I'll Be Your Man

332 38 7
                                    

"Bagaimana ini? apa kita bawa ke rumah sakit saja ya?"

"Kan sudah ku bilang sebelumnya, kau harus jujur Lucas! Lihat hasil kebohongan mu. Ah jadi salah paham kan..!" keluh seorang wanita. Dirinya kini sedang sibuk mengompres lebam di kening milik gadis yang sedang berbaring lemah di atas sofa tersebut.

Wajahnya telihat sangat khawatir karena sudah lebih dari 3 jam gadis ini tak kunjung sadarkan diri. Sedangkan pria di sampingnya hanya mondar mandir tidak jelas.

"Hey, kau harus ingat siapa jati diri mu.." sahut Lucas tak terima karena selalu di salahkan. Ia juga tak mengharapkan kondisi seperti ini terjadi. Ia pikir hukuman itu akan selesai dalam waktu yang lama. Ia juga tak menyangka kalau gadis itu masih berada di sekolah.

Mendengar jawaban Lucas, sontak Edelwaiss pun bangkit berdiri dari posisi duduknya. Kakinya melangkah pelan mendekati pemilik suara berat itu. Ia merasa bahwa semua kesalah pahaman ini harus segera di selesaikan. Walaupun jelas itu akan mengakibatkan perag argumen yang tidak berujung.

"Tapi kita sudah tertangkap basah, kau mau masalah ini bergulir seperti bola salju.." tutur wanita itu agak meninggi.

Sejenak Lucas terdiam. Otaknya mulai berpikir keras, situasi seperti ini jelas berbahaya. memberitahukan jati dirinya bukanlah pilihan yang bagus. Terlebih siapa yang akan percaya tentang Vampire - makhluk fiktif yang meminum darah. Belum lagi tanggapan negatif yang akan di dapatnya nanti.

Namun benar kata Edelwaiss cepat atau lambat identitasnya pasti ketahuan juga. Hanya saja ia belum siap untuk di ketahui dan kemudian di jauhi oleh Rose..


"Kalau begitu biar aku yang memberitahunya!" putus Edelwaiss yang sontak membuat pria itu menatap tak suka.

"HEY! JANGAN PUTUSKAN SE-ENAKNYA! KAU HARUS PIKIRKAN RESIKO DAN..!"

"UH! SUARA KALIAN BERISIK SEKALI!" komplain sebuah suara yang berhasil membuat pertengkaran dua orang itu seketika terhenti. Kini kedua mata mereka mengarah pada pemilik suara tersebut, yang tak lain tak bukan adalah Roseline Oliver.

"Rose bagaimana kondisi mu? apa ada yang sakit?" tanya Edelwaiss khawatir.

bukan menyahut Rose malah membalikan badannya ke arah sandaran sofa, seolah enggan untuk bertatap muka dengan guru favoritnya itu.

"Aku mau pulang.." sahutnya singkat.

Rose sudah tidak tahan berada di ruangan milik guru menyebalkan itu. Dia ingin segera pergi namun entah mengapa kakinya terasa lemas untuk di gerakan. kau tahu telinganya bahkan sudah sangat panas mendengar pertengkaran tadi. Yah Rose mendengar semua pertengkaran itu dengan jelas.

Perlukah ia menyiram air ke arah mereka berdua.

Atau seseorang bisa kah ceburkan Rose kedalam kolam renang.

Ini benarbenar mebuatnya panas dan

gerah... iyah, gerah hati lebih tepatnya.

"Rose aku ingin menjelaskan sesuatu pada mu.." kali ini suara bariton yang muncul.

Rose menghela nafasnya berat. Dia malas mendengar segala alasan basi. Tentu saja, mana ada sih orang yang mau disalahkan di dunia ini. Apalagi kalau sudah tertangkap basah. Pasti seribu alasan akan di keluarkannya.

"Berhentilah salah paham kepada kami. Kami tidak melakukan apapun. Edelwaiss datang kesini untuk membahas sesuatu dan.."

"Aku mau pulang..!" sergah gadis itu meninggi membuat keduanya terkejut. melihat respon Rose, membuat pria ini melangkah mendekati muridnya tersebut. tangan kanannya mulai mengusap kasar wajah rupawan itu.

GreensleevesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang