Tentang Nara : Anak Angkuh

63 1 0
                                    


Nara merupakan seorang anak perempuan yang berkehidupan kaya. Makanya sifatnya menjadi sombong dan berperilaku seenaknya sendiri. Dia tak suka bila orang miskin mendekatinya. Dan memandang orang tersebut dengan hinanya. Dia anak tunggal di keluarganya. Orang tuanya sibuk dengan pekerjaanya masing-masing. Sehari-harinya dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan pembantunya yang sudah sejak bayi mengasuhnya. Dia selalu bersikap seenaknya ketika memerintah mbok Inem, pembantu rumah tangganya.

"Mbok sepatu yang warna pink yang mamah beliin itu mana ya, aku mau pakai" pinta Nara sambil menata rambutnya di kaca

"Ada di kamar mandi non" ujar Mbok Inem

"Ah..ah..Mbok masa sepatunya di kamar mandi sih. Aku mau pakai tahu tidak" bicaranya sambil memarahi Mbok Inem

"Kemarin sepatu non kan sudah kotor jadi saya cuci dulu non" ucapnya lembut sekali

"Ya tapi kan sekarang mau aku pakai titik"

"Sepatu non kan banyak, bagus-bagus semua jadi non bisa pakai yang lainnya" mbok Inem memberikannya saran.

"Ya ampun mbok pakai ngatur-ngatur aku lagi. Aku maunya yang pink, tahu nggak mbok. Sepatu yang itu tuh keren sekali jadi aku bisa banggain ke teman-teman aku nanti" Nara masih kekeh minta pakai sepatu tersebut.

"Ya tapi sepatunya kan basah non"

"Aku nggak peduli, bagaimana caranya pokoknya mbok keringin sepatu aku. Nanti jam 4 sore aku mau pakai ke acara ulang tahun teman aku" Nara tak peduli betapa sulitnya keinginanya itu untuk di penuhi yang di tahu keinginannya harus selalu terpenuhi.

Mbok Inem pun sibuk mencari cara agar sepatu Nara bisa kering. Lalu dia membawa sepatu itu ke dekat kipas angin yang berada di kamarnya. Dia terus saja meenghadapkan sepatu itu di depan kipas angin sambil akhirnya dia bercucur keringat karena lelah memegangnya.

Jam sudah menunjukan pukul 4 sore, Nara sudah terlihat cantik dengan dress biru yang di padu padankan dengan sepatu dengan warna senada itu. Dengan angkuhnya dia memanggil mbok Inem dengan kerasnya, "Mbok!!!!!" dia mencari-cari keberadaan mbok Inem. Sampai akhirnya dia menemui di kamarnya. Mbok Inem terhentak kaget karena dia seketika tak sadar sudah tertidur dengan posisi tangannya masih memegang sepatu Nara itu. "Maaf non sepatunya belum kering" ujar mbok Inem takut. Nara pun menjawab dengan entengnya, "Tidak usah mbok, aku udah tidak mood pakai sepatu itu. Aku mau pakai sepatu warna biru aja biar matching". Betapa kesalnya mbok Inem karena dia sudah bersusah payah mencari akal agar sepatunya bisa kering dan bisa di pakai, ini justru dengan entengnya dia berujar tidak jadi memakai sepatu yang di inginkannya tadi. Bukannya meminta maaf, sikap Nara malah santai dan tak peduli atas tindakannya itu. Mbok Inem ingin memarahinya tapi dia selalu tak bisa marah karena dia menganggapnya seperti cucunya juga. Jadi dia selalu menyayanginya dengan tulus.

"Mbok pak Eko mana sih ah.. Aku mau berangkat nih. Ini udah terlambat tau" omelnya mencari keberadaan supirnya

"Pak Eko kan jemput Mamah kamu non"

"Apa???? Gimana sih ah terus aku naik apa ini"

"Naik ojek online aja non. Kan non punya aplikasinya" Mbok Inem memberi sarannya

"Euw..nanti kalau aku naik ojek dandanan aku bisa berantakan, terus belum lagi nanti aku jadi bau matahari. Aduh aku tidak mau itu terjadi" dia terus saja mengoceh sambil bertolak pinggang.

"Daripada naik angkot non" ujar Mbok Inem kembali

"Aduh mbok pokoknya aku mau di anter naik mobil titik" ancamnya

"Ya tapi kan pak Eko sudah jemput mamah non"

"Ya sudah aku telepon mamah. Aku kesal banget sumpah"

Nara segera menelpon Ibunya. Dia menumpahkan kekesalannya itu. Dia merasa kalau seharusnya Pak Ekolah yang mengantarkannya. Tapi bukan pembelaan yang di dapatkannya dia malah dapat omelan karena terlalu menganggap remeh orang lain dan terlalu memerintah seseorang sesuai keinginannya, sang Ibu malah menyuruhnya untuk naik ojek online saja kalau tidak mau dia malah tidak boleh datang ke pesta ulang tahun temannya itu.

Setelah perdebatan itu akhirnya dia sampai di rumah teman yang mengundangnya itu. Dia segera bergabung dengan beberapa teman dekatnya itu. Mereka langsung mengobrol dengan gaya bicara mereka masing-masing.

"Nar, sepatu kamu bagus" ucap Maharani teman satu kelompoknya itu

"Iya dong aku tuh tidak level ya sama sepatu tidak berbobot alias KW-KW gitu" tuturnya dengan gaya angkuhnya

"Emang harganya berapa Nar?" kali ini Diva yang bertanya kepadanya

"Murah kok cuma 500 ribu aja"

"Kemarin aku juga baru beli sepatu harganya juga murah banget cuma sejuta" tak kalah angkuhnya Wita temannya itu justru membuat nya semakin tersaingi.

"Ya aku juga harga aslinya sejuta lebih tapi lagi sale 75% jadi murah harganya" ucapnya sambil memainkan bibir tipisnya itu

"Ah masa sih emang merknya apa?" ujar Wita kembali

"Adidas, kamu nggak percaya banget sih apa perlu aku bawain struknya biar kamu percaya" bicara Nara emosi

"Aduh sudah-sudah kok kalian malah berantem sih. Ini kan acara ulang tahun Putri kok malah kalian rusak sih. Ya sudah yuk kita ke sana aja" Diva mengajak mereka berdua untuk bergabung ke acara pemotongan kue di pesta ulang tahun Putri, teman mereka.

Satu jam sudah acara ulang tahun itu di adakan. Kini saatnya Nara untuk pulang ke rumahnya. Dan dia pun sudah di jemput pak Eko bersama ibunya di dalam mobil. Sebelum pulang tadi dia menelpon untuk minta di jemput. Di dalam mobil pun dia menceritakan acara tadi ke ibunya, "Mah, masa ya tadi acaranya tidak seru sekali. Kampungan.. apaan coba masa bingkisan makanannya nasi kuning, udah gitu isi snacknya cuma dikit lagi. Nyesel aku udah datang". Merasa tak sepantasnya anaknya berbicara seperti itu, ibunya pun segera mengomelinya sekaligus menasehatinya, "Hei kamu tidak boleh bilang seperti itu. Jangan kebiasaan mengejek orang lain. Kamu harus tahu mencari uang itu susah jadi kalau orang tuanya mampunya membuat pesta seperti itu ya harus di maklumi. Kamu juga harus menghargai orang yang mengundang kamu". Bukannya menuruti dan mendengarkan ibunya berbicara dia justru memainkan handphonenya dan terkesan tidak peduli. Sulit rasanya untuk mengajari Nara untuk bisa menghargai orang lain karena dia terbiasa dengan hidupnya yang berkecukupan dan apapun yang dia inginkan selalu di turuti, makanya dia menjadi pribadi yang angkuh dan terlalu meremehkan seseorang.

******

PIALA UNTUK NARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang