"AKU cuma minta kita bersifat kayak kakak-adek buat hari ini aja. Soalnya, temen mama mau berkunjung. Bisa, gak?" ujar Dela yang sedang melipat kedua tangannya angkuh di depan Fadel. Fadel yang sedang duduk di atas sofa mengernyitkan dahinya.
"Siapa teman Tante Kinta yang bakal datang?" tanya Fadel menggaruk kepalanya. Dela memutar kedua bola matanya sebal.
"Jangan banyak tanya, yang penting lakuin aja perintah aku. Masalahnya nih ya, kalau sampai Om Aldo tau kalau kita cuma sekedar TEMENAN dan tinggal satu rumah, bisa menimbulkan banyak pertanyaan. Aku malas jawab pertanyaan dari orang yang udah tua." jawab Dela duduk disebelah Fadel. Fadel hanya meng 'O' kan ucapan Dela sambil mengangguk-angguk.
"Jadi kita pura-pura kakak adek?" tanyanya ulang. Dela mengangguk.
"Tapi, aku jadi kakaknya." ujar Dela. Fadel mengernyitkan dahi.
"Lah, kok gitu? Kamu kan lebih pendek daripada aku, jadi kayak lebih muda dari aku." sanggah Fadel.
"Terus, kamu yang jadi kakaknya?" tanya Dela lagi. Fadel mengangguk. Dela menahan tawa. "Masa cowok lembek kayak kamu malah jadi kakaknya. Gak cocok." lanjut Dela memanas-manasi Fadel.
Fadel menyeringai. "Lembek gimana?"
"Ya, lembek. Emangnya ada sinonim dari lembek?"
"Kalau aku lembek, kamu gak bakal aku tolong pas sesak nafas kemarin malam." ucap Fadel terkekeh dengan nada nyindir. Dela terdiam.
Benar.
Semalam Dela sesak nafas dan Fadel yang bela-belain nyari lilin di kamar Dela. Terus, mereka jadi ketiduran di sofa dengan cahaya lilin, karena mati lampunya sampai pagi.
"Alah! Lagian juga semua orang pasti bisa kalau cuma ambil lilin." ujar Dela berjalan menuju pintu depan. Fadel terkekeh seraya mengikutinya dari belakang.
Ya, begini. Terpaksa begini selama tiga bulan. Terpaksa begini selama 92 hari. Pergi ke sekolah barengan, pulang sekolah barengan. Padahal dulu mereka ogah-ogahan pergi bareng walaupun tetanggaan.
"Hari ini kok dingin banget, ya?" gumam Fadel memasukkan telapak tangannya ke saku celana. Dela mengangguk mengiyakan.
"Mungkin karena tadi malam baru selesai hujan." kata Dela.
"Kalau biasanya hujan di malam hari, Bunda Ayah pindah tidur ke kamar kosong sebelah kamarku, soalnya takut terjadi apa-apa." ujar Fadel tersenyum ringan sembari menatap langit yang masih tampak mendung.
Dela terdiam sambil terus memperhatikan langkah kakinya.
Ia sedikit iri dengan Fadel. Fadel itu anak satu-satunya. Fadel itu punya keluarga yang harmonis. Fadel itu punya bunda ayah yang saling sayang. Fadel itu punya semuanya yang gak dimiliki Dela. Bahkan, semua yang Fadel miliki bertolak belakang dengannya.
Dela memang anak satu-satunya. Selama ia kecil, orang tuanya sama-sama sibuk. Dela punya keluarga yang udah hancur. Dela cuma punya mama, itu pun jarang ada. Dela ingin ketemu papa, tapi selalu mama larang.
Dela menghela nafas sembari mendongakkan kepalanya keatas.
"Kenapa?" tanya Fadel setelah memperhatikan kelakuan Dela yang sedaritadi dianggapnya aneh.
"Apanya?" Dela bertanya balik sambil melihat sekilas kearah Fadel.
"Nothing." jawab Fadel menatap lurus ke depan. Sebenarnya ia tau, Dela bersikap aneh karena tersinggung dengan ucapannya. Makanya dia tak melanjutkan obrolan tersebut.
Yah, walaupun mereka saling gak suka, tapi Fadel gak berani kalau ngejek masalah keluarga. Menurutnya, kalau udah bawa keluarga, itu udah lain masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FADELA
Teen FictionApa jadinya kalau dua orang yang namanya mirip-miripan selalu dikait-kaitkan? Ini tentang Cameo Fadel dan Camellia Fadeela, cowok dan cewek yang saling tak suka, namun selalu dijodoh-jodohkan oleh setiap orang di sekolah. p.s • Fadela ditulis pada 2...