Bab 3

30 7 0
                                    

Hujan tak kunjung reda, awan gelap menutupi matahari yang indah. Masih dalam dunianya sendiri Zia melamun di bangkunya. Ia tersontak kaget ternyata sudah ada dosen yang masuk hari ini. Dia memperkenalkan seorang mahasiswa baru pindahan dari kelas lain. Mata Zia terbelalak tersadar dari lamunannya dan menatap lurus ke arah sesosok laki laki yang bertubuh tinggi dan putih yang berada di depan kelasnya.

“orang itu...” lirihnya

Zia tidak bisa berkutik ketika laki laki itu menatapnya dengan tatapan tajam yang membunuh. Seakan akan dia masih mengenali zia dengan ingatan yang jelas.

“anak anak ini Ghifi dia pindahan dari kelas lain, pasti kalian sudah mengenalnya. Semoga kalian tidak keberatan ghifi disini ” kata dosen “ Ghifi, silahkan duduk” lanjutnya sambil mempersilahkan ghifi untuk duduk.

Rasa gelisah tak bisa dihilangkan, takut dan gugup tercampur aduk menjadi satu. Hati zia menjadi tidak karuan rasanya apalagi azkiy tidak masuk hari ini. “ apa yang akan terjadi denganku hari ini ya tuhan..” katanya dalam hati. Ia berusaha untuk tenang dan berfikiran positif, tapi semuanya hancur dan musnah pikirannya kacau.

Waktunya untuk pulang, hatinya sangat lega karena ia bisa segera kabur dari ruangan ini. Tiba tiba ada seseorang yang mencengkram tangannya dengan kuat sehingga menghentikan langkah zia. Hatinya berdegub sangat kencang. Ia takut akan di hajar oleh ghifi.

Perlahan ia menolehkan wajahnya ke belakang mendapati wajah seorang laki laki dengan raut muka yang sangat marah. Dengan susah payah zia menelan ludahnya perlahan dan mulai memberanikan dirinya untuk menatap mata ghifi.

“a...a...ada apa?” kata zia gugup bercampur takut.

“lo harus minta maaf ke gue” jawabnya singkat tanpa basa basi.

“Ha?! Apa???” kata zia tersontak kaget mendengar ucapan itu. “ minta maaf? Untuk apa?” lanjutnya.

“ lo udah tua ya? Baru kemarin aja udah lupa, dasar pikun?!”

“ha? Sorry gue harus pergi udah ditunggu temen gue”

“ eh, jangan ngehindar deh loo. Mana temen lo yang nungguin? Nggak ada orang diluar”

Zia hanya mengabaikan kalimat itu dan cepat cepat ia meninggalkan ruangan yang tampak seperti neraka baginya. Tentu saja karena ada orang itu di dalam sana. Mungkin hari ini dia bisa lolos dari maut tapi entahlah lain kali bagaimana.

Langkahnya semakin cepat menuju ke halte bus. Sekian lama dia menunggu akhirnya ada juga bus yang berhenti. Dengan santai zia duduk didalam bis dengan telinga yang disumbati dengan handset. Musik yang sering ia dengarkan dan membuat hatinya merasa tenang.

Seseorang duduk di bangku  kosong yang berada di sampingnya. Ia reflek menoleh kearah seseorang disampingnya. Matanya terbelalak seakan akan nyawanya sudah berada di tenggorokan. Tubuhnya mendadak menjadi kaku seperti es, dingin menggigil. Beberapa saat kemudian gerakannya berubah menjadi cepat sesegera mungkin dia menutupi wajahnya dengan rambutnya yang terurai.

" sial dia lagi... Gimananih kalau ketauan duhh.. Mati gue" kata zia dalam hati. Hati kecilnya menyuruhnya untuk segera lari dan pergi dari sini. Kacau jika ghifi melihatnya lagi. Apalagi setiap hari mereka harus bertemu setiap hari. Apa yang akan terjadi dengan zia apa dia akan mati? Atau babak belur? Atau bahkan menjadi kepingan abu?.
" kenapa ini terjadi padaku ya tuhan" rengeknya dalam hati.

Halte bus sudah dekat, bus akan segera berhenti. Hati zia semakin tidak tenang. Hatinya terus berdegup kencang.

Bus telah berhenti, disinilah pemberhentian zia. Segera zia berdiri dan bergegas keluar. Langkahnya berhenti, ia merasa ada yang tersangkut karena ia terburu buru keluar. " oh tidak!!" keluhnya. Ia menatap handset yang tersangkut dikancing jas ghifi.

" duhh!! Dia tidur.... Bagaimana ini handsetnya tersangkut, nggak mungkin geu bangunin dia bisa bisa gue di hajar" keluh zia sambil memegang jidatnya yang sedang berfikir mencari jalan keluarnya.
Zia mencoba melepas handsetnya yang tersangkut sendiri. Tiba tiba ada seseorang yang menyenggolnya. Ia jatuh di atas kaki ghifi. Dengan sigap ghifi terbangun dari tidurnya dan mendapati zia yang berada di pangkuan ghifi. Zia cepat cepat berdiri dari pangkuan ghifi. Dia lupa kalau handsetnya masih tersangkut di kancingnya ghifi.

" ahh.. Aduh " desahnya.

Ghifi masih menatap zia dengan kebingungan dan segera mengalihkan pandangannya kearah kancing jasnya. Ia segera melepaskan handset itu dengan mudah. Tak ada komentar apapun yang keluar dari mulutnya ia sedang tidak ingin berkomentar hari ini. Sebenarnya ia ingat siapa gadis itu tapi ia membiarkan gadis itu begitu saja. Sedangkan zia hanya terperanggah melihat ghifi dengan heran. Lalu untuk apa dia sembunyi sembunyi kayak tadi. Sia sia saja usahanya.

Zia melangkah perlahan keluar dari bus dengan keheranan. Ia bingung dengan kelakuan ghifi. Dia tidak seperti biasanya, biasanya dia memarahi zia dan menyuruh nyuruh zia untuk segera meminta maaf. Sudut bibirnya mulai terangkat sedikit ia senang karena ia tidak dihabisi hari ini.

Terjebak Dalam LabirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang