Nggak mungkin. Dua kata itulah yang sejak lima menit yang lalu Majendra gumamkan. Lima kata yang keluar dari mulut Devina seakan menjadi bom yang seketika meledak. Rasanya, kini ada jutaan kupu-kupu yang berterbangan di perut six pack Majendra Bagaskara Sven yang sedang terbalut seragam itu.
“Jendra, kalau lo masih diem. Gue tarik lagi ya omongan gue barusan." ancam Devina kemudian.
“Eh?! Jangan!" teriak Majendra tak terima. Lelaki itu lalu dengan segera membawa Devina ke dalam pelukannya.
“Gue tuh sayang sama lo, Dev." gumamnya.
“Iya, gue juga."
Majendra terkejut. Hal yang ia pikir tidak akan Devina ucapkan, akhirnya hari ini keluar juga. Mantap jiwa, pikirnya.
“Lepas, Jen. Gue sesek." Devina memukul punggung tegap Majendra agar lelaki itu melepas pelukannya.
Dengan berat hati, Majendra melepas pelukannya. Ia kemudian langsung memasang wajah ngambek andalannya.
“Kenapa muka lo gitu?" tanya Devina sambil menampar pelan pipi Majendra.
--
“Cie yang baru berduaan bareng gebetan." Bara memukul bahu Majendra cukup keras, membuat lelaki itu meringis kesakitan.
“Apa ya kalian, kok kepo banget, sih." Majendra menggelengkan kepala sambil menunjuk kedua sahabatnya itu dengan tangan.
“Halah, gaya bahasa lo baku banget, setan."
Majendra menatap tajam ke arah Re yang baru saja bicara. Ia kemudian menggebrak bagian depan mobil hitam yang sedang ia dudukki.
“Enak aja setan! Lo tuh setan." bantahnya.
Mereka bertiga kini memang berada di parkiran sekolah bagian belakang, ketiga orang itu sedang bolos pelajaran dan berakhir disana.
“Udahlah, kalian berdua tuh sama-sama setan. Sesama setan dilarang saling menghina." Bara menjatuhkan puntung rokoknya, lalu menepuk kedua bahu sahabatnya sejak sekolah dasar itu.
“Wah, ngajak berantem." ucap Majendra dan Renan bersamaan.
Dan benar saja, sesaat sebelum Majendra dan Re ingin mencubit Bara, lelaki dengan jambul itu dengan segera berlari masuk kembali ke dalam area sekolah.
“Bangsat, " gumam Majendra saat melihat punggung Bara sudah berlalu pergi.
“Bro, sorry." Re menjulurkan tangannya pada Majendra.
Majendra menarik punggung Re, lalu menepuknya pelan. Bahasa lainnya sih pelukan. Kedua lelaki tampan itu kini sudah persis seperti teletubies. Tak lama kemudian, mereka langsung melepas pelukan dan saling berjabat tangan.
“Saatnya balas dendam ke setan nomor satu." ucap mereka bersamaan.
--
Devina kini sedang duduk di bangku kelasnya bersama Aurora dan juga Alya. Mereka bertiga bahkan rela menyusun tiga kursi agar dapat duduk berdempetan. Aurora adalah gadis dengan rambut cokelat yang di ombre hijau dengan badge kelas sebelas ips satu, entah apa yang membuatnya tiba-tiba datang berkunjung ke kelas dua sahabatnya itu.
“Traktir, Dev." Aurora mencubit telapak tangan Devina singkat.
“Hah? Traktir apaan?"
“Sok polos lo. Al, Devina pacaran kan sama si Eja?" tanya Aurora sambil menyenggol lengan Alya.
“Mhm, pacaran tuh pacaran." Alya mengangguk menyetujui.
“Apaan sih, Al? Sok tau banget." cibir Devina sebal.
“Udah jelas lah, Dev. Tadi tuh ada yang nyebarin foto lo lagi pelukan sama Eja di taman." sahut Aurora.
“Duh, artis sih ya gue. Makanya banyak yang kepo gitu."
“Ya, gimana nggak kepo. Lo pelukan sama cowok paling most wanted di sekolah. Kalau Bara kan cuek, si Re ganteng tapi bego."
“Heh, jangan ngomong gitu, Ra." ucap Devina mengingatkan.
“Emang kenapa sih, ah?"
“Itu nanti calon pacarnya Re ngamuk." jawab Devina sambil menunjuk ke arah Alya yang sedang membaca novel.
Aurora menoleh ke arah Alya, lalu menepuk bahu gadis itu pelan.
“Kalau cinta tuh perjuangin, jangan cuma bisa baca novel. Cowok sempurna yang ada didalam novel itu nggak bakalan keluar buat nembak lo."
--
“Bil, nih gue balikin buku lo yang kemaren gue pinjem." Devina tersenyum, lalu memberikan buku dengan sampul cokelat pada Nabila yang duduk tepat di bangku belakangnya.
“Taruh aja disitu." Nabila menunjuk ke arah mejanya dengan dagu, membuat Devina langsung menaruh buku tersebut diatasnya.
“Eh, nanti kerja kelompok di rumah lo atau di rumah gue?" tanya Devina.
“Rumah lo aja, biar sekalian abis pulang sekolah."
“Oh oke, terus nanti yang kita kerjain apaan aja?" Devina bertanya kembali. Membuat Nabila mendenguskan nafas kasar, lalu menutup buku paket sejarahnya dengan malas.
“Bisa nggak sih lo tuh diem dan nggak usah banyak bacot?" tanya Nabila sinis. Dan hal itu tentu membuat Devina kebingungan.
“Kok lo nyolot sih, Bil? Gue nanya baik-baik, sat." Devina bangkit dari bangkunya, lalu menatap tajam Nabila. Suara Devina yang cukup keras itu sontak membuat kelas sebelas ips dua hening seketika.
Ruangan kelas memang sudah terisi penuh sejak sepuluh menit yang lalu, ketua kelas juga mengatakan kalau guru sejarah —Bu Anjani tidak dapat masuk kelas karena kepentingan mendesak. Semua tatapan para siswa dan siswi kini tertuju kepada Devina dan Nabila yang saling menatap dengan tajam.
“Dev, "
Devina mengalihkan pandangannya pada Majendra yang ingin menghampiri dirinya. Namun, dengan sigap gadis itu mengangkat tangan kanannya ke udara.
“Tolong, lo jangan ikut campur."
Perkataan Devina itu membuat Majendra mengangguk lalu kembali mundur. Lelaki itu pada akhirnya hanya duduk diam sambil memperhatikan apa yang akan pacarnya lakukan.
“Lo kalo ada masalah, ayo di selesain. Nggak usah sok gini." bentak Devina sambil sedikit menggebrak meja milik gadis berambut hitam pendek didepannya.
Pada akhirnya Nabila ikut bangkit dari bangkunya, kemudian langsung berhadapan dengan Devina yang kini telah berapi-api.
“Masalahnya ya cuma satu, lo itu labil." ucap Nabila sarkastik.
“Apa maksud lo labil, hah?!"
“Dulu lo tolak Eja, sekarang lo pacarin dia! Lo tuh munafik!" Nabila berteriak sambil mendorong bahu Devina sampai gadis itu mundur beberapa langkah.
“Oh, lo cemburu, hah?! Kenapa?! Karena Majendra lebih milih gue?!"
Brak
Tak disangka, Nabila menendang meja yang berada disampingnya dengan perasaan marah. Gadis dengan rambut hitam pendek itu seketika menarik kerah seragam Devina kasar.
“Gue emang cemburu sama lo, Dev. Nggak seharusnya Eja dapet cewek yang egois kayak lo." gumam Nabila pelan. Namun karena jarak mereka yang terlalu dekat, Devina dapat mendengar semua itu dengan jelas.
--
Fiuhh
KAMU SEDANG MEMBACA
MBB [2] : I'm Your Bad Boy
Teen FictionSERI KEDUA MY BAD BOY 🗻🗻 Majendra Bagaskara Sven - Usia tujuh belas tahun. - Anak dari seorang pengusaha yang terkenal di Jakarta dan Amerika. - Bad boy. - Sungguh tidak pintar. - Keunggulannya hanya dua -wajah dan kekuasaan. - Followers Instagram...