[4] Ciuman Pertama

3.6K 301 24
                                    

cie, gue lama nggak update tapi yang baca banyak😆 tenkiu loh, gaes.

nih biar kalian tida komen next mulu yha😊

vote dulu. komen jangan lupa😎

🌻🌻

“Kalau lo memang cinta sama Jendra, harusnya lo bisa terima kalau dia enggak suka sama lo, Nab!"

Nabila menyeringai setelah mendengar sentakan Devina. Gadis itu kemudian mundur beberapa langkah. “Dan kalau lo memang cinta sama Eja, harusnya lo bisa terima dia dari dulu, Dev! Jangan buat perasaan gue ikut tersakiti!"

Devina bungkam ketika kalimat-kalimat kemarahan keluar dari mulut teman sekelasnya itu. Suara isak tangis Nabila membuat gadis itu entah kenapa merasa bersalah.

“Nab, " lirih Devina pelan.

Nabila baru saja akan kembali mengeluarkan isi hatinya, tetapi sebuah tangan memaksanya untuk keluar dari kelas. Majendra menarik Nabila dengan kasar, lelaki itu bahkan tidak menghiraukan Devina yang meneriakkan namanya.

“Eja... " Nabila mencicit ketakutan saat melihat wajah Majendra yang memerah.

Majendra melepas cengkeramannya dari lengan Nabila, lalu menatap gadis itu tajam. “Lo emang udah gue anggap teman dari kelas sepuluh, Bil. Tapi sumpah demi apapun, gue enggak pernah cinta sama lo! Devina itu satu-satunya buat gue, jadi stop being idiot like this."

“Gue bodoh karena gue nggak bisa berhenti cinta sama lo, Ja! Berusaha untuk enggak menatap lo aja gue nggak mampu." Nabila berucap sendu. Kepalanya terdongak untuk melihat Majendra yang lebih tinggi darinya.

“Tolong, kalau emang lo nggak bisa mengenyahkan gue dari hidup lo, setidaknya jangan cari masalah sama pacar gue."

Setelah berucap demikian, Majendra melangkah menjauh meninggalkan Nabila yang saat ini sedang menangis. Lelaki itu tidak akan pernah memperdulikan perempuan lain selain Devina, dan itu fakta.

--

Gadis dengan rambut hitam legam sebahu itu mempercepat kedua kakinya menuju taman belakang sekolah —tempat Majendra berada. Tadi, lelaki itu sempat mengirimkan pesan singkat pada Devina agar segera pergi menemui dirinya.

“Lama banget sih, Dev." cibir Majendra.

“Dih, gue gampar juga lo. Dikira jalan kaki itu kecepatannya sama kayak naik Ferrari?"

Majendra terkekeh, kemudian menarik lembut telapak tangan Devina agar duduk disebelahnya.

“Jangan marah-marah mulu dong, nanti nggak ada cowok yang mau deketin."

“Enggak ada hubungannya, Jen. Banyak kok cowok yang ngantri buat jadi pacar gue." Devina menjulurkan lidahnya —berniat untuk menggoda Majendra. Namun, reaksi lelaki itu sangat jauh dari prediksinya. Majendra mengepalkan kedua tangannya erat, wajahnya pun terlihat lebih memerah dari sebelumnya.

“Lihat aja, Dev. Kalau ada cowok yang berani ngambil lo dari gue, gue nggak akan segan untuk ngeremuk—"

“Ssstt! Udah nggak usah banyak omong! Buktiin aja kalau lo enggak akan pernah ngelepas gue." potong Devina.

Senyum Majendra merekah, ia suka mengetahui fakta kalau Devina kini sudah menjadi miliknya.

“Gue sayang banget sama lo." ucap Majendra.

“Iya, gue ta—"

Belum sempat Devina selesai berkata, Majendra lebih dahulu menarik sebelah pipi gadis itu dan menempelkan kedua bibir mereka —their first kisses.

“IHHH JENDRAAAAAA!!!!" Devina refleks berteriak sesaat setelah Majendra melepas ciuman mereka.

Majendra tertawa, kemudian menggaruk belakang kepalanya dengan cengiran lebar. “Hehe, abisnya berisik kayak toa, sih."

“Gue nggak suka ya lo tiba-tiba nyosor gitu! Lo kira gue mau apa? Hah?!"

Wajah lelaki itu berubah muram, “Oh, jadi nggak mau di cium?"

Pertanyaan Majendra sukses membuat wajah Devina merah tak karuan. Gadis itu sepertinya sudah salah tingkah kelewat batas.

“Udah, ah. Orang cantik mau balik ke kelas aja! Bye, orang ganteng!"

Majendra kembali tertawa keras ketika Devina memutuskan lari tanpa menjawab pertanyaannya. Sungguh, ia sangat mencintai gadis itu.

--

“Ngapain sih senyum-senyum nggak jelas, Ja?" tegur Bara.

Ketiga lelaki dengan cap bad boy sekolah itu sedang duduk di club langganan mereka. Bara sedari tadi hanya duduk menemani Majendra, sedangkan Renan sudah menghilang diatas lantai dansa.

“Gue jadian sama Devina."

“HAH? SERIUS?!" teriak Bara tak percaya.

“Berarti tadi Nabila nggak ngomong hoax doang, dong?!"

“Iya, berisik lo."

“Gue kira Devina suka sama gue, makanya lo nggak pernah diterima." Bara mengedikkan bahunya santai, tangan lelaki itu tergerak untuk merapikan jambulnya.

“Kalaupun Devina sukanya sama lo, dia tetep bakal jadi jodoh gue." balas Majendra percaya diri.

“Sok ganteng lo!" sahut Re yang baru saja kembali dari lautan manusia yang sedang berdansa mengikuti lagu.

Hell, please, Brother. Gue bahkan lebih ganteng dari lo ataupun Bara."

Bara maupun Re memutar bola mata mereka jengah. “SETAN!"

“Nggak papa deh jadi setan, yang penting gue ganteng." tambah Majendra lagi.

“Kalau lo ganteng, Devina nggak mungkin jalan bareng Gio malam ini." Re berucap sambil menaikkan kedua alisnya.

Majendra sontak berdiri dari posisinya, kemudian mencengkeram kerah kemeja biru milik Renan. “Apa lo bilang barusan?"

“Cek Instagram Gio dong, Ja." tantang Re. Lelaki itu kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku, lalu menunjukkan foto seorang lelaki —Gio yang sedang berfoto selfie dengan Devina di sebuah cafe.

“Sialan!"

Dengan itu, Majendra beranjak keluar dari club dan bergegas menghampiri Devina.

“Re, kok lo ngasih tahu Eja foto itu, sih?" tanya Bara heran.

“Biarin aja, biar dia tahu kalau gebetannya lagi jalan sama cowok lain." Re berucap sambil terkekeh.

“Heh, bego, Devina sama Eja udah jadian."

“SERIUS?!"

“Wah, gila lo, Re." Bara menggelengkan kepalanya, kemudian berdecak pelan.

“Yah, mampus dah tuh si Gio, hehe."

--

Gue kok nggak kepikiran bikin konflik buat Jendra sama Devina ya? Gue pengen mereka adem ayem romantis unyu gitu wakaka

MBB [2] : I'm Your Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang