaf darinya. Setelah memastikan kembali alamat lengkap dimana Sandra tinggal, Daniel langsung saja pergi meninggalkan kopinya yang masih setengah tersisa.
Tidak terlalu jauh dari kafe, di mana tadi dia berada, dia menemukan apartemen Sandra. Daniel melangkah masuk dan sekarang dia berdiri di depan pintu apartemen Sandra. Sedikit khawatir akan mendapatkan penolakan dari Sandra. Namun dia tidak akan membiarkan itu menghalanginya, apapun akan dia lakukan untuk mendapatkan maaf dari Sandra.
Daniel menekan tombol bell yang ada di sisi kanan pintu dan menunggu seseorang membukakan pintunya. Tetapi pintu itu masih tertutup, menekanya sekali lagi tetapi tetap nihil. Daniel ingin segera beranjak pergi dan mungkin mereka bisa bertemu besok di hotel. Namun terhenti karena tiba-tiba dia mendengar bunyi pengait pintu digeser dan pintu terbuka.
Sandra merasa sangat pusing suhu tubuhnya sangat tinggi hari ini, dia belum juga merasa membaik walau sudah meminum obat dari dokter. Ditambah lagi tubuh demamnya hari ini diperparah dengan airmata yang tidak berhenti keluar karena kesedihannya memikirkan Daniel. Akhirnya dia memutuskan untuk mandi agar dapat sedikit menjernihkan pikirannya.
Sandra kembali mencoba beristirahat setelah tubuhnya terasa sedikit lebih segar setelah mandi. Dia juga sudah dapat mengontrol emosinya. Berusaha untuk dapat tidur dengan matanya yang membengkak.
Saat ia ingin memejamkan matanya, Sandra mendengar bell apartemennyanya tiba-tiba berbunyi. Dia sangat ingin membiarkannya namun kemudian Sandra mendengar untuk yang kedua kalinya dan mau tidak mau ia beranjak dari kasurnya. Sambil menyentuh dinding untuk dijadikannya pegangan dia menggeser pengaitnya dan membuka pintu apartemennya. Namun kepalanya terasa seperti ditiban sesuatu yang sangat berat dan semuanya menjadi gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dove
RomanceSandra gadis lugu yang hidup dengan kesendiriannya karena ditinggal oleh keluarganya yang membencinya. Setidaknya dia pikir ayahnya. Sahabat terbaiknya pun akhirnya meninggalkannya. Sandra mulai merakit hidupnya kembali. Mencari cinta yang tidak ak...