[6] Siapa yang bodoh?

2.9K 254 10
                                    

Adakah yang rindu cerita ini?

vote dulu.
komen jangan lupa.

⚠⚠

Majendra berjalan masuk ke dalam rumahnya dengan lesu. Jaket hitam lelaki itu kini bahkan sudah bersandar manja di atas sofa ruang keluarga. Ia melepas sepatunya enggan, kemudian melempar benda tersebut asal.

“Ehem, "

Dehaman keras sontak membuat Majendra terkejut. Ia melipat bibirnya saat melihat sang Ayah sedang berdiri di dekat tangga.

“Eh, Pak Bos." gumamnya.

Where have you been, Sven?" tanya Anthony —Ayah Majendra.

Jendra menarik napas panjang. “Just somewhere, Pa."

This is almost midnight, Majendra. But, you just got home?" Anthony berdecak tak percaya.

“Pa, Jendra capek. Interogasinya besok aja." balas Majendra dengan murung.

“Kamu itu selalu aja kayak gini, Jen! Mau jadi apa kamu kalau keluyuran terus?"

Majendra menghela napas lelah ketika sang Ayah kembali bertanya. Ia kemudian berjalan menghampiri Anthony dan memeluk pria paruh baya itu.

“Buenas noches, Papá." (Selamat malam, Papa.)

--

Tepat pukul enam pagi, Majendra sudah stand by didepan rumah Devina. Mobil hitam yang baru saja ia beli dua minggu yang lalu pun terlihat menemani dirinya disana. Lelaki itu kembali memakai ponsel lamanya lagi —yang beruntung masih bisa diperbaiki. Dengan santai, ia mengetikkan sebuah pesan untuk pacarnya.

To: Devina (Future Wife)

Sayang, aku didepan.

Majendra mendengus saat melihat pemberitahuan bahwa pesan telah terkirim. Tanda sudah dibaca pun muncul di kotak pesan tersebut. Namun Devina tak kunjung membalas.

To: Devina (Future Wife)

Sayangku, maafkanlah diriku. Ku tahu ku salah menyakitimu.

Ting!

Tidak sia-sia, pesan kedua Majendra akhirnya terbalas juga.

From: Devina (Future Wife)

Nggak usah lebay! Pulang sana!

Majendra mengerucutkan bibirnya sebal, kemudian menendang ban mobilnya dengan kesal. Devina jahat, gumamnya dalam hati.

“DEVINA! MAIN YUK!"

Hening. Tidak ada seorangpun yang menjawab teriakan Jendra itu. Ia pun kembali mengeluarkan suara lantangnya.

“DEVINA!! MAIN YUK!"

“Yaelah, ini tenggorokan udah mau copot masih nggak dibukain gerbang, hah?!" teriaknya lagi.

“HEH! CARI MATI?!"

Teriakan Devina cukup membuat Jendra terkejut setengah mati. Gadis itu kini sedang berada di balkon kamarnya sambil menatap Majendra tajam.

Majendra menggaruk tengkuknya sambil tertawa paksa, “Eh, Sayang."

“MAU APA?!"

“Mau kamu lah." rayu Majendra sebagai jawaban.

“MAU MATI YA?!" balas Devina lagi.

“KOK JAHAT SIH?!"

Perbedaan sikap keduanya kini kembali seperti semula. Devina yang tak takut apapun, dan Majendra yang takut Devina. Sikap kedua orang ini sangat jauh dari kemarin malam. Kemarin adalah pembuktian kalau Devina tetaplah seorang gadis biasa, dan Majendra merupakan sosok lelaki yang tegas sekaligus pemarah.

“SANA PULANG LO!" usir Devina kemudian.

“NGGAK MAU! MAU NGAJAK KE SEKOLAH BARENG!"

“PU—"

“WOY ANAK SIAPA SIH PAGI-PAGI BERISIK BANGET?!"

Majendra maupun Devina sama-sama bungkam ketika seorang tetangga membentak dengan keras. Majendra masuk ke dalam mobilnya, sedangkan Devina cepat-cepat masuk ke dalam kamar.

To: Devina (Future Wife)

Buruan, gue tunggu depan.

Ting!

From: Devina (Future Wife)

Hm. Bacot lo.

Senyum terukir dari bibir Majendra tanpa bisa ia cegah. Semua yang ada pada diri Devina mampu membuatnya luluh. Gadis itu adalah candunya, nikotin untuk hati dan perasaannya.

--

Pukul 06.25 pagi, Majendra sedang tersenyum lebar karena pacarnya sudah duduk manis didalam mobil. Lelaki itu meraih tangan Devina, kemudian mengecup punggung tangannya dengan lembut.

“Maaf ya, Dev." ucapnya.

Devina membuang napas kasar, “You shouldn't show your anger like yesterday again, Majendra. Nggak ada apa-apa diantara gue dan Gio."

“Gue kan nggak tahu." balas Majendra. Ia sepertinya tidak ingin disalahkan oleh gadis itu.

“Makanya bodoh itu jangan dipelihara!" maki Devina. Ia kemudian menarik tangannya dari Majendra.

“Kok gue lagi sih?"

“Ya terus siapa?! Kalau aja lo nggak kepancing emosi kemarin, mungkin hari ini kita bakal baik-baik aja!" sentak gadis berambut pendek tersebut.

Majendra berdecak, “Lo harusnya ngerti, Dev! Gue enggak suka kalau lo dekat sama cowok lain!"

“Gue nggak pernah melarang lo dekat dengan banyak cewek, Jen! Dan lo juga harusnya gitu!"

“Maka dari itu, larang gue! Gue nggak butuh cewek lain!"

Devina mengalihkan pandangannya. Perdebatan mereka tidak akan selesai kalau tidak ada yang mengalah. Posisi Majendra yang sedang menyetir pun dapat membahayakan keduanya.

“Jangan pernah pergi sama cowok lain lagi." Majendra mengingatkan.

“Terserah." jawab Devina acuh.

“Maki gue sebanyak yang lo mau, Dev. Marah aja terus sama gue sampai lo capek sendiri. Tapi jangan sekali-kali gue lihat lo bareng cowok lain lagi." tambah Majendra.

“Enggak usah sok posesif, Majendra. Gue bukan cewek yang suka diatur-atur."

Masalah bukan terjadi karena orang ketiga ataupun orang lain. Masalah timbul karena sikap kedua orang itu yang tidak pernah mau mengalah bahkan di saat-saat tersulit.

Jadi, sebenarnya disini siapa yang bodoh?

--

MBB [2] : I'm Your Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang