Bab 4

28 6 0
                                    

Zia tiba di kos-an dengan terengah engah. Cuaca mendung yang memaksanya untuk berlari tanpa henti. Ia tidak membawa payung ataupun jas hujan. Jika tidak bergegas pergi ia akan sampai di rumah dengan basah kuyup yang akhirnya berujung sakit. Jika ia sakit Yolan pasti nginap di kosannya dan hal itu yang paling tidak ia sukai.

Ia tidak bergerak bebas jika ada Yolan. Kesana di atur kesini diatur, makan diatur, minum di atur, semua serba diatur. Hatinya terasa berat jika Yolan datang. Bukan tambah sehat malah semakin sakit.

Maklum saja dia adalah adik satu satunya lagi pula ayah dan ibu mereka sudah tiada. Jadi Yolan merasa ia harus menjaga adiknya sebaik mungkin. Ayah dan ibu mereka meninggal karena kecelakaan pesawat waktu mereka akan pulang ke indonesia. Sekarang mereka hidup dengan bibinya. Bibinya sangat mirip dengan ibunya. Kuliah dan kehidupan mereka di biayai bibinya.

Azky menoleh ke arah pintu yang sedang di buka zia. Ia melihat zia yang terengah engah karena berlarian " zi lo nggak papa kan? Capek ya?" ucap azky dari dalam yang kasian melihat temannya itu terengah engah kecapekan seperti itu.

"santai gue nggakpapa kok, lo tiduran aja" kata zia yang masih mencoba mengatur nafasnya dengan perlahan. " lo udah baikan ky...?" tanya zia sambil menoleh ke azky yang berbaring di tempat tidurnya.

" yahh gue dah baikan. Lumayan dari pada tadi pagi" ucap azky dengan nada lemah dan suara yang serak menambah berat suaranya.

                         *********
Pikiran kacau mulai menghantui zia. Baik tugas, presentasi, laporan, tugas kelompok, tentang cowok itu, dll. Mendadak ia teringat kejadian memalukan itu lagi. Kenapa juga dia harus jatuh di pangkuannya?  Kenapa tidak di lantai saja?. "Lupakan saja semua itu zi nggak penting juga" katanya dalam hati dan meneruskan mengerjakan laporan praktikumnya yang harus di presentasikan besok.

Suasana masih terbilang dingin karena hujan semalam. Dosen masuk dengan langkah cepat. Tanpa ragu ia langsung memulai presentasi hari ini. Mahasiswa lain satu persatu mempresentasikan hasil laporannya. Zia maju untuk mempresentasikan hasil laporannya. Baginya hal ini sudah biasa untuk mahasiswa sepertinya.

Selesai presentasi ia dipersilahkan duduk kembali. Tiba tiba ada sesuatu yang mengenainya. Ada seseorang yang melemparkan kertas yang sudah di remas sehingga kertasnya menjadi lusuh dan kotor. Zia mengambilnya dan membuka gumpalan kertas itu. Ternyata ada sebuah tulisan di dalamnya.

Cewek pikun!!
Lo nggak akan bisa lolos lagi dari gue
Sampai kapanpun gue akan menghantui lo
Sebelum lo mau  minta maaf ke gue
........................................................................

Tubuh zia membeku seketika saat ia membaca kata kata itu. Pikirannya menjadi tidak fokus ke pelajaran hari ini. Dia ingin cepat cepat pulang.suasana hatinya mendadak menjadi tegang.

Waktu berakhir dengan cepat.

Langkah zia dipercepat menghindari ghifi. Ia hampir sampai di gerbang kampus. Langkahnya terhenti seketika hatinya berdegup kencang. Ada seseorang yang menepuk pundaknya. Perlahan dan pasti ia menoleh ke belakang.

Hatinya lega yang dilihat adalah Octa bukan ghifi.

" hey.." penasaran dengan wajah zia yang tegang. " kenapa? Takut denganku?" ejek Octa.

Zia terkekeh dengan kata kata Octa barusan. Senyumnya mulai merekah seolah olah rasa takutnya menjadi hilang ketika Octa ada dihadapannya. "  Bukan.. Bukan itu maksud gue " ucapnya menjelaskan.

Octa mendekatkan wajahnya dengan zia sampai berjarak satu kepal tangan dan menatapnya dengan penuh tanya " lalu? Kenapa wajahmu tegang seperti itu?".

" Em.. Eh bukan apa apa kok " zia cepat cepat memalingkan wajahnya yang mulai memerah. " lo nggak perlu tau " kata kata itu terlontar dari mulutnya begitu saja dengan senyumannya yang masih merekah dan memperlihatkan lesung pipinya.

" mau pulang? Mau kuantar? " ajak Octa santai.

" nggak usah ta, gue bisa pulang sendiri kok" lagi lagi zia tersenyum pada Octa.

Octa membalas senyuman zia "okelah... Mungkin lain kali kamu bisa bareng sama aku" tukasnya. " kalau gitu aku duluan ya, bye.." octa melambaikan tangannya.

Zia membalas lambaian tangan Octa dan tersenyum lepas sambil memandanginya. Ia bergegas pulang, kampus sudah mulai sepi seperti di kuburan.

Terjebak Dalam LabirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang